Siklus PDCA ini merupakan proses berkelanjutan yang menekankan pentingnya evaluasi, perbaikan, dan iterasi. Pendekatan ini memungkinkan organisasi untuk terus meningkatkan kinerja mereka secara berkesinambungan dengan menggunakan pendekatan sistematis dan terstruktur.
Model ini sering digunakan dalam berbagai konteks, termasuk manajemen kualitas, manajemen proyek, perbaikan proses, dan inovasi produk. Prinsip PDCA juga sering diintegrasikan dalam standar manajemen mutu seperti ISO 9001 untuk membantu organisasi dalam mencapai dan mempertahankan standar kualitas yang tinggi.
Bagaimana bila manajemen model PDCA ini dikaitkan dengan kontek perpajakan dalam menjalankan praktik transfer pricing disebuah Perusahaan.
Manajemen Model PDCA dapat diterapkan sebagai kerangka kerja yang membantu perusahaan untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi pajak terkait transfer pricing serta untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas strategi transfer pricing mereka. PDCA dapat juga digunakan sebagai pendekatan yang terstruktur untuk memastikan bahwa kebijakan transfer pricing sebuah perusahaan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku serta efisien dalam mengelola transaksi antar perusahaan.
Berikut tahapan PDCA didalam menjalankan praktik transfer pricing:
- Plan (Rencana):Â
- Identifikasi Transaksi Terkait: Perusahaan harus mengidentifikasi transaksi yang melibatkan transfer barang, jasa, atau hak kekayaan intelektual antara entitas atau anak perusahaan di berbagai yurisdiksi.
- Penetapan Kebijakan Transfer Pricing: Dalam tahap ini, perusahaan merencanakan strategi transfer pricing. Hal ini mencakup mempertimbangkan aturan perpajakan terkait dan praktek terbaik dalam industri.
- Analisis dan Pemilihan Metode: Perusahaan juga melakukan analisis untuk menentukan metode yang sesuai untuk menilai transaksi transfer pricing. Misalnya, apakah menggunakan metode perbandingan (comparable uncontrolled price), cost-plus, atau lainnya.
- Do (Lakukan):
- Implementasi Kebijakan: Setelah rencana dibuat, perusahaan mengimplementasikan kebijakan transfer pricing ini dalam transaksi sehari-hari antar entitas bisnisnya.
- Pelaksanaan Transaksi: Transaksi sehari-hari dilakukan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Misalnya, harga produk yang ditransfer antar divisi perusahaan sesuai dengan kebijakan transfer pricing.
- Check (Periksa):
- Evaluasi Kinerja: Perusahaan memeriksa hasil transaksi transfer pricing untuk memastikan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
- Audit Internal: Pemeriksaan internal dilakukan untuk memeriksa kepatuhan terhadap kebijakan transfer pricing yang berlaku serta efektivitasnya dalam mencapai tujuan perusahaan.
- Pembandingan dengan Aturan Perpajakan: Perusahaan juga membandingkan hasil transaksi dengan aturan perpajakan yang berlaku di berbagai yurisdiksi yang terlibat.
- Act (Tindaklanjuti):
- Perbaikan dan Penyesuaian: Jika ada penyimpangan atau masalah yang ditemukan dalam pemeriksaan, perusahaan melakukan tindakan perbaikan sesuai dengan hasil evaluasi.
- Pembaruan Kebijakan: Jika ada perubahan dalam aturan perpajakan atau kondisi pasar, perusahaan memperbarui kebijakan transfer pricing mereka agar tetap relevan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
- Peningkatan Proses: Perusahaan juga dapat melakukan pelatihan atau peningkatan dalam proses mereka untuk memastikan bahwa staf terkait memahami dan menerapkan kebijakan transfer pricing dengan benar.
Dalam konteks pajak dan transfer pricing, siklus PDCA membantu perusahaan untuk terus memperbaiki proses mereka, mengoptimalkan kepatuhan pajak, dan mengurangi risiko atas ketidakpatuhan. Dengan melakukan evaluasi berkelanjutan dan melakukan perbaikan berdasarkan hasil evaluasi, perusahaan dapat memastikan bahwa kebijakan transfer pricing mereka tetap sesuai dengan peraturan yang berlaku dan kondisi pasar yang terus berubah. Sebab pada dasarnya Perusahaan wajib secara berkala untuk memantau dan meninjau Kembali praktik transfer pricing mereka agar memastikan bahwa mereka tetap relevan dan sesuai dengan perubahan dalam struktur bisnis, peraturan perpajakan, dan kondisi pasar. Dengan adanya model PDCA akan memberikan kemudahan bagi Perusahaan untuk melakukan perbaikan dan evaluasi.
# Melihat praktik transfer pricing dengan sudut pandang teori Johari Window
 Teori Jendela Johari adalah model psikologis yang digunakan untuk memahami dan meningkatkan kesadaran diri seseorang atau sebuah kelompok. Teori ini diciptakan oleh dua psikolog, Joseph Luft dan Harrington Ingham, yang menggambarkan persepsi diri dan persepsi orang lain terhadap diri seseorang melalui empat 'jendela' atau area pengetahuan terdiri dari: Arena Terbuka (Open Area), Arena Tersembunyi (Hidden Area), Arena Buta (Blind Area), dan Arena Tertutup (Unknown Area).
- Arena Terbuka (Open Area): Ini adalah bagian dari diri kita yang diketahui oleh diri sendiri dan juga oleh orang lain. Di sini, komunikasi terbuka dan informasi pribadi atau karakter yang disadari oleh orang lain dan oleh diri sendiri.
- Area Buta (Blind Area): Ini adalah bagian dari diri kita yang tidak kita sadari, tetapi diketahui oleh orang lain. Informasi ini mungkin tentang perilaku atau karakteristik kita yang tidak kita sadari, tetapi terlihat oleh orang lain melalui interaksi dengan kita. Umpan balik dari orang lain menjadi kunci untuk meningkatkan pemahaman diri dalam area ini.
- Tumpukan Tersembunyi (Hidden Area): Ini adalah bagian dari diri kita yang kita sadari tetapi tidak kita bagi atau tunjukkan kepada orang lain. Di sini, mungkin ada informasi atau pengalaman pribadi yang kita simpan untuk diri sendiri karena alasan tertentu, seperti rasa malu, rasa takut, atau privasi.
- Area yang Tidak Diketahui (Unknown Area): Ini adalah bagian dari diri kita yang tidak kita sadari dan juga tidak diketahui oleh orang lain. Mungkin ada potensi, sifat, atau pengalaman yang belum tersingkap atau disadari oleh diri sendiri maupun orang lain.
Tujuan dari Teori Jendela Johari adalah untuk memperluas area terbuka (Open Area) dengan memperluas kesadaran diri dan mengurangi area yang buta dan tersembunyi melalui komunikasi, umpan balik, dan introspeksi. Dengan berbagi informasi dan menerima umpan balik, seseorang dapat meningkatkan pemahaman diri dan meningkatkan hubungan interpersonal.
Ketika konsep 4 jendela Johari diterapkan pada praktik perpajakan terkait transfer pricing dalam suatu perusahaan, konsep ini dapat memberikan pemahaman yang menarik. Berikut 4 area dalam jendela Johari dalam konteks perpajakan terkait transfer pricing:
- Arena Terbuka (Open Area); Ini mencakup informasi dan data yang dikenal oleh perusahaan dan juga oleh pihak luar. Dalam konteks transfer pricing, ini mungkin mencakup informasi tentang kebijakan transfer pricing perusahaan yang tersedia untuk pihak berkepentingan eksternal, seperti otoritas pajak. Misalnya, kebijakan perusahaan tentang penetapan harga transfer untuk produk atau layanan antar anak perusahaan yang diungkapkan secara terbuka dalam laporan keuangan atau dokumen perpajakan.
- Arena Tersembunyi (Hidden Area); Area ini berisi informasi yang diketahui oleh perusahaan tetapi tidak diungkapkan kepada pihak luar, termasuk otoritas pajak. Dalam konteks transfer pricing, ini mungkin mencakup detail atau strategi spesifik dalam penetapan harga transfer yang tidak secara terbuka diungkapkan dalam laporan keuangan atau dokumen perpajakan. Ini bisa termasuk pertimbangan tentang alokasi biaya, penentuan harga, atau struktur perusahaan yang tidak transparan secara eksternal.
- Arena Buta (Blind Area); Ini mencakup informasi atau aspek yang diketahui oleh pihak luar, termasuk otoritas pajak, namun tidak dipahami atau diketahui oleh perusahaan itu sendiri. Dalam konteks transfer pricing, ini bisa terjadi ketika otoritas pajak memiliki informasi tentang praktik transfer pricing yang tidak diakui atau dipahami sepenuhnya oleh perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya kesadaran atau pemahaman perusahaan terhadap risiko atau implikasi dari pendekatan transfer pricing yang mereka gunakan.
- Arena Tertutup (Unknown Area); Area ini mencakup informasi yang tidak diketahui oleh perusahaan dan juga oleh pihak luar. Dalam konteks transfer pricing, ini bisa mencakup aspek atau implikasi jangka panjang dari praktik transfer pricing yang belum dipahami atau diperhitungkan oleh perusahaan. Misalnya, risiko perubahan regulasi perpajakan atau implikasi pajak dari praktik transfer pricing di masa depan.
Penerapan konsep Jendela Johari dalam praktik perpajakan terkait transfer pricing memungkinkan perusahaan untuk:
- Meningkatkan transparansi - Dengan memindahkan informasi dari area tersembunyi ke area terbuka, perusahaan dapat meningkatkan transparansi dan keterbukaan terkait kebijakan dan praktik transfer pricing mereka.
- Mengurangi risiko pajak - Dengan menyadari area buta dan memperluas pengetahuan tentang perspektif otoritas pajak, perusahaan dapat mengurangi risiko terkait ketidaktahuan mereka terhadap implikasi pajak dari praktik transfer pricing.
- Meningkatkan kepatuhan - Dengan memahami area yang tidak diketahui, perusahaan dapat lebih siap menghadapi perubahan regulasi perpajakan dan menyesuaikan praktik transfer pricing mereka dengan lebih baik.