Mohon tunggu...
Tifano Choir
Tifano Choir Mohon Tunggu... -

sukses dengan caraku sendiri. seorang mahasiswa jurusan ilmu perpustakaan yang menganggap tidak hanya dengan organisasi kita dapat sukses. pemilik dari tulisanadalahnyawa.blogspot.com , pemilik akun @tjhoirfano

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Perbedaan di Setiap Hari Itu Wajar

12 Maret 2012   04:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:11 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perbedaan di setiap hari itu wajar, begitupula dengan hariku hari ini. Aku mulai terbangun sebelum mentari menunjukkan sinarnya bahkan adzan subuh belum berkumandang, “kena wangsit apaan ya aku bangun di pagi yang masih buta?” tanyaku dalam hati. Tau gak kenapa aku bangun sepagi itu? Ya, karena semalem aku di sms sama sosok manis, imut, lembut, agak coklat, kalian bertanya ya? Sosok apaan tuh? Ckck. Dia adalah salah seorang bidadari yang kehilangan sayapnya yang gak bisa balik lagi ke kayangan, malang nian nasibnya. Gak percaya? Teserah anda, ini bidadari versiku dia bidadari untuk ukuran hatiku “curcol bukan gombal abal-abal”. Dia sms gini “fan, besok saur gak?”. *ngomong ala komentator sepak bola* Kubalas dengan jurus chidori, langsung mengenai hatinya, tapi hatinya tak juga luluh, dan akhirnya dia menggiring perasaan ke hatiku dan akhirnya goooool hatinya benar-benar menancap di hatiku, tapi hatinya tak mau jua menerima hatiku *nangis darah sampek banjir* (ngaco nian hidupku ini). Namanya sms yo pastinya kubales sms pula lah bang!!! Dengan wibawa religius ku membalas smsnya “insya’Allah aku juga puasa”. Singkat cerita wae yo? Aku bener-bener saur waktu itu, tak lupa aku juga missedcall si dia, lalu ku sms dia lagi “bangun!” kataku. Biar bidadariku itu kagak kesiangan saurnya. Aku saur hanya sendiri meratapi keindahan kesunyian pagi dengan langkah gontaiku aku menghampiri dapur dengan perasaan was-was. Aku was-was karena di dapur rumah ortuku sering terjadi invansi massal oleh tikus-tikus komando yang bermarkas di atap-atap dapur. Dengan persenjataan seadanya aku memasukki wilayah mereka, tanpa pikir panjang ku berkomat-kamit jurus pamungkas “dengan kekuatan bulan dicampur dengan seonggok panci pergilah kau dari hidupku tikus-tikus lucu” kaburlah mereka semua karena mendengar jurus yang akan ku keluarkan. Haha im the winner now. Selesai bertempur habis-habisan dengan pasukkan tikus aku melaksanakan saur dengan lauk seadanya.setelah itu aku kembali terlelap menuju indahnya negri mimpiku.

Tak berapa lama mentaripun menyapaku, tapi mata ini masih mau tak mau untuk terbuka. Dari luar rumah ortuku terdengar suara dari tetanggaku “mbak shanti, fano dah siap belum?”. Mamaku menjawab “belum, baru bangun tidur”. Rencananya di pagi itu aku mau balik ke Jogja di mana aku kuliah, lantaran si ibu-ibu tetanggaku tadi mau nganter anaknya masukkin lamaran pekerjaan di Jogja maka ibu-ibu tadi bersama anaknya akan ikut aku pagi itu. Sedikit gosip ya? ibu-ibu tetanggaku ini orangya nice banget dia terkenal dengan suaranya yang lantang, melengking, aku suka ngeri kalo lagi dideketnya. Walau begitu aku berusaha kalem untuk menghadapinya. Tapi beruntung juga ku kali ini, biasanya balik ke Jogja naik kereta yang lumayan sumpek, gak ada acnya, tapi banyak jugak sih awewe-aweweknya hihi. Berhubung ke Jogja kali ini aku bawa misi mengawal ibu dan anak maka aku ke Jogjanya dibayarin, naik kereta ac pula, ckck, hidup memang tak pernah terduga boy. Gak ada hal menarik yang mau kubahas selama perjalanan ke Jogja di kereta ini. Biasalah dah terlalu biasa n sering naik kereta keren, toh gw nya juga keren kan? Haha.

