Cinta dan Kesederhanaan
Sedari tadi mata ini terus terpaku pada seorang bapak tampak sederhana, ditemanin anak laki-lakinya.
Menggenakan baju kaos hitam-hitam dan topi hitam. Walaupun terlihat sederhana sepertinya ia mengenakan sandal kulit coklat yang terlihat baru, hanya saja pergelangan tanganya lebih menghitam seperti orang yang bekerja dibawah diterik mentari yang ditutupi jaket hingga pergelangan tangan.
Topi hitam yang dikenakannya lebih meyakinkan kalau ia bagian dari kelompok orang-orang sorban hitam.
Sedikit sekali gerakan yang dilakukannya, seperti seorang yang sedang khusuk dalam sholatnya. Padanganya lurus jauh ke mimbar menyimak pembacaan tragedi karbala yang dialami cucu terkasih Rasulullah saw.
Untuk hadir pada acara Asyura Nasional 1441 di tennis door senayan, beliau hanya berbekal air minum dan sepotong roti yang dimakan berbagi dengan anaknya. Sesekali ia memeluk anaknya yang setia menemani.
Hal yang istimewa darinya adalah ia menghadiri acara aza (duka) dengan berbekal saputangan handuk yang hampir tidak pernah lepas dari tangannya.
Tidak banyak yang hadir pada acara Haul Imam Husein as mempersiapkan dan membawa perbekalan seperti ini. Sepertinya ia sudah tahu dan mempunyai pengalaman panjang mengenai ini, bahwa akan ada banyak cucuran airmata sepanjang acara.
Acara-acara seperti ini sarat dengan suasana supranatural, seakan Nabi saw, bunda Zahra sa dan para Aimah as turut hadir bersama dan menangis menumpahkan airmata bersama para tamu-tamu aza Imam Hussain as yang berkali-kali menyambut teriakan....labbaika ya Huseein....labbaika ya Husein.....labbaika ya Husein....
Berkali-kali disaat duduk mendengarkan khutbah dan disaat berdiri pembacaan maktam kesedihan ia menggunakan saputanggannya menyeka dan menghapus airmata yang tak terbendung mengucur deras.
Sepertinya ia menikmati acara ini dengan kesendiriannya, asing dengan orang-orang sekitarnya. Menikmati rasa kedukaan dengan khidmat yang mendalam.