Mohon tunggu...
Tjhen Tha
Tjhen Tha Mohon Tunggu... Insinyur - Speed, smart and smile

\r\nIa coba menjelaskan bahwa kebiasaan dalam keluarga kita selalu menggunakan nick-name atau panggilan sayang, huruf (i) didepan nama Tjhentha bukanlah arti turunan produk Apple seperti iPhone, iPad atau iPod tapi itu adalah sebutan sayang untuk orang yang dicintai. jadi huruf (i) di depan nama itu bukanlah untuk maksud pembeda gender. Tjhentha itu sendiri berasal dari dua suku kata Tjhen Tha, karena dulu belum ada huruf C maka di tulis Tj dan aslinya adalah Chen Tha yang berarti Cin-Ta.\r\niCinta dalam artian makna orang yang dicintai dalam kondisi pasif (dicintai) karena ia masih dalam kandungan. Ketika ia sudah lahir, iCinta berubah menjadi Cinta yang berubah peran jadi aktif sebagai kata kerja atau kewajiban (mencinta). Kewajiban Cinta sama derajadnya seperti kewajiban sholat, haji, puasa, zakat dll. sebagaimana dituliskan dalam Qs 42:23.\r\n“Katakanlah hai Muhammad, tidak aku pinta upah atas dakwahku kepada kalian melainkan kecintaan kalian kepada keluargaku (Ahlulbait).”\r\nOrang tuaku menyampaikan pesan dan wasiatnya dalam namaku untuk membayarkan utang mereka kepada Rasulullah yang telah mengajarkan Islam kepada mereka.\r\nSemoga aku bisa membayar hutang-hutang kami kepada Rasulullah saw dengan men-Cintai Ahlulbaitnya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ober Coi

19 Februari 2017   06:27 Diperbarui: 11 Oktober 2017   09:09 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ober Coi"

Suhu udara siang itu mencapai minus dua drajad ketika kami mendarat di Masyad, Masyad kota kedua setelah Qom dalam rangkaian perjalanan ziarah ini, tiupan angin musim dingin menusuk telinga rombongan dari negeri tropis, kerinduan akan negeri khatulistiwa menerpa terlalu dini.

Sesampainya  di kamar hotel yang pertama kami cari bawaan temu lawak dan wedang jahe, upaya mengusir keterasingan cuaca dengan menghadirkan kehangatan negeri tropis. Akan tetapi kendala negri asing berbahasa parsi non arab dengan pemahaman inggris yang minim, apalagi dengan dialek melayu yang kami miliki, semakin mustahil untuk mendapatkan "seduhan air panas" yang diidamkan. Untung saja local guide kami masih disitu dan membantu translasinya -"Ober Coi" - katanya.

Dengan berbagai kendala bahasa room service membawakan satu termos air panas, siap untuk menyedu temu lawak dan wedang jahe, kami mulai menikmati winter di negeri asing dengan ala melayu.

Keesokan hari, sehabis ziarah sambil menunggu makan siang disiapkan di ruang makan, kami bermaksud meracik temulawak dan wedang jahe kembali. "Ober Coi" kata2 sakti ditampilkan lagi, "Ober Coi" please, tapi sayang ternyata magical words itu tidak menunjukan hasil, sang pelayan hanya menawarkan senyumannya dan sebuah jawaban yang tidak kami mengerti. Huuuhhh....apalah arti senyuman ketika itu tidak menawarkan apa2, - just useless - sepertinya.

Ketika makan siang baru saja dimulai, sang pelayan membawakan termos air panas kemeja kami dengan khas senyumnya. Ooohhh mungkin dia tadi mengatakan air sedang dipanaskan, dalam bahasa yang tidak kami mengerti. 

"Khailil mamnun....., ismi chie?"
"Morteza"
"wow"
 what a familiar name,,,Nama anak kami yang sama dengan nama morteza, ia pun tersenyum senang.
 "Sayeed" ia melanjutkan penjelasannya, bahwa nasabnya pun menyambung ke Nabi sawa.
 Terkesan ia begitu bangga dengan nasabnya terlihat dari senyumnya yang semakin tersunging malu.

Penampilan Morteza sedikit menarik untuk diamati selalu ramah dan percaya diri dan bangga akan pekerjaannya, serta lingkunganya. Tidak terbayang ada rasa rendah diri akan pekerjaannya sebagai pelayan restoran, apalagi jika dibandingkan nasabnya yang begitu mulia. Pemuda yang sangat menginspirasi.

Sejak kemarin "Smiling Morteza" melayani kami di ruang makan. Dari jauh juga terlihat ia berbicara dengan para tamu lain selain grup ziarah kami, sambil sesekali memandang ke arah kami, seakan sedang membicarakan orang2 asing yang berada di negeri asing. 

Para tetamu restoran yang berbicara denganya sering melemparkan senyum dan salam kepada kami, beberapa diantaranya menyapa dan menanyakan rangkaian dan tujuan ziarah kami. Menarik pada umumnya diantara mereka memperkenalkan dirinya dan memohonkan doa agar namanya disertakan pada saat kami menziarahi para Imam suci. 

Ternyata menjadi peziarah juga merupakan pengalaman yang istimewa karena mendapat sambutan hangat dari penduduk lokal dan selalu diistimewakan walaupun berada dinegeri asing, - feeling so homely. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun