Mohon tunggu...
Tjatur Piet
Tjatur Piet Mohon Tunggu... Swasta -

Saya biker...

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kepala Daerah Baru, Ini Cara Menangi Pilkada Berikutnya!

10 Desember 2015   09:27 Diperbarui: 10 Desember 2015   16:18 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wanita menggendong anaknya saat melihat poster para kandidat ada daftar pemilih di lingkungannya saat pelaksanaan pemilihan kepala daerah di Tangerang, Banten, 9 Desember 2015. (AP PHOTO / TATAN SYUFLANA)

Asyik juga melihat tayangan tipi sejak awal Desember 2015 ini, di mana topik pilkada serentak banyak menghiasi media baik cetak maupun elektronik. Semua pasangan calon seperti biasa berkampanye, berusaha muncul ke tingkat yang paling atas supaya bisa dilihat oleh semua calon pemilihnya.

Sejak pemanfaatan medsos yang secara fakta berhasil menaikkan pamor atau tingkat kepopuleran calon, begitu pula yang sekarang dilakukan, semua calon peserta pemilukada serentak tahun 2015 berkampanye di medsos yang ada, berusaha berinteraksi langsung dengan calon pemilihnya. Pengelolanya tentu saja bukan sang calon langsung, tetapi ada tim khusus yang mengurusi baik membuat status atau tweet yang berkaitan dengan visi dan misi dan juga ajakan memilih, juga merespons komentar atau status yang masuk. Cara lama seperti membuat banner atau spanduk besar-besar bergambar foto pasangan dan nomor urut pasangan tetap dibuat walau seringkali pemasangannya malah terlihat mengotori keindahan kota. Bagi seseorang yang mulai "digadang-gadang" sebagai balon, hal yang dilakukan ketika mendekati pendeklarasian adalah giat melakukan "blusukan pencitraan" ke tempat-tempat keramaian, memberi sumbangan atau bantuan (yang pamrih), maksudnya tidak lain supaya masyarakat mengenalnya.

Bagi petahana yang akan maju lagi sebagai calon, tentu lebih mudah dan lebih murah melakukan kampanye. Kadang pemantau baik pihak lawan maupun pemantau dari KPU kesulitan untuk menuduh bahwa sang Petahana telah melakukan "gerakan curi start". Selama petahana melakukan blusukan menggunakan waktu, biaya dan peralatan dinas termasuk kendaraan dinas di dalamnya dengan alasan kunjungan kerja atau pemantauan hasil kerja, maka itulah yang menjadi kesulitannya. Syukurlah sekarang ada beberapa petahana yang benar-benar bekerja demi kepentingan rakyat sesungguhnya, sulit bagi mereka yang akan bertanding melawan petahana semacam ini.

Siang hari ini setelah pencoblosan semua pasangan calon termasuk para pendukungnya "deg-degan" melihat hasil quick count yang berjalan. Bagi yang menang di quick count merasa yakin kemenangannya sudah diperoleh kemudian melakukan perayaan tidak resmi atas kemenangannya minimal dengan sujud syukur, sementara yang kalah di quick count tetapi merasa menang akan ngotot menunggu hasil perhitungan resmi KPU, mereka tidak mau terburu-buru mengakui secara terbuka kemenangan lawannya.

Kekalahan pasangan calon memang bermacam-macam, seperti melawan petahana yang sudah terbukti hasilnya dalam memimpin atau caranya memimpin, dukungan partai politik yang mengusungnya dalam hal ini nama partai dan jumlah partai, politik uang yang masih sering digunakan dan dibagikan beberapa jam sebelum pencoblosan sehingga diistilahkan "serangan fajar", juga bisa jadi pasangan calon telat berkampanye. Mereka menjadi pasangan calon yang dadakan. Seperti seorang mahasiswa yang tidak begitu serius dalam proses perkuliahan dan kemudian melakukan belajar kebut semalam sebelum ujian, bagaimana hasilnya bagus atau bisa lulus dengan memuaskan? Tetapi sebenarnya ada satu yang sangat menentukan kemenangan pasangan calon, yaitu track record pasangan calon tersebut. Masih ingat dulu ada seorang yang sudah memproklamirkan diri sebagai calon presiden kemudian terus berkampanye beratus kali di tipi miliknya namun pada saatnya tidak jadi maju sebagai calon presiden karena menurut survey tidak bakalan menang? Saya yakin masyarakat tahu karena buruk sekali track record-nya.

Sebenarnya "masa kampanye" itu sudah bisa dimulai sejak seseorang dilantik menjadi pejabat terpilih. Pejabat baru bisa langsung bergerak menunjukkan bukti bukan janji, selalu memberikan yang terbaik. Siapa pun yang akan maju di masa berikutnya, silakan saja dengan cara yang sama, bukan dengan kampanye hitam, bukan dengan menjadi oposisi buta mata buta hati. Membangun negeri tidak harus selalu menjadi pemimpin negeri bekerja dan berbakti untuk rakyat, membuat sesuatu yang berguna bagi rakyat dengan tulus ikhlas. Rakyat pasti akan tahu siapa yang benar-benar mempunyai itikad baik dan tulus demi kemajuan dan kemakmuran bersama... Pada saatnya ketika mereka maju, tidak perlu mengotori kota dengan spanduk-spanduk besar berwarna-warni atau berbusa-busa menyampaikan visi dan misi atau menyebar pasukan serangan fajar "memberi rizki". Rakyat semakin pintar, mereka sudah tahu mana yang akan dipilih karena mereka sudah bosan dibohongi.

Saatnya Pemimpin Bersih yang memimpin negeri...

 

Salam sukses..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun