Mohon tunggu...
Tjhen Tha
Tjhen Tha Mohon Tunggu... Insinyur - Speed, smart and smile

\r\nIa coba menjelaskan bahwa kebiasaan dalam keluarga kita selalu menggunakan nick-name atau panggilan sayang, huruf (i) didepan nama Tjhentha bukanlah arti turunan produk Apple seperti iPhone, iPad atau iPod tapi itu adalah sebutan sayang untuk orang yang dicintai. jadi huruf (i) di depan nama itu bukanlah untuk maksud pembeda gender. Tjhentha itu sendiri berasal dari dua suku kata Tjhen Tha, karena dulu belum ada huruf C maka di tulis Tj dan aslinya adalah Chen Tha yang berarti Cin-Ta.\r\niCinta dalam artian makna orang yang dicintai dalam kondisi pasif (dicintai) karena ia masih dalam kandungan. Ketika ia sudah lahir, iCinta berubah menjadi Cinta yang berubah peran jadi aktif sebagai kata kerja atau kewajiban (mencinta). Kewajiban Cinta sama derajadnya seperti kewajiban sholat, haji, puasa, zakat dll. sebagaimana dituliskan dalam Qs 42:23.\r\n“Katakanlah hai Muhammad, tidak aku pinta upah atas dakwahku kepada kalian melainkan kecintaan kalian kepada keluargaku (Ahlulbait).”\r\nOrang tuaku menyampaikan pesan dan wasiatnya dalam namaku untuk membayarkan utang mereka kepada Rasulullah yang telah mengajarkan Islam kepada mereka.\r\nSemoga aku bisa membayar hutang-hutang kami kepada Rasulullah saw dengan men-Cintai Ahlulbaitnya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

I La Galigo dan Macan Ali

11 Oktober 2014   21:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:27 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14130117431597673156

I La Galigo dan Macan Ali

Dating”, istilah yang digunakan janji bertemu bagi calon kekasih untuk saling mengenal kepribadian masing-masing. Museum merupakan salah satu tempat favorit yang sering dijadikan janji bertemu, bukan hanya karena tempatnya yang senyap tetapi juga tempat ini menyediakan informasi dengan topik pembicaraan yang beraneka ragam sebagai “ice-breaker” pemecah kekakuan bagi perasaan asing bersama lawan bicara yang baru.

Museum Fort Roterdam di tepi pantai Losari Makassar adalah tempat yang layak di Datangi walaupun tidak dalam acara Dating. Tempat ini adalah bekas benteng dan gedung-gedung peninggalan zaman kolonial Belanda yang terawat rapi dan terlihat apik dengan taman-taman yang ditumbuhi pepohonan dan bunga-bungaan yang segar berseri. Gedung-gedung didalam benteng tersebut dijadikan Museum yang tersimpan berbagai peninggalan benda-benda sejarah zaman pra-kolonial dari kerajaan-kerajaan Bugis di Sulawesi Selatan yang sangat berharga.

Surprise!!!....itulah kesan pertama, terutama bagi turis lokal dari luar daerah, kenyataan Kerajaan Luwu yang berlokasi diteluk Bone menjadi salah satu Kerajaan tertua di Indonesia yang selama ini hampir tidak terdengar dan sungguh sebuah misteri. Dalam buku-buku sejarah disekolah tidak banyak yang menceritakan keberadaanya, seakan kekayaan budaya nusantara ini terlewatkan.

Sulawesi Selatan mempunyai tiga Kerajaan Bugis yang besar yaitu Kerajaan Gowa, Kerajaan Bone dan Kerajaan Luwu. Tetapi kerajaan Luwu adalah yang utama dan tertua dengan penulisan sejarah yang baik. Diperkirakan Kerajaan Luwu sudah ada sejak abad VII sampai abad XV. Lokasi Kerajaan Luwu awalnya berada diperbukitan tepi danau Matano dan sungai Ussu, kemudian berpindah ke Malangke dan ke palopo didaerah pesisir sejalan dengan majunya perdagangan.

Berbeda dengan wilayah nusantara lainya yang dikenal dengan kekayaan rempah-rempahnya. Kerajaan Bugis ini dikenal dengan hasil pertambangan nikel dan besi serta kemampuan melebur besi menjadi menjadi logam dan senjata. Novelis ko Ping Ho begitu menyanjung kehebatan Keris Brojol Luwu. Dalam Negarakertagama karya Mpu Prapanca disebutkan hubungan perdagangan yang baik dengan Majapahit untuk pembuatan senjata oleh Mpu Luwu. Kemampuan tambang inilah yang membawa jejak-jeak keberadaan Kerajaan Luwu sampai ke Madagaskar dan Zibabwe di Afrika Selatan.

Sejarah budaya dan adat istiadat Kerajaan Luwu ditulis dalam maha karya sastra klasik I La Galigo yang ditulis dalam huruf Lontara dalam bahasa Bugis kuno sekitar abad XIV. Ketika dicoba salin ulang, ringkasan puisi berbait lima ini mencapai 6000 halaman yang terdiri 300.000 baris. I La Galigo merupakan karya sastra terpanjang di dunia melebihi Mahabrata dari India dan karya Homeros dari Yunani. UNESCO menetapkanya menjadi warisan dunia sebagai Memori of the World. Naskah I La Galigo saat ini tersimpan rapi di perpustakaan Universitas Leiden Belanda.