Sesampainya di kos, aku lumayan terkejut ngliat sesosok spesies langka tinggi cungkring, dengan belahan rambut pinggir style ortu zaman sekarang, berkulit gelap tengah menatap wajahku yang imut nan polos. Ya, dia STMku red: sahabat tapi musuh. Sambil ngejogrok di depan kamar kosku, jongkok seakan akan melaksanakan ritual pembuangan kotoran, wajahnya yang mengiba memohon belas kasih padaku untuk segera membuka pintu kamar kosku yang menawan. Dalam hati aku berkata “bahaya ini, kamar kosku bisa-bisa tercemar virus baunisme”. Dengan langkah seribu aku berusaha mencari serbet gombalku untuk menghilang, red: kayak Harry Potter di film. Cling, seketika aku hilang masuk ke dalam kos temanku. Entah menggunakan ilmu mangeku saringgannya sasuke atau menggunakan indra penciumannya kibba dalam film naruto, aku juga tak paham kenapa dengan cepat dia dapat menemukan persembunyiaanku. Tak berapa lama dia nyeletuk kepadaku “yang sabar ya!”. Aku sedikit terdiam dan memutar otak “sabar kenapa?”. Dia menjawab “itu tu statusnya dia”. Semakin berpikir, maklumlah aku sulit berkomunikasi kalo sedang berkomunikasi dengan spesies lain seperti si STM, “status apaan sih?”. Dengan nyengir tanda kebahagiaanya si STM menjelaskan “kan smalem dia buat status tentang perbedaan-perbedaan, intinya jangan kau harapkan aku gitu deh”. Dengan terbata-bata aku mulai ngeh dengan apa yang si STM maksut. Disitulah aku mulai mencurahkan isi hati dan pikiranku terhadapnya biarpun kita musuh tapi setidaknya dia itu orang yang paling enak kalo diajak ngomong. Aku bercerita panjang lebar dengannya, sembari memutar lagu-lagu melow yang menyayat-nyayat hati, mendayu-dayu, mengombang-ambingkan perasaan aku mencurahkan semuanya bahkan rahasia terbesarku sebagai seorang pahlawan superpun aku ungkapkan padanya. Ya, aku adalah ultraman, mohon para pembaca jangan menyebarkan rahasia kalo aku adalah seorang ultraman yo! Karena nanti keadaan dunia bisa terancam *terkena virus film super hero*. Beginilah nasib ultraman sekarang ini, asal kalian tau saja yo, ultraman juga punya perasaan, bisa jatuh cinta,hehe. Setelah mendengar curhatku yang mendayu-dayu, eee si STM malah ngakak bahagia, seakan-akan dunia telah dikuasainya karena dia sejatinya adalah monster-monster musuh ultraman, tapi juga sahabat. Gimana ya? Aduh aku juga bingung. Setelah puas menertawai ultraman yang belum tentu nasib cintanya, kalo di film-film ultraman lampu yang ada di dadanya ultraman sudah berkedip-kedip dan berbunyi menandakan ultraman sedang sekarat. Inilah sisi kepedulian si STM terhadapku, dengan style nyolotnya dia, dia mencoba menenangkan aku dengan mengusap-usap rambutku, membelai punggungku, memeluk mesra tubuhku (woyyyy!!!!!! Stop! Stop! Gw bukan homo!) *just kidd*. Dia menceramahiku, memberiku wejangan, dan itu semua dapat membuka akal sehatku untuk menerima segala keputusan. Ya ultraman masih menanti jawaban walau mungkin terjawab dengan perih *nangis dalam hati, sampe hatinya bisa buat renang*. Sekian lebay dariku, lanjut lagi esok!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun