(Memoriam Dr. Jalaluddin Rakhmat, MSc.)
18 Februari 2021
Tulisan ini untuk menyegarkan kembali kenangan-kenangan indah bersama pak Jalal, beliau ikut mewarnai lebih separuh perjalanan hidup ini dan berita kepergiannya menyesakkan dada, tak kuasa menerimanya.
Beliau adalah perintis dan pembuka jalan bagi murid-muridnya menuju bahtera suci Ahlulbait Nabi SAW.
------------------------------------------------------
Throwback dipertengahan tahun 80'an, kesan pertama bertemu beliau tidaklah sepenuhnya positif terutama untuk mahasiswa baru (masih culun - meminjam istilah ustadz Haidar Bagir) dari kampus gajah duduk. Saat itu hari terakhir penyelenggaraan studi islam intensif di gedung kayu masjid salman, pak Jalal masuk tergesa keruangan untuk mengisi sesi terakhir.
Hanya sebentar kemudian beliau menutup ceramahnya dan menyampaikan kalau sebenarnya beliau sudah dibatasi berbicara disini namun panitia tetap memaksanya. Jauh didalam hati, terbersit kata sepertinya tidak mungkin akan tertarik pada kajian beliau.
Akhirnya panitia menutup prosesi perbekalan mahasiswa baru dengan menyampaikan ucapan maaf dan sedikit latarbelakang beliau sebagai lulusan terbaik di Amerika, namun pemikirannyalah yang telah menjauhkan dengan pengurus yayasan masjid.
Sudah menjadi naluri manusia untuk tidak mau dilarang, semakin dilarang dan ditutupi akan menjadi penasaran dan rasa ingin tahu.
Kasus gedung kayu tersebut memicu keingin tahuan dan menyebabkan hati yang semula tertambat di salman tercerabut ke sebuah masjid kecil Al Munawwaroh dipelosok Bandung Selatan desa Kiaracondong.
Kami memanggilnya pak Jalal meniru keluarga beliau memanggilnya Bapak, hati ini terlalu kelu untuk memanggil beliau Kang Jalal atau Ustadz seperti orang-orang memanggilnya. Kata bapak lebih bermakna melindungi, membimbing dan rasa bertangung jawab.
Setiap minggu pagi sehabis subuh beliau memberikan kajian dilingkungan terbatas, walaupun letaknya terjepit diantara rumah penduduk ternyata jamaah Al Munawwaroh berdatangan dari penjuru yang jauh.