Jangan Sampai Menjadi Orang Yang Miskin Budi
Bisa jadi karena garis garis telapak tangan,menghendaki kita harus menderita terlebih dulu,baru dapat menikmati hidup yang berkecukupan. Kita jalani dengan ikhlas.walaupun sangat berat. Jangan sampai kita miskin harta dan sekaligus miskin budi. Pelajaran hidup ini ditanamkan dalam diri saya ,ketika masih berusia 9 tahun,namun merupakan pelajaran moral pertama dalam hidup saya.
Saya Pernah Mencuri
Sewaktu masih berusia 9 tahun, saya pernah mencuri. Apa yang saya curi? Sepotong bambu pagar tetangga.  Karena  hidup kami morat marit dengan total 11 orang seayah dan seibu,maka jelas tidak mungkin bagi saya mau membeli sebuah layangan. Tapi sebagai seorang anak,menengok anak anak lain memanfaatkan libur panjang sekolah dengan bermain layangan, tentu saya juga sangat ingin ikut bermain layangan.
Maka terbit keinginan untuk membuat layangan sendiri. Kalau kertas ,gampang, tinggal pungut ditempat sampah,koran koran bekas yang dibuang orang, Tapi untuk buat layangan perlu bambu. Tiba tiba saya ingat pagar tetangga yang merupakan batas dengan pekarangan rumah kami, terbuat dari bambu yang dipaku melintang, Langsung saya berlari kesana. Mencoba mematahkan sebagian dari pagar tersebut. Namun apalah daya anak seusia 9 Â tahun, Tapi keinginan untuk membuat layangan,membuat saya nekad, Menarik sekuat kuatnya dan "kraak" akhirnya bambu itu patah. Tapi ada perih yang luar biasa ditelapak tangan saya. Tiba tiba ada carianhangat berwarna merah,ternyata telapak tangan saya tersayat sembilu cukup dalam,sehingga tampak sesaat dagingnya memutih.Tubuh saya menggigil menahan rasa sakit.
Mau menangis ,mana berani ,Saya lari sekencangnya kedapur, untuk mencari kain pembalut.Ketemu ibu saya ,yang sangat kaget menenggok telapak tangan saya berlumuran darah. Namun potongan bambu tetap saya pegang dengan tangan kanan. Ibu saya menumbuk bawang merah dan sesendok gula pasir. Membalutkan ketelapak tangan saya ,dengan kaus bekas yang disobek.Â
Miskin Harta Jangan Sampai Miskin Budi
Tiba tiba saja dibelakang saya ,sudah berdiri ayah saya. Langsung bertanya kenapa saya luka. ? Mana berani saya bohong,Saya ceritakan,karena mengambil bambu tetangga. Ayah saya sangat berang dan berkata:" Keluarga kita memang miskin, tapi bukan keluarga malng,mengerti!" Ayoh kembalikan dan minta maaf kepada tetangga"
Ibu saya mencoba membujuk, tapi ayah saya keras, Apapun yang dikatakannya adalah perintah dan tidak boleh ada yang membantah, termasuk ibu saya. Maka dengan menahan rasa sakit, saya kembalikan potongan bambu tersebut dan minta maaf. Encim tetangga, sangat kaget menengok telapak tangan saya, Ia sama sekali tidak peduli tentang bambu yang saya curi, Malahan menggantikan kain pembalut dengan pembalut baru,sambil berkata: " :Lain kali,kalau mau minta saja ya nak, kasian kan tangannya sampai luka seperti ini, "sambil mengusap kepala saya. Saya menangis, bukan karena sakit,tapi terharu, orang yang pagarnya saya rusakkan,bukannya marah,tapi malah kasian menengok dan membantu mengganti pembalut luka saya.
Saya jadikan Pelajaran Hidup
Kejadian tersebut terpateri dalam dalam dihati saya. Ada dua hal yang teramat penting :
- Miskin  harta, jangan sampai miskin budi dan mengambil milik orang lain
- Si Encim memaafkan saya dan malah membantu membalut luka saya