Epos I La Galigo mengkisahkan mulai penciptaan dunia dan bentang Sulawesi Selatan yang kosong kemudian penempatan penguasa bumi oleh dewa langit. Dalam kisah ini juga diceritakan mengenai Saweringgading yang berasal dari kerajaan Luwuk membantu Bangsa Yuwana (di vietnam) menaklukan dominasi Kekaisan Tang di Tiongkok. Epic ini bercerita tentang keindahan formasi strategi penyerangan melalui bukit di daratan dan penyusupan prajurit dalam kapal pedagang sampai penyerangan langsung dimalam hari dari laut yang melibatkan 5700 kapal. Akibat kekalahannya Kaisar Tang menyerahkan Putri We Cudai kepada Saweringgading untuk dijadikan istrinya.

Walaupun perkawinan bukanlah tujuan utama peperangan dan konon kabarnya We Cudai berwajah sangat mirip dengan saudara kembar Saweringgading yang dicintainya dalam romansa tersebut mereka diberitahu kemudian karena dibesarkan dari tempat yang berbeda. Patah-hati merupakan salah satu alasan sentimentil Saweringgading meninggalkan Kerajaan Luwu menuju Tiongkok. Dari perkawinannya dengan We Cudai lahirlah anak yang diberi nama I La Galigo.

Bagi para penulis sejarah yang berpikir sangat rasional, naskah I La Galigo tidak bisa dijadikan rujukan sejarah bukan hanya karena naskah ini banyak bercerita tentang legenda heroik tapi juga bercerita tentang mitos kerajaan dewa langit dan perjalanan kembali kelangit melalui jalur sungai. Walaupun berdasar kepercayaan animisme dengan budaya megalitikum, sebagian analis sejarah mengatakan, jika setting peristiwa Saweringgading dalam naskah ini bercerita mulai abad ke VII mungkin saja pelaut bugis ini sempat bertemu Nabi Muhammad saw dan terinspirasi dalam kisah-kisah penciptaan Nabi Adam as pada Batara Guru yang dijadikan penguasa bumi oleh dewa langit dan kisah perjalanan kembali ke langit diambil dari perjalanan Isra’ Mi’raj.

Masuknya Islam di Kerajaan Luwu diperkirakan pada abad XVI yang dibawa oleh tiga orang ulama yaitu Abdul makmur, Sulaiman dan Abdul JAWAD yang berasal dari Kerajaan Minangkabau dan menempuh pendidikan islam dari Kesultanan Aceh. Islam adalah agama mayoritas di Sulawesi Selatan, akan tetapi penyebaran Islam disini baru berhasil setelah terislamisasinya Kerajaan Luwu. Masjid pertama yang dibangun berangka tahun 1594M di desa Tana Rigela – Bua. Raja Luwu yang pertama masuk Islam adalah Datu La Patiware Daeng Parabbung (Datu Luwu ke XIII) dan Masjid Jami Kerajaan dibangun bertahun 1604M di palopo yang menjadi masjid tua terbaik di nusantara.

Menarik dari jejajk-jejak peninggalan Kerajaan Luwu yang ada di Museum ini, kita dapati panji-panji berupa bendera dan simbol yang menggambarkan Pedang Zulfikar Nabi saw yang ujungnya bermata dua yang diberikan kepada Imam Ali kw untuk mempertahankan islam dari kaum musyrik. Disamping itu juga ada panji-panji bendera yang dilambangkan dengan Macan Ali yang merupakan “Haidar” gelaran khusus Imam Ali kw yang diberikan ibundanya Fatimah binti Asad. Lambang-lambang ini juga kita dapatkan pada kesultanan Cirebon dibawah pemerintahan Wali Songo.

Tanda-tanda ini menunjukkan penyebaran awal Islam di Kerajaan Luwuk yang bergerak dari Kesultanan Aceh, Kerajaan Minangkabau merupakan ulama-ulama yang berwilayah pada Imam Ali kw. Kita masih mendapatkan syair2 ratapan yang mengkisahkan peristiwa pembantaian imam Hussein cucu Nabi saw pada puisi/lagu tarian di Aceh dan peringatan tahunan acara duka Tabuik di Pariaman sejak tanggal 1 s.d. 10 Muharam yang membawa keranda Imam Hussein.

Ini bukanlah akhir pencarian kita di Sulawesi Selatan, baru saja dinyatakan penemuan lukisan tertua di gua yang terletak di Maros merupakan jejak-jejak tertua manusia modern yang berusia 40.000 tahun lebih yang lebih tua dari lukisan El-Castillo di Spanyol yang disebut berusia 40.800 tahun. Berbicara rentang usia 40.000 tahun sejalan dengan penempatan Nabi Adam as di bumi, mungkin kita bisa membaca jejak-jejaknya di tanah bugis ini.

-

[caption id="attachment_347141" align="aligncenter" width="720" caption="Foto Peninggalan Kerajaan Luwu - koleksi pribadi"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun