Mohon tunggu...
Mario Octavianus
Mario Octavianus Mohon Tunggu... karyawan swasta -

just a common person

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Akibat Nonton YouTube DKI

15 Maret 2015   04:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:39 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pak Ahok, anda harus bertanggung jawab ngantuk saya jadi hilang gara-gara nonton rekaman rapat angket dengan konsultan e-budgeting. Daripada gregetan jadi ga bisa tidur, mending saya tuangkan ke dalam tulisan aja....

Dalam rekaman tersebut, terlihat dengan jelas bagaimana bernafsunya tim angket, mencari kemungkinan kesalahan dari pihak Pemprov, ujung-ujungnya Ahok. Dimulai dari surat pengangkatan, pembayaran honor, anggaran yang digunakan untuk membayar jasa dari anggaran mana. Lebih lanjut dipermasalahkan mengenai perorangan melakukan karya untuk negara dalam hal ini Pemprov DKI.

Sejujurnya, sangat sulit memahami pola pikir anggota dewan, dan sangat sulit mengatakan mereka beritikad baik dalam angket ini. Bagaimana mungkin, seseorang yang sudah merelakan seluruh tenaga dan pikirannya untuk membuat suatu terobosan, suatu kemudahan, akhirnya diragukan, hanya karena bersifat perorangannya. Dilihat dari sisi ekonomi, jelas lebih murah membayar perorangan dibanding perusahaan, dari sisi hukum, setahu saya, tidak ada larangan seseorang memberikan sumbangsih kepada negara. Bila ini dipermasalahkan, tentu sangat bertentangan dengan slogan "mendorong peran aktif masyarakat", ditambah statement anggota DPRD "yang penting caranya benar", lalu cara mana yang salah? Kalau mencari uang dengan korupsi, baru itu namanya salah, cara salah, niat salah, jelas hukumnya pidana.

Semakin ngaco, ketika anggota rapat tersebut berkata, " Nonsense jika diberikan begitu saja sistem e-budgeting ini." Ini seperti mengupas borok sendiri, apalagi diucapkan secara spontan, entah bertujuan memancing, entah keceplosan isi otaknya yang tidak lagi mengenal kata BAKTI dan TULUS. Inti dari pertemuan tersebut hanya menyentuh sisi administratif, tanpa menggali lebih dalam lagi bagaimana e-budgeting itu bisa menghasilkan RAPBD yang mendekati transparan. Bagi saya, pertanyaan anggota dewan, terlihat seperti telah disiapkan sebelumnya atau terkesan ada yang mengatur pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan dan terlihat jelas mereka tidak mengerti IT sehingga pertanyaan-pertanyaan selanjutnya hanya berputar pada pertanyaan-pertanyaan sebelumnya.

Pertemuan tersebut pada akhirnya hanya berfokus pada:

1. Siapa yang memiliki password untuk menginput dan merevisi,

2. Pada tahap mana locking dilakukan, dan masih mungkinkah dibuka? Dan siapa yang bisa membukanya.

3. Siapa yang memegang password SA (Super Admin)? Ini luar biasa, