Imlek untuk Mengaplikasikan Hidup Berbagi
Sewaktu masih tinggal di kota Padang, tepatnya di Jalan Bunda, Wisma Indah, kami sudah menerapkan sesuatu yang bagi masyarakat di Padang, dianggap hal yang tidak lazim. Yakni pada hari Imlek, justru kami lebih banyak membagi Angpao kepada anak anak yang tidak merayakan Imlek.
Sama Sama Berbagi ,Tapi Memiliki Makna Berbeda
Tradisi yang biasa dilakukan oleh warga turunan Tionghoa adalah saling memberikan Angpao kepada anak anak. Misalnya, kalau ada sanak keluarga yang datang berkunjung, karena kami dianggap lebih senior, maka kami sudah mempersiapkan Angpao bagi setiap anak yang datang. Konsekuensinya, tamu kami yang datang, juga wajib memberikan Angpao kepada anak anak kami yang belum bekerja.
Kalau kondisi keuangan tamu lebih mapan,maka mereka akan mengisi nilai nominal yang lebih besar daripada angpao yang kami berikan pada anak-anak mereka. Namun kalau kondisi keuangannya pas pasan, tidak wajib menyamakan nilai nominalnya. Jadi dalam hal ini ,tidak ada unsur keterpaksaan. Kata :” wajib” sengaja diberikan tanda kutip dengan pengertian bahwa hal tersebut sudah menjadi tradisi turun temurun. Walaupun tidak tertulis, namun masih tetap dipertahankan.
Jadi secara kasarnya dapat dikatakan :” tukar menukar Angpao” ,yang mirip dengan tukar menukar kado.
Terkadang Jadi Ajang Pamer
Terkadang, bagi orang yang hidupnya mapan, Imlek dijadikan pamer keberhasilan atau kesuksesan..Pulang kampung ,bagi bagi Ang Pao,yang nilai nominalnya fantastic bagi anak anak. Hal ini tentu akan jadi pembicaraan diantara keluarga, "Wah. hebat kasih Ang Pao saja segitu besar, bisa dibayangkan betapa kayanya"
Tentu hal ini tidak menjadi masalah,karena kedua pihak diuntungkan,Yang pamer senang,karena dapat nama,,yang diberi Ang Pao lebih senang lagi karena dapat rejeki nomplok. Makanya bagi yang hidupnya pas pasan ,jangan mencoba menyamai orang lain. Berilah sesuai kemampuan diri.. Memberi bukan untuk pamer kebaikan ,tapi memberi untuk aplikasikan hidup berbagi.
Memberi Angpao Kepada Yang Tidak Merayakan Imlek
Ketika kami menerapakan “one way Angpao” atau Angpao searah ini, kami sudah sangat memahami, bahwa apa yang diberikan adalah total loss. Jadi :”tidak ada pengembaliannya” .Diisinilah justru nilai hidup berbagi ,memasuki esensial yang sesungguhnya Yakni memberi tanpa pamrih. Karena kami tahu pasti , bahwa orang orang atau anak anak yang tidak merayakan Imlek, pasti tidak mungkin sama sekali .akan memberikan Angpao .kepada anak anak kami.
Tradisi :” Soja”
Tradisi :”soja” sudah merupakan tradisi turun temurun. Yang merasa lebih muda atau derajat dalam keluarga berada ditingkat lebih muda, harus terlebih dulu melakukan :”soja” kepada orang tua atau yang di tuakan.
Namun bagi yang tidak merayakan imlek, tidak ada keharusan untuk memberikan hormat dengan cara :”soja “ ini.,yakni dengan mengangkat kedua tangan yang dikepalkan . Mereka yang tidak merayakan Imlek,cukup dengan salaman dan mengucapkan :”Selamat Imlek”
Tradisi "Kui"
Tradisi :”kui” yang mirip dengan “sukeman” di Jawa, yakni berlutut dihadapan orang tua, Biasanya dilakukan oleh anak mantu ,terhadap orang tua atau mertua. Namun sejak sepuluh tahun belakangan, tradisi ini,sudah sama sekali tidak pernah di praktekan lagi, Seiring dengan perkembangan jaman, orang menganggap ,cara ini sudah kuno dan tidak up todate lagi untuk diterapkan.
Sembahyang Tuhan
Sehari sebelum Imlek, disebut sebagai :tahun baru kecil” ada acara khusus,yakni melakukan :’Sembahyang Tuhan” .Dengan mempersembahakan buah buahan,seperti jeruk dan tebu,serta buahan lainnya. Uniknya,karena semuanya akan dipersembahkan kepada Tuhan,maka buah harus dipetik langsung dari pohonnya dan tidak boleh dilangkahi. Begitu juga dengan tebu,harus dicabut bersama akar nya dan harus utuh dengan daun daunya. Sama halnya dengan buah buahan, tebu ini juga tidak boleh dilangkahi oleh siapapun.
Tetapi, seiring dengan perkembangan jaman, acara :”Sembahyang Tuhan” inipun sudah hampir tidak tampak lagi dilakukan.
Pada malam ini ,rumah tidak boleh disapu,karena dipercayai ,akan mengurangi rejeki. Semua anggota keluarga yang sudah dewasa, harus menunggu hingga acara sembahyang Tuhan ini,usai menjelang subuh.
Bagi yang keuangannya cukup. Biasanya persembahan ini ,dilengkapi dengan sepasang kambing .Usai acara, maka seluruh tetangga dibagikan kue dan kalau ada kambing, juga ikut dibagikan. Tujuannya adalah,semakin banyak berbagi ,semakin banyak yang akan mendoakan, demi untuk hidup yang semakin sukses
Tidak Harus Budha
Hampir seluruh warga turunan Tionghoa ,walaupun tidak menganut agama Budha, tetap masih merayakan hari raya Imlek. Setidaknya dengan membagi angpao kepada anak anak.
Kesempulannya,Imlek adalah merupakan acara syukuran,bahwa selama setahun sudah dilindungi oleh Tuhan dan sekaligus sebagai ungkapan rasa syukur, membagikan sedikit hartanya ,kepada orang orang yang membutuhkan. Jadi bukan hanya kepada keluarga yang mampu :”membalas” Angpao dengan Angpao. Justru lebh banyak dibagikan kepada anak anak yang berasal dari keluarga yang hidupnya pas pasan.
Selamat Tahun Baru Imlek ,Bagi yang Merayakan! Semoga dengan menerapkan hidup berbagi, hokki akan datang merunduk runduk kepada kita
5 Februari, 2016
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H