Pemerintah zaman NOW bertekad membentuk enam Holding BUMN yaitu tambang, energi, bank, konstruksi dan jalan tol, perumahan dan pangan. Dan Pemerintah zaman OLD telah berhasil membangun Holding BUMN Perkebunan Nusantara, Holding Semen Indonesia dan Holding Pupuk Indonesia.
Holding tambang telah berhasil dilaksanakan pada tanggal 29 November 2017, sedangkan langkah awal Holding Energi baru dimulai tanggal 25 Januari 2018 dengan mengakusisi Pertagas kedalam PGN. Holding Gas,Penggabungan (merger) Pertagas kedalam PGN dan menjadikan PGN anak perusahaan yang menginduk ke Pertamina, inilah yang mereka mereka sebut Holding Migas.
Padahal sebenarnya merger ini belum bisa disebut "Holding Migas" karena yang digabungkan hanya subsektor gas dan hanya bagian sektor hilir migas jadi akan lebih tepat kalau disebut dengan "Holding Gas" karena aktifitasnya lebih bermuara ke hilir.
Dalam merger ini diharapkan dapat menekan kewajiban Pertamina terhadap pembangunan infrastruktur bagi Pertagas dan menurunkan biaya operasi kedua perusahaan tersebut, karena PGN akan dapat menggunakan fasilitas pipa milik Pertagas dan begitu juga sebaliknya tanpa ada tambahan tol-fee pipa.
Namun, jika ditanya apakah merger ini dapat menurunkan harga jual gas di konsumen akhir? Tentu jawabnya "tidak". Karena merger ini hanya lebih berdampak pada kenaikan pendapatan perusahaan. Struktur harga gas sendiri sebagian besar atau 90%nya ditentukan oleh sektor hulu, oleh karena itu perbaikanharga jual gas lebih kepada upaya efisiensi sector hulu migas.
Pembentukan Holding ini tentunya mendapat sorotan tajam dari Parlemen, hal ini disebabkan karena hilangnya kesempatan untuk memantau kinerja PGN yang sudah relatif baik dan jaminan Pemerintah bahwa sinergi ini akan membuahkan kinerja yang lebih baik dan menguntungkan bagi masyarakat.
Bapak Tanri Abeng pernah mengeluh dan membandingkan lemahnya kinerja BUMN kita, dimana pendapatan seluruh 141 BUMN sebesar $13,5 miliar tertinggal jauh oleh satu perusahaan minyak Malaysia - Petronas sebesar $20 miliar dan pada tahun 2014.
Sekarang mari kita lihat perkiraan indikator kinerja dari dampak merger ini bagi perusahaan induknya (Pertamina) terhadap perusahan migas dikawasan.
Global Fortune 500 tahun 2017 menempatkan Pertamina pada rangking 289 dibawah PTT Thailand dengan rangking 192 dan Petronas dengan rangking 184.
Perkiraan revenue Pertamina bertambah dari PGN akibat merger akan menjadi 50 trilyun rupiah dan memperkecil jarak selisih menjadi $8 miliar dari PTT dan Petronas dengan revenue berkisar pada nilai $49 miliar.
Profit Pertamina saat ini sudah melampaui profit PTT dan sedikit dibawah Petronas yang sudah mencapai nilai $4 miliar.
Secara aset Pertamina sedang mengejar aset PTT , namun masih separuh dari nilai aset yang dimiliki Petronas $134 miliar.