Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Mahasiswa Tunanetra asal Indonesia di Universitas Flinders

9 September 2014   15:34 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:13 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14102261711618674763

[caption id="attachment_341754" align="alignleft" width="700" caption="ft:koleksi pribadi/jakaahmad"][/caption]

Kisah Mahasiswa Tunanetra asal Indonesia di Universitas Flinders -Australia

Kisah Hidup yang Menginspirasi dan Memotivasi ,serta sarat dengan pesan moral ini, saya salin dari tulisan yang dituangkan sendiri oleh pelakunya. Setidaknya dengan membaca salah satu sudut kehidupan yang dijalaninya ,menjadi alarm bagi kita yang melek, untuk lebih bersyukur,sedangkan bagi yang kurang beruntung , kisah nyata ini dapat menjadi inspirasi dansekaligus motivasi diri. Saya hanya mencuplik sebagian dari kisah ini, yang menurut saya merupakan esensial dari penuturan Jack

Jaka Ahmad yang juga dikenal dengan nama "Jack" adalah mahasiswa tunanetra asal Indonesia yang sedang kuliah S2 program Social Work di Universitas Flinders, Adelaide, Australia. Selatan. Salah satu hobi Jack adalah senang bepergian, dan berikut pengalamannya dengan seorang supir bis di Adelaide.

Sangat terbiasa dengan hiruk-pikuk lalu-lintas Jakarta yang semrawut membuat Jack sangat cepat beradaptasi dengan lingkungan di Adelaide yang lebih teratur. Bayangkan saja, yang biasanya harus berlari, menghadang bis untuk menanyakan jurusannya, atau lompat dari bis ketika ingin turun dari bis yang tidak sepenuhnya berhenti, kini Jack tinggal berdiri manis di pemberhentian bis dengan merentangkan tongkat putihnya,yang merupakan indicator, bahwa pemegang tongkat ini adalah seorang tunanetra. Dan bis pun akan berhenti dengan sukarela agar  Jack bisa menanyakan jurusan bis tersebut.

Pengalaman Jack yang Mengesankan

Suatu sore, ketika Jack hendak pulang , ia menaiki bis 720 ke arah kota dari Flinders Medical Center. Sebelum duduk, Jack mengatakan pada supir, bahwa ia mau turun di bus stop 22. Biasanya Jack duduk di kursi paling depan, yang merupakan kursi prioritas bagi penyandang disabilitas, ibu hamil atau para senior citzen.

Di Australia ,anak anak dan kalangan mudanya ,sudah terbiasa untuk disiplin diri,berdiri dan memberikan tempat duduknya,bila ada orang tua atau orang yang membutuhkan tempat duduk,tanpa harus perlu diminta.Hal ini juga berlaku di Kereta Api dan angkutan umum lainnya.

Namun kali ini Jack duduk agak jauh dari supir. Bus berjalan dengan laju dan mulai asyik mendengarkan musik. Ketika sedang menikmati perjalanan sore tersebut, bis berhenti dan tiba-tiba sopir bis tersebut menyentuh pundak Jack dengan pelan.“Kamu seharusnya turun di stop 22, kan? Maaf, saya lupa… dan sekarang kita sudah di bus stop 18,” kata supir tersebut.

Dari intonasi suaranya, Jack bisa menilai kalau dia memang merasa bersalah. Tapi Jack sudah terlanjur kesal, jadi tanpa bicara, langsung berdiri dan berusaha untuk turun dari bis. Namun supir tersebut berkata :“Kalau kamu turun di sini, kamu akan kesulitan menyebrang sendirian karena tidak ada jalur penyebrangan. Tapi biarlah saya bantu kamu menyebrang,” ujar supir tersebut sambil mengikuti Jack.

Turun dari bis, sang supir kembali melanjutkan ”Atau kamu ikut saja sampai bus stop 16, karena di sana ada jalur penyebrangan dan kamu bisa menyeberang dengan aman lalu kamu bisa naik bis arah sebaliknya sampai di bus stop 22.”Masih kesal dan tanpa berbicara padanya, Jack kembali naik ke dalam bis, menyetujui usulan tersebut

Sampai bustop 16, supir tersebut menemani saya turun dari bis dan menuntun Jack. menuju jalur penyebrangan. Dia menekan tombol lampu penyebrangan dan menunggu bersama ..

“Kamu sebaiknya kembali ke bis,” kata Jack pada Sopir Bus. “ Kasihan penumpang lain mereka bisa terlambat nanti.”

“Saya akan seberangkan kamu terlebih dahulu, baru nanti saya lanjutkan perjalanan saya,” Jawaban Sang Sopir. “Tidak apa saya dicomplain, yang penting kamu selamat,” lanjutnya.

Jack sempat terperangah mendengar jawaban tersebut. Namun segera kembali meyakinkan supir tersebut untuk segera kembali ke bisnya namun tetap dia tidak beranjak dari posisinya. Lampu berubah hijau, dan kamipun menyebrang. Setelah itu, supir tersebut mengantar Jack ke bus stop yang ada di dekat penyeberangan tersebut. Dia mengatakan bahwa ini adalah bus stop 16, dan semua bus yang melintas akan melewati bus stop 22. Jack pun berterima kasih padanya sebelum akhirnya dia menyeberang kembali.

Kurang lebih 10 menit Jack  berdiri di bus stop tersebut dan akhirnya sebuah bis pun merapat. Baru saja Jack mau bertanya, tiba tiba supir bis tersebut berkata:“Naiklah, saya akan antar kamu ke bus stop 22. “Supir 720 yang tadi kamu naiki, sudah berkomunikasi dengan saya melalui radio panggil,” jawab supir tersebut santai. “Dia bilang kamu kelewatan  dan berpesan pada saya untuk mengantar kamu ke stop 22.”

Ingat Pengalaman di Indonesia.

Jack ingat hal ini sering terjadi saat ia berpergian di kota-kota di Indonesia, di mana sopir atau kenek lupa menurunkannyadi tempat yang di inginkan. Namun bila ini terjadi di Indonesia, perlakuan yang sering terjadi adalah mereka menurunkannya di suatu area yangtidak kenal, lalu menuruhnya untuk menyebrang dan naik arah sebaliknya, tanpa membantu untuk menyebrang..

Oleh sebab itu, kejadian di 720 tersebut cukup membuat Jack terkagum-kagum dengan perilaku orang Barat yang konon katanya cuek dengan orang lain.,seperti yang dituturkannya pada Radio Australia(sumber: radioaustralia/ft.koleksi pribadi: Jaka Ahmad)

Catatan Penulis:

Kendati bukan sebuah kisah heroik.namun sepotong cuplikan kisah perjalanan seorang putra Indonesia yang kurang beruntung,karena tidak bisa melihat , dalam perjalanan hidupnya menuntut ilmu di negeri seberang,dapat menjadi inspirasi dan sekaligus motivasi . Motivasi bagi semua orang, bahwa kalau Jack yang tunanetra, berani menempuh perjalanan ke negeri orang untuk menuntut ilmu, mengapa kita tidak? Untuk lebih bersyukur,bagi kita yang melek dan bagi yang kondisinya kurang beruntung, menjadi sumber motivasi,bahwa tunanetra atau kekurangan phisik,bukan berarti hidup sudah terhenti.

Sekaligus membuka cakrawala berpikir ,para sopir kendaraan umum di tanah air kita, untuk lebih peduli kepada penumpang yang membutuhkan pertolongan dan tidak melihat penumpang semata mata sebagai komoditiyang menghasilkan uang masuk.

Mount Saint Thomas, 09 September, 2014

Tjiptadinata Effendi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun