Jangan Pernah Menyerah, Percayalah Selalu Ada Jalan
“Jangan pernah menyerahEffendi, percayalah ,selalu ada jalan” Inilah nasihat guru saya ketika kehidupan kami sekeluargasungguh sungguh sedang terpuruk habis habisan. Petualangan saya di Medan selama 2 tahun,tidak menghasilkan apapun, selain menyisakan malaria yang akut dalam diri saya.Pulang ke kampung halaman dengan menebalkan kulit muka, karena malu bertemu teman teman dan kerabat.
Semuanya bertubi tubi menimpa hidup kami. Utang yang belum terbayar, anak sakit tidak ada uang untuk kedokter,cincin kawin sudah digadaikan. Aliran listrik diputuskan ,karena sudah 2 bulan menunggak, saya jatuh dari bus dan batuk darah.Mau minta tolong kepada siapa?Semua orang menjauh. Malah sahabat baik dan kerabat,tidak bersedia menerima saya ,masuk kedalam rumahnya. Cukup menghentikan langkah saya dipagar dan mengatakan :’”Maaf.kami sedang terburu buru mau keluar”. Serasa bumi itu menganga dan kami terperosok kedalam jurang tak berdasar.Seperti itulah perasaan saya pada waktu itu.
Selain istri saya ,tidak ada lagi tempat dimana saya bica bercerita, apalagi meminta saran. Semua sahabat dan kerabat menjauh dari saya. Seperti menjauhkan diri dari orang berpenyakit menular. Inilah agaknya hukum kehidupan, yang tidak pernah disinggung ,apalagi diajarkan dibangku kuliah.
Nasihat dari Guru saya
Waktu saya sedang berjalan linglung,tidak tahu mau kemana, bertepatan ketemu Gurusaya di tengah jalan. Sempat ngobrol sebentar dan kemudian menepuk bahu saya,sambal berkata:” Jangan pernah menyerah Effendi,Percayalah,selalu ada jalan”
Hanya sebuah kalimat, yang biasa biasa saja,Beliau tidak berkotbah panjanglebar dan juga tidak memberikan saya uang. Tetapi pesan yang keluar dari lubuk hati terdalam ,sungguh sungguh memenuhi seluruh rongga kehidupan . Seakan mendapatkan darah segar, saya kembali bersemangat menghadapi hidup .Dan setiap kali saya hampir putus asa, kalimat ini saya ulangi ,berkali kali
40 Tahun kemudian
Bulan Mei tahun 2012, kami ke Padang dan menginap di salah satu hotel.Tiba tiba mata saya terhenti pada sosok yang duduk dikursi roda. Saya kenal benar wajah ini. Karena inilah guru yang telah memberikan saya bekal hidup,melalui nasihatnya.
Kendati duduk dikursi roda, Guru saya yang pada waktu itu sudah berusia 94 tahun, masih kenal dengan wajah saya. Begitu saya salami ,kami berdua sangat terharu. Dan kata yang pertama ditanyakan adalah :” Masih ingat pesan saya?”
“ Jangan sombong “ jawab saya spontan. Dan ia langsung memeluk saya.Setelah puas bercerita, saya melihat beliau perlu istirahat dan saya pamitan. “Tunggu ,” beliau,ini ada sebuah puisi untuk anda. “ sambal menyerahkan selembar kertas. Saya kagumluar biasa,dalam usiah 94 tahun,otak Guru saya masih cerdas dan mampu menciptakan puisi.
Inilah Puisi Kenangan Terakhir dari Guru saya:
Tour Di World
Tengah mendekati Finish Tour Duniawi….
Berpetualang menantang cuaca kehidupan
Kau tertegun disapa kesadaran
Selangkah lagi jarak kedepan pintu pulang
Mengapit hanya harga prilaku
Selama di perjalanan
Meninggalkan segala perolehan duniawi….
Tadinya cara penata angka nilai