Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sikap Terlalu Keras Orang Tua Penyebab Anak Jadi Pembohong

23 Maret 2016   06:00 Diperbarui: 4 April 2017   18:09 1473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini hanya salah satu contoh kesadisan orang tua terhadap anak. Akibatnya, anak memilih untuk berbohong  untuk menghindari hukuman dari orang tua.

Menuntut Kesempurnaan Tingkah Laku

Tidak jarang orang tua menjadikan rumah bagaikan barak militer. Semua harus serba teratur. Tidak boleh ada sedikitpun kesalahan, maka anak bukannya ditegur dan diberikan nasihat, tapi langsung dihukum . Orang tua ingin tampil menjadi keluarga yang sempurna di depan masyarakat. Merasa malu kalau sebagai tokoh atau panutan dalam komunitasnya ternyata rumah jadi berantakan karena anak-anak bermain.

Akibatnya, ”home sweet home” bagi anak-anak hanya merupakan slogan yang hanya enak dipajang dan didengar, tapi tak sekalipun mereka nikmati dalam hidup karena  semua serba diatur dan tak boleh ada kesalahan sekecil apapun. Mereka ibarat hidup di barak barak militer, di mana diberlakukan disiplin yang kaku dan mati.

Akibatnya:

  • Anak jadi pembohong untuk hindari tekanan orang tua,
  • Kelak ketika mulai dewasa, melakukan perlawanan,
  • Melakukan kekerasan terhadap orang lain, sebagai bentuk pelampiasan,
  • Merasa lega ketika orang tua tidak berada di rumah,
  • Bahkan diam-diam bersyukur ketika orang tuanya sakit atau bahkan meninggal dunia.

Saya pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri, ketika melayat di rumah duka, anak-anak almarhum bukannya sedih, malah menampilkan wajah ceria. Bercerita hillir mudik tentang kapan rencana pemakaman orang tuanya. Seakan kematian orang tuanya adalah sesuatu yang patut disyukuri.

Sangat melukai hati menengok hal ini. Tapi salah siapa?

Wollongong, 23 Maret, 2016

Tjiptadinata  Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun