Tentu tidak elok untuk mengeranlisir bahwa semua orang yang menyumbang untuk pembangunan rumah ibadah ataupun menyumbang badan badan social lainya, sama saja mentalnya dengan Om saya. Namun ,kalau kita mau jujur, hal ini hingga saat ini, masih terus berulang lagi dan lagi. Amat susah bagi orang ,untuk terapkan, hidup dengan menyamakan kata dan perbuatan
Mulailah Dari Keluarga
Entah sudah berapa ribu kali kita mengucapkan :” I love you “ pada pasangan hidup kita.namun hanya Karena masalah sepele, kita teganya menyakiti hati pasangan kita. Kemana perginya I love you tadi?
Siapa bilang kita tidak cinta pada anak anak? Tapi hanya karena tidak ingin terganggu, anak anak dimarahin :” Papa mau istirahat. Ayo main diluar sana” Kemana perginya cinta pada anak anak?
Atau tetangga kita mau melahirkan ditengah malam,mana hujan lagi.Mereka tidak punya kendaraan pribadi .Mengetuk pintu rumah kita.Mau minta tolong kita antarkan wanita hamil ini. Nah ,apa tindakan kita ? Silakan dijawab dalam hati masing masing.
Atau sebuah pertanyaan lain, Selama ini kita dikenal sebagai toko aktivis sosial yang memperdulikan orang orang terlantar? Mari tanya diri:" Apakah benar saya sudah terapkan secara nyata? Atau mungkin mengulurkan sebungkus nasi saja pada fakir miskin belum pernah?"
Nah,sebelum kita tampilkan diri di media social sebagai pembela orang orang tertindas,marilah kita awali dari keluarga dan tetangga dekat kita.Dengan mempratikkan saling asah dan saling asuh Agar sedini mungkin menerapkan gaya hidup yang menyamakan kata dengan perbuatan
Tjiptadinata Effendi/ 5 Mei.2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H