[caption id="attachment_337275" align="aligncenter" width="448" caption="adoc,pril"][/caption]
Pengalaman Pribadi Mau Berpetualang Nyasar di Hutan
Perjalanan dari kediaman putri kami sampai ke Marine Track yang berlokasi di daerah Helensburg ini memakan waktu sekitar satu jam berkendara. Ini adalah pertama kalinya kami berkunjung kesini, kendai sudah tinggal di Wollongong bertahun tahun. Belum banyak pengunjung yang datang, Mungkin karena masih terlalu pagi dan ditambah dengan musim dingin ,dimana udara disini dinginnya cukup menggigit.
Tujuan kami hari ini adalah menelusuri sekaligus dua objek wisata alam ,yakni Kellys Water Falls dan Marine Track . Kami memutuskan untuk menapakkan kaki di lokasi yang paling mudah terlebih dulu, kemudian baru melakukan pendakian .
Untuk mencapai lokasi Kells Falls ini tidak terlalu sulit, Hanya perlu sangat hati hati .Karena harus melangkahi batu batu yang basah dan licin,karena berada dialiran anak sungai. Berpijak dari satu batu kebatu yang lain, sungguh membutuhkan keyakinan diri. Karena bila melangkah dengan gamang,ada kemungkinan akan jatuh tergelincir. Karena batuan sungai disana sudah bertahun tahun dilalui aliran anak sungai ,sehingga berlumut.
Kami berjalan ekstra hati hati dan tidak jarang harus berpegangan tangan..Walau tidak terlalu tinggi, namun melalui jalanan licin dan berlumut, sempat membuat hati agak berdebar..Karena dikiri kanan kami ada batu batuan raksasa yang terhampar disana.
Namun yang menghibur hati adalah menyaksikan keindahan alam dan sekaligus merasakan kedamaian ,berada dialam terbuka seperti ini.
[caption id="attachment_337277" align="aligncenter" width="512" caption="doc.pri"]
Memandangi air mancur yang jernih dan gemerciknya air yang bersentuhan dengan bebatuan dibawah ,mengingatkan saya akan Air Mancur di Padang Panjang, Sumatera Barat ,yang sering kami kunjungi.
Kami tidak bisa berlama lama disiti, karena tantangan terbesar adalah rute yang akan kami lalui sesudah ini, yakni Marine Track.
[caption id="attachment_337276" align="aligncenter" width="512" caption="doc,pri"]
Princess Marine Track
Membaca keterangan di papan yang terpancang didepan jalan masuk. Membuat saya agak tertegun. :”Princess Marine Track” Stanwell Tops 785 Meter”. Kalau dijalan datar, ya gampanglah berjalan santai tidak sampai satu kilometer. Tapi untuk menelurusi hutan ,melalui jalan jalan setapak, yang sama sekali tidak ada papan penunjuk, rasanya tidak begitu mudah bagi saya.
Namun tiba tiba saja saya ingat, nasihat yang sering saya katakan pada anak cucu:” Jangan pernah mengatakan :” tidak bisa” ,sebelum mencoba. Nah, sekarang nasihat itu mengena pada diri saya sendiri. Kalaulah saya tidak bisa menjalani nasihat yang sering saya berikan untuk orang lain, maka selanjutnya saya tidak layak lagi memberi nasihat. Karena tidak mampu menjalaninya.
Sementara itu Sandro , suami adik ipar saya,sudah berjalan terlebih dulu dan sudah tidak tampak lagi ,karena terhalang oleh hutan kayu yang lebat. Saya hanya punya waktu beberapa detik untuk menentukan: Ikut atau tidak?”
Saya memutuskan mengejar Sandro. Sebelum melangkah, saya patahkan cabang kayu kering, untuk dijadikan semacam tongkat,untuk menjaga,segala sesuatu kemungkinan. Karena baru pertama kalinya masuk kehutan disini dan belum tahu medannya seperti apa.
Saya pesan istri saya,agar bersama dengan adiknya dan kedua orang teman kami dari Brunei. Mereka asyik jepret sana dan jepret sini. Saya mencoba setengah berlari untuk mengejar ketinggalan dari Sandro. Namun baru setengah jam mendaki, nafas saya terasa agak memburu. Maka saya tidak berlari lagi, melainkan berjalan secepat yang bisa saya lakukan
Pepohonan tumbuh dengan liar disini dan tidak ada batasan ,mana yang jalan setapak,mana yang tidak.Sehingga harus menggunakan feeling untuk tidak kesasar kesana kemari. Walaupun kesasar disini tidak akan ada bahayanya, namun hanya akan menghabiskan waktu untuk hal yang tidak ada gunanya. Saya berpikir, apakah mungkin saya salah mengambil jalan atau memang sengaja dibiarkan dalam kondisi apa adanya
[caption id="attachment_337278" align="aligncenter" width="480" caption="doc,pri"]
Entah saya yang kurang memperhatikan, atau karena tidak jalan setapak yang menunjuk kearah atas, tiba tiba saya sudah nyelonong kepinggiran lembah.Saua mencoba menelusuri, mungkin ada jalan setapak, yang bisa saya ikuti,tetapi sama sekali tidak ada. Seakan memang didisain tanpa jejak.
