Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Ketika Yang Terjadi Tidak Sesuai Dengan Harapan Kita

18 April 2015   21:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:56 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_379047" align="aligncenter" width="700" caption="foto di gurun pasir Pinnacle./foto tjiptadinata effendi"][/caption]

Ketika Yang Terjadi Tidak Sesuai Harapan Kita

Sebagai manusia yang waras,tentu ada begitu banyak harapan yangingin diraih. Ingin agar dapat memiliki rumah sendiri. Kemudian bila rumah sudah diperoleh, tentu kita ingin untuk memiliki kendaran ,untuk dapat digunakan bersama keluarga.

Selanjutnyaketikaanak anak mulai sekolah, kita mengharapkan agar mereka semuanyamenjadi anak yang pandai ,serta mendapatkan ranking di kelas dan disekolahnya. Bila sudah selesai sekolah menengah, maka harapan lain sudah menyusul,yakni agar anak anak kita dapat melanjutkan studi di universitas terbaik.Kita senang,kita bahagia dan berulang kali kita bersudjud syukur.

Harapan demi harapan ini, akan selalubertambah,seiring dengan perjalanan waktu. Namun dalam kenyataannya, tidak selalu hasrat hati ataupun impian kita terpenuhi,seperti maunya kita. Ketika harapan demi harapan ,tidak lagi terjadi menurut maunya kita, maka kita mulai dihinggapi rasa tidak puas . Mulai berkeluh kesah dan sadar ataupun tidak mulai menjauh dari rasa syukur. Akibatnya, seluruh kebahagiaan yang selama ini ,memenuhi relung relung hatikita ,mulai terkikis perlahan,untuk akhirnya sirna.

Pengalaman pribadi

Impian saya dulu,, adalah setelah pensiun, maka saya dan istri akan mengisolasi diri di desa,yang jauh dari keramaian. Untuk mewujudkan impian tersebut, kami sudah mempersiapkan diri,dengan membeli sebidang tanah yang cukup luas di daerah Pasaman. Ada anak sungai mengalir ditanah yan kami beli. Maksudnya kelak ,kalau sudah pensiun, kami bisa bersantai ria ,memancing ikan disungai dan kemudian menikmati hasil kebun. Kami sudah menyuruh orang menanam sekitar 500 pohon kelapa ditanah yang kami beli.

Rencanya kelak,akan berkebun duren, mangga ,jagung dan segala sesuatu yang kami butuhkan untuk hidup. Bahkan jalan masuk menuju ketanah yang kami beli, sudah disertifikatkan ,agar kelak dapat melalui jalan diatas tanah pribadi. Dan kelak bila anak cucu kangen,mereka bisa berkunjung ,sambil bermalam di vila kami.

Manusia Boleh Membuat Rencana

Manusia boleh saja membuat rencana yang muluk muluk, seperti yang saya lakukan. Namun ternyata tidak semua terjadi menurut maunya kita.Pertama putra kami pindah ke Bogor, yang kedua di Jakarta dan sementara putribungsu melanjutkan study di Australia.

Kemantapan hati untuk hidup menyepi di vila kami di Pasaman, menjadigoyah. Akhirnya kami memutuskan ikut pindah ke Jakarta. Sebuah impian baru ,kami ciptakan lagi,yakni ingin bersama sama dengan anak mantu dan cucu cucu dihari tua kami.

Ternyata belakangan ,putri kami menikah dengan pria Australia dan menetap di New South Wales,sedangkan putra kami juga menyusul pindah ke Australia ,tapi di Western Australia, yang jaraknya butuh waktu 6 jam penerbangan. Sehingga setiap tahun, kami bagaikan burung, terbang dari Jakarta ke Perth ,selama 6 jam dan kemudian dair sini terbang lagi ke ‘Wollongong ,selama lebih kurang 6 jam juga. Rencanauntuk berkumpul bersama sama,tidak dapat diwujudkan.

15 Tahun Kemudian, kami baru dapat Berkumpul Bersama sama

Baru 15 tahun berselang, tepatnya ketika ulang tahun pernikahan kami yang ke 50 , tanggal 2 Januari ,2015 yang lalu, impian kami untuk dapat bersama sama dengan anak mantu dan seluruh cucu cucu.terpenuhi. Itupun selama beberapa hari, karena mereka sudah harus kembali kerumah masing masing.

Bila Kita Tidak Mungkin Mengubah Keadaan,Maka Ubahlah Sikap Mental Kita

Kami mencoba memahami,mengapa rencana untuk senantiasa bersama anak mantu dan cucu ,begitu sulit untuk kami ,sehingga harus menunggu 15 tahun? Kalau dipikirkan, maka jujur,sebagai manusia biasa, kami akan sedih. Namun, kami sadar,bahwa kita ini bukan siapa siapa,sehingga bisa menguibah keadaan.Manusia boleh saja merencanakan yang muluk muluk,namun tidak dalam semua hal ,kita adalah decision maker nya. Maka ketika kita tidak mampu mengubah keadaan, satu satunya adalah menerima keadaan dengan penuh rasa syukur.

Karena dengan jalan ini, merupakan kesempatan bagi kami berdua ,untuk setiap tahun melanglang buana: Jakarta- Wollongong – Perth . Yang banyak orang ,mungkin belum tentu dapat menimatinya. Sehingga dengan demikian, rasa syukur kami tak pernah padam, walaupun ada begitu banyak yang terjadi ,tidak sesuai maunya kami.

Pengalaman ini,merupakan cuplikan daribiografi kami, Tidak ada hal hal yang spektakuler ,melainkan hal hal biasa biasa saja. Namun berharap,kendati demikian,tulisan ini setidaknya dapat menjadi inspirasi bagi yang membacanya, bahwa tidak selalu maunya kita akan terpenuhi di dalam hidup ini. Dan bilamana hal tersebut terjadi, maka ubahlah sikap mental,untuk menerima dan tetap bersyukur.

Iluka. 18 April. 2015

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun