Dalam Tahanan
Mencoba tidur dilantai beralaskan triplek bekas, namun urung kita lakukan karena ternyata ada genangan air yang melimpah dari toilet. Mencoba duduk agar dapat memejamkan mata barang sejenak, karena diserang rasa kantuk dan kelelahan sudah berhari-hari tidak bisa tidur. Baru mata terpejam beberapa saat, tiba-tiba pintu sel dibuka dengan keras. Dan ada suara petugas memerintah: "Keluar! untuk melanjutkan interogasi."
Di dada kita dipasangi Karton yang ada tulisan “Tersangka” dan difoto. Rasanya harkat dan martabat diri hancurlah sudah. Butuh dua tahun lamanya harus sabar menderita lahir bathin, sehingga akhirnya dinyatakan tidak bersalah. Tapi diri sudah babak belur dan ternistakan habis-habisan.
Waspada Mutlak Diperlukan
Waspada itu berarti menyikapi segala sesuatu dengan cermat dan sangat berhati-hati sebelum bertindak atau menuliskan sesuatu yang dapat berakibatkan kita berurusan dengan hukum.
Terlalu menurutkan kata hati sehingga dengan berani mengungkapkan apa yang dianggap benar. Percayalah, dalam berpekara, "kebenaran" itu sangat relatif. Karena setiap orang mengakui bahwa dirinyalah yang benar.
Walaupun kita yakin seribu persen bahwa apa yang kita tuliskan adalah sebuah kebenaran, tapi jangan lupa bahwa hukum memiliki makna "kebenaran" tersendiri, yang mungkin saja bertolak belakang dengan "kebenaran' yang kita miliki. Hindarilah dan jauhkan diri dari jerat hukum.
Belajar dari pengalaman sendiri tentu saja sangat baik. Seperti ada tertulis "Experience is the best teacher", tetapi dalam hal berpekara jangan lakukan. Cukup belajar dari pengalaman orang lain, salah satunya diri saya. Karena uang sekolah yang dibayarkan akan sangat mahal. yakni penderitaan lahir bathin, terhina karena diperlakukan sebagai penjahat kambuhan.
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H