Saya baru tahu ,kenapa orang mudah tersasar dalam hutan, walaupun bila dibandingkan dengan hutan di Indonesia, maka hutan disini tidak ada apa apanya. Namun tidak terlihat sama sekali jalan setapak. Semua arah sudah perjalan dijalani oleh pengunjung lain.
Saya mencoba meneriakkan nama Sandro,namun tidak ada jawaban. Yang terdengar hanyalah gaung suara saya yang bergema dan beresonansi diantara hutan dan bukit bukit batu raksasa.Lebih dari satu jam saya kehilangan arah dan teriakan saya memanggil ,tidak seorangpun yang mendengarkan.
Pada saat ini,saya bisa merasakan, bagaimana perasaan orang yang tersasar di hutan belantara. Sedangkan saya hanya dihutan homogeen ,bisa kehilangan arah.
Beberapa kali saya mencoba mendaki,tetapi ternyata setelah berputar ,kembali kearah semula ,yakni yang menghadap kelembah yang cukup curam. Dibawah sana telihat batu batu raksasa yang bagaikan mainan anak anak yang berserakan,dilihat dari ketinggian.
Menenangkan Pikiran dan Hati
Ternyata berjalan dengan pikiran yang agak tegang, karena tidak mendengar jawaban Sandro,membuat energy saya terkuras. Maka saya berhenti sejenak. Menarik nafas dalam dalam dan melemparkan pandangan saya kepemandangan yang sangat indah kebawah. Saya mantapkan pikiran saya, bahwa Sandro sudah biasa hiking di negerinya di Italia,apalagi usianya baru 50 an. Jadi pasti aman , hanya saja ,karena suara saya tidak cukup kuat, makanya ia tidak mendengarkan.
Saya menjadi tenang dan memutuskan untuk berjalan dengan santai ,menikmati alam sekitar dengan hati yang lapang. Dari ketinggian, saya bisa melihat istri saya dan adiknya Margrit ,serta suami istri dari Brunei , bagaikan manusia dari negeri liliput. Karena begitu kecil kelihatannya. Saya melambaikan tangan dan mereka membalasnya. Perasaan saya jadi tambah lega.
Harus Tahu Kapan Maju dan Kapan Harus Berhenti
Walaupun sewaktu masih muda, saya adalah seorang olah ragawan dan juga pelari marathon ,namun karena sudah lebih dari 20 tahun tidak pernah lagi mendaki gunung, maka saya merasa tenaga saya sudah sampai pada batas maksimalnya. Saya harus mau mengaku kalah dari Sandro dan memutuskan untuk turun.
Saya membesarkan hati ,bahwa kendati saya kalah berkompetisi dengan Sandro, tetapi sesungguhnya saya menang, karena sudah mampu menggalahkan diri sendiri. Saya selalu ingat, bahwa ada waktunya orang harus maju terus,namun ada kalanya harus berhenti. Untuk menghindari hal hal yang tidak diinginkan.
Saya Kalah dan Turun Gunung
Jujur, memang ada rasa kecewa dalam diri saya, bahwa ternyata untuk menaklukan sebuah bukit saja, saya tidak mampu. Namun ketika saya ingat bahwa saat ini usia saya sudah 71 plus, beda 16 tahun dari Sandro. Hati saya kembali tenang dan damai. Saya bersyukur, bahwa saya sudah diberikan kesehatan ,sedangkan ada banyak orang seusia saya , jangankan mendaki bukit, berjalan saja sudah susah.
Ternyata menerima kekalahan itu memang tidak mudah. Padahal saya tidak berkompetisi dengan siapa siapa dan tidak ada orang yang menonton ,kecuali keluarga sendiri.
Tidak berapa lama kemudian , Sandro menyusul turun. Saya datangi dan kemudian menyalaminya. Saya kalah terhadap Sandro, tetapi saya sudah memenangkan diri saya sendiri. Saya bersyukur kepada Tuhan.,bahwa dalam usia yang sudah tidak muda lagi, ternyata saya masih mampu mendaki sebuah bukit terjal,walaupun tidak sampai kepuncaknya.
Menerima tantangan alam ternyata mampu membangkitkan semangat hidup dan sekaligus meremajakan jiwa kita. Karena senantiasa terkurung dalam rutinitas hidup, akan menjadikan jiwa kita gersang dan layu.
Dalam hal ini pepatah dalam bahasa Latin:” Mensana incorpore Sano” ,didalam tubuh yang sehat,terdapat jiwa yang sehat,dapat diwujudkan melalui tekad dan keberanian kita untuk menerima tantangan alam. Menantang diri sendiri,ternyata lebih sulit ketimbang menantang orang lain.,Setidaknya hal ini berlaku bagi diri saya pribadi.
Perjalanan dan sekaligus pertualangan ini sungguh sungguh memberikan rasa damai dan semangat baru ,yang mengusir beban pikiran dan hati. Serta meremajakan jiwa.
Mount Saint Thomas,8 Agustus, 2014
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H