Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hentikanlah Sumpah Serapah, Banjir Itu Rejeki…

15 Januari 2014   20:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:48 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_306221" align="alignleft" width="300" caption="doc.pribadi"][/caption]

Hentikanlah Sumpah Serapah,Banjir itu Rejeki.

Bahwa Jakarta banjir,sudah lagu lama. Gonta ganti gubernur,boleh boleh saja,tetapi banjir tidak peduli siapa yang jadi gubernur. Bila tiba saat nya datang,ia tidak merasa perlu minta ijin gubernur atau presiden. Sejak dulu ,sebagian besar masyarakat ,mengeluarkan segala sumpah serapah: “ Jakarta itu banjir,macet dan brengsek.” Tapi yang teriak teriak,tetap ngotot tinggal di Jakarta. Malahan yang datang dari desa desa,tetap berjubel setiap tahunnya.

Hidup itu harus adil. Jangan hanya melihat satu sisi saja: Banjir mendatangkan kerugian dan kerepotan bagi warga Jakarta dan sekitarnya. Rasanya belum pernah terdengar di media manapun ,bahwa sesungguhnya banjir itu setiap tahun membawa berkah kepada sebagian warga Jakarta,yang selama ini menganggur dan sulit mencari pekerjaan.Justru dengan datangnya banjir secara rutin setiap tahunnya.malahan anak anak muda ini,mendapatkan peluang untuk mengumpul uang guna dijadikan modal ,untuk jualan atau buka warung kecil kecilan .

[caption id="attachment_306223" align="alignleft" width="300" caption="doc.pribadi"]

1389791974672105054
1389791974672105054
[/caption]

Tinggal Bertetangga dengan Apartement

Untuk membuktikan bahwa tuisan diatas bukan sebuah fiksi atau mengada ada,tidak perlu mengadakan survey dan anggota DPR juga tidak harus melakukan perjalanan keluar negeri untuk belajar,bagaimana memanfaatkan peluang dalam kesempitan. Mereka bukan ahli ekonomi.malah mungkin tamat smu juga belum pasti. Tapi penderitaan hidup telah merangsang dan memotivasi mereka mengunakan akal budinya. Kalau banjir tidak dapat ditolak,terus bagaimana banjir ini dijadikan kuda tunggangan untuk meraih hidup yang lebih layak.? Mungkinkah?

Cukup berjalan kaki ,sekitar 300 meter atau beberapa menit saja dari Apartement Mediterania,dari kejauhan saya sudah melihat kesibukan beberapa puluh orang anak anak muda. Mereka dengan gesit berbagi tugas. Tidak ada yang berwajah muram.Mereka sangat senang,karena uang masuk sudah menanti. Dengan papan triplex bekas,jelas terbaca: CUCI MOBIL- 25 RIBU .

[caption id="attachment_306224" align="alignleft" width="300" caption="doc.pribadi"]

1389792054283461440
1389792054283461440
[/caption]

Ada yang bertugas menggosok ban mobli,yang satu lagi menggosok body kendaraan dengan sabun cairdan yang seorang lagi bertugas menyirami dengan air ,lewat selang selang yang dipasang disana. Dalam waktu hanya sekitar 30 menit,body mobil yang penuh lumpur bekas banjir,sudah bersih dan mengkilap. Masih dikeringkan lagi dengan handuk kecil dan siap. Dengan sopan mereka menyerahkan kunci mobil,sambil berkata:” Om ,sudah siap Om”. Dan 25 ribu pun berpindah tangan.

Sementara itu masih berjejer lebih dari 10 unit mobil menunggu untuk di cuci dan dibersihkan dari bekas bekas lumpur,sisa sisa banjir. Ini baru satu sisi jalan,yang berdekatan dengan Apartement Mediterania. Dalam jarak tidak sampai 200 meter,ada grup lain lagi yang sibuk mencuci mobil.

[caption id="attachment_306225" align="alignleft" width="300" caption="doc.pribadi"]

13897921622098815241
13897921622098815241
[/caption]

SekeluargaBekerja Cuci Mobil

Grup cuci mobil ini,disamping terdiri dari anak anak muda. Juga ada yang satu keluarga bekerja sama untuk mencuci mobil. Hasilnya lumayan. Dalam musim hujan,sehari bisa mencuci sekitar 15 unit kendaraan @ rp.25,000=. “Tidak musti banjir besar Om, asal hujan lebat ,kendaraan pasti kotor. Tapi kalau banjir ,ongkos cuci kami tagih 40.000 per unit,karena lebih lama mengerjakannya.” Dari hasil bersih sekitar 200 ribuan seharian,mereka bisa menabung untuk membuka warung kecil kecilan. Sehingga kalau musim panas tiba dan yang cuci mobil kurang,mereka tidak perlu kuatir lagi,karena ada hasil dari warung nasi /pecel .

Orang orang sederhana ini, sangat memahami,sebuah falsafah kuno :” Bila musuh (banjir) tidak bisa dilawan,maka jadikanlah ia kawan,agar kita selamat.”

Mungkin cara berpikir orang orang sederhana ini,bisa memberikan pencerahan kepada orang orang yang merasa diri dari kalangan intelektual ,agar berhentilah berkeluh kesah dan hentikanlah sumpah serapah terhadap ibu negeri ,yang sama sama kita cintai ini.

Bila ingin mengubah Jakarta,mulailah terlebih dulu dengan diri sendiri dan keluarga. Untuk tidak membuang sampah disembarang tempat. Sehebat apapun seorang pemimpin,mustahil dalam waktu singkat menghentikan banjir.Kita hidup di alam nyata,tidak bisa disamakan dengan legenda tentang Jin yang membangun candi  dalam waktu satu malam.

Wollongong,15 Januari,2014

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun