[caption id="attachment_335768" align="alignleft" width="640" caption="jelajah alam ,dekatkan diri kepada Sang Pencipta/doc.pri"]
Namun tiba tiba saja saya ingat, nasihat yang sering saya katakan pada anak cucu:” Jangan pernah mengatakan :” tidak bisa” ,sebelum mencoba. Nah, sekarang nasihat itu mengena pada diri saya sendiri. Kalaulah saya tidak bisa menjalani nasihat yang sering saya berikan untuk orang lain, maka selanjutnya saya tidak layak lagi memberi nasihat. Karena tidak mampu menjalaninya.
Sementara itu Sandro , suami adik ipar saya,sudah berjalan terlebih dulu dan sudah tidak tampak lagi ,karena terhalang oleh hutan kayu yang lebat. Saya hanya punya waktu beberapa detik untuk menentukanL: Ikut atau tidak?”
[caption id="attachment_335715" align="alignleft" width="640" caption="doc,pri"]
Kalau orang lain bisa. Saya juga Bisa
Saya memutuskan mengejar Sandro. Sebelum melangkah, saya patahkan cabang kayu kering, untuk dijadikan semacam tongkat,untuk menjaga,segala sesuatu kemungkinan. Karena baru pertama kalinya masuk kehutan disini dan belum tahu medannya seperti apa.
Saya pesan istri saya,agar bersama dengan adiknya dan kedua orang teman kami dari Brunei. Mereka asyikjepret sana dan jepret sini.Saya mencoba setengah berlari untuk mengejar ketinggalan dari Sandro. Namun baru setengah jam mendaki, nafas saya terasa agak memburu. Maka sayatidak berlari lagi, melainkan berjalan secepat yang bisa saya lakukan
Nyasar di Siang Bolong
Entah saya yang kurang memperhatikan, atau karena tidak jalan setapak yang menunjuk kearah atas, tiba tiba saya sudah nyelonong kepinggiran lembah.
Saya baru tahu ,kenapa orang mudah tersasar dalam hutan, walaupun bila dibandingkan dengan hutan di Indonesia, maka hutan disini tidak ada apa apanya. Namun tidak terlihat sama sekali jalan setapak. Semua arah sudah perjalan dijalani oleh pengunjung lain. Saya mencobameneriakkan nama Sandro,namun tidak ada jawaban. Yang terdengar hanyalah gaung suara saya yang bergema dan beresonansi diantara hutan dan bukit bukit batu raksasa.
[caption id="attachment_335716" align="alignleft" width="640" caption="dari ketinggian.bisa menikmati pemandangan laut yang indah/docpri"]
Menenangkan Pikiran dan Hati
Ternyata berjalan dengan pikiran yang agak tegang, karena tidak mendengar jawaban Sandro,membuat energy saya terkuras. Maka saya berhenti sejenak. Menarik nafas dalam dalam dan melemparkan pandangan saya kepemandangan yang sangat indah kebawah. Saya mantapkan pikiran saya, bahwa Sandro sudah biasa hiking di negerinya di Italia,apalagi usianya baru 50 an. Jadi pasti aman , hanya saja ,karena suara saya tidak cukup kuat, makanya ia tidak mendengarkan.
Saya menjadi tenang dan memutuskan untuk berjalan dengan santai ,menikmatialam sekitar dengan hati yang lapang. Dari ketinggian, saya bisa melihat istri saya dan adiknya Margrit ,serta suami istri dari Brunei , bagaikan manusia dari negeri liliput. Karena begitu kecil kelihatannya. Saya melambaikan tangan dan mereka membalasnya. Perasaan saya jadi tambah lega.
[caption id="attachment_335717" align="alignleft" width="640" caption="mdoc.pri"]
Harus Tahu Kapan Maju dan Kapan Harus Berhenti
Walaupun sewaktu masih muda, saya adalah seorang olah ragawan dan juga pelari marathon ,namun karena sudah lebih dari 20 tahun tidak pernah lagi mendaki gunung, maka saya merasa tenaga saya sudah sampai pada batas maksimalnya. Saya harus mau mengaku kalah dari Sandro dan memutuskan untuk turun.
Saya membesarkan hati ,bahwa kendati saya kalah berkompetisi dengan Sandro, tetapi sesungguhnya saya menang, karena sudah mampu menggalahkan diri sendiri.Saya selalu ingat, bahwa ada waktunya orang harus maju terus,namun ada kalanya harus berhenti. Untuk menghindari hal hal yang tidak diinginkan.
[caption id="attachment_335718" align="alignleft" width="640" caption="doc,pri"]
Saya Kalahdan Turun Gunung
Jujur, memang ada rasa kecewa dalam diri saya, bahwa ternyata untuk menaklukan sebuah bukit saja, saya tidak mampu. Namun ketika saya ingat bahwasaat ini usia saya sudah 71 plus, beda 16 tahun dari Sandro. Hati saya kembali tenang dan damai. Saya bersyukur, bahwa saya sudah diberikan kesehatan ,sedangkan ada banyak orang seusia saya , jangankan mendaki bukit, berjalan saja sudah susah.
Ternyata menerima kekalahan itu memang tidak mudah. Padahal saya tidak berkompetisi dengan siapa siapa dan tidak ada orang yang menonton ,kecuali keluarga sendiri.
Tidak berapa lama kemudian , Sandro menyusul turun. Saya teriakan :’ Bravo Sandro” dan kemudian menyalaminya. Saya kalah terhadap Sandro, tetapi saya sudah memenangkan diri saya sendiri. Saya bersyukur kepada Tuhan.
Kembali dengan Hati Lega
Hampir 3 jam kami menghabiskan waktu di Princess Marine Track ini Kami saling bercerita dengan santai sambil duduk di bebatuan yang banyak terdapat disana. Tidak jarang kamiketawa bersama sama, karena Sandro tidak bisa berbahasa Inggeris ,maupun bahasa Indonesia. Sehingga harus diterjemahkan. Kedua suami istri dari Brunei berbicara dengan bahwa Melayu .sedangkan saya dan istri berbicara bahasa Padang. Jadi dalam kelompok kecil ini, kami saling bercerita dalam 4 bahasa: Italia, Inggeris, Melayu dan Padang. Hal ini menjadikan kami semakin akrab
.Menjelajahi Kellys Falls dan menembus Princess Marine Track.sungguh membawa kedamaian dan kelegaan di hati kami masing masing. Dan sekaligus meluapkan rasa syukur, bahwa kami dikaruniakan kesehatan, sehingga dapat menikmati semuanya ini.
Mount Saint Thomas, 01 Agustus, 2014
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H