Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Jangan Menyerahkan Hidup Pada Nasib

12 Februari 2017   19:48 Diperbarui: 12 Februari 2017   19:58 1092
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah kebahagiaan yang tak ternilai,ketika kami bisa santap bersama,di hari ulang tahun cucu kami Giovani,pada tanggal 6 Februari 2017 yang baru lalu/foto :dokumentasi pribadi

Dengan belajar dari setiap peristiwa pahit getir yang dialami oleh orang lain,semakin membuat kita mawas diri.Bahwa hidup itu tidak selalu manis,lemah lembut dan penuh tata krama.Tidak jarang hidup itu keras,tajam dan tidak berbelas kasih. Kalau menunggu sesudah pensiun ,baru mau menata hari hari tua kita,maka semuanya sudah terlambat.

Kalau nasi sudah jadi bubur,masih tidak mengapa, Makan bubur juga enak. Yang lebih menyakitkan adalah, tidak ada beras yang mau ditanak,mau makan apa? Masih beruntung,bilamana kita sudah tidak lagi memiliki penghasilan atau uang masuk setiap bulan ,tapi anak anak kita sudah hidup mapan. Akan tetapi ,seperti kejadian pada anak anak sahabat saya,hidup mereka sendiri  pas pasan dan harus menyisihkan lagi untuk biaya hidup kita. Mungkin saja anak anak dengan ikhlas akan memberikannya kepada kita,tapi dengan demikian,kita sudah membebani hidup anak cucu kita.

Merancang pensiun

Merancang  bagaimana kelak ,menjalani hidup,setelah tidak lagi bekerja atau pensiun,tentu saja setiap orang memiliki angan angan masing masing,misalnya:

  • ingin pulang kampung dan hidup sederhana
  • mau menghabiskan masa tua saya dengan cucu cucu
  • ingin bercocok tanam dirumah saja
  • memperbanyak kegiatan sosial dan amal

Tapi jangan lupa, apapun aktivitas yang kita rancang,semuanya hanya dapat terlaksana,bilamana ada dana yang mencukupi.Tanpa dana,maka semuanya akan tetap merupakan angan angan yang tidak mungkin dapat diwujudkan.

Boleh boleh saja kita mengangankan seperti apa hidup yang ingin kita jalani ,bila sudah memasuki usia pensiun. Tidak seorangpun berhak untuk menentukan . Dalam bahasa yang keras,kita bisa mengatakan:” ini adalah hidup saya dan saya berhak menentukan pilihan saya".Tidak seoranpun berhak mendistorsi tentang bagaimana saya merencanakan akan menjalani hari hari tua saya kelak bersama istri .

Memutuskan sesuatu.apalagi hal itu tidak hanya menyangkut harkat hidup kita pribadi ,tetapi juga akan membawa dampak pada kehidupan keluarga dan anak cucu kita. Alangkah lebih baik,bila kita mempertimbangkan secara bijak. Kita boleh saja mengatakan,bahwa kita bukanlah tipe manusia yang hanya memikirkan uang semata.

Juga bisa mengatakan bahwa ketika pensiun,saya tidak akan memboroskan uang saya hanya untuk pesiar pesiar. Bagi saya uang bukan segala galanya.Semuanya benar,tapi jangan kita lupa,bahwa roda kehidupan tidak mungkin bisa berjalan dengan lancar kalau kita tidak memiliki uang.

Kegiatan sosial dalam bentuk apapun,pasti membutuhkan uang. Jadi idealisme kita hendaknya diselaraskan dengan kenyataan hidup,agar jangan jadi bumerang bagi diri kita. Memang uang bukan segala galanya,tetapi segalanya butuh uang.

Refleksi Diri

Niat untuk mengisi hari tua dengan kegiatan sosial dan amal,tentu saja sangat baik.Akan tetapi jangan lupa,perlu kita merenungkan,bagaimana mungkin:

  • menolong orang lain,bila hidup kita sendiri morat marit.
  • menolong orang sakit,bila kita sendiri terkapar dirumah sakit

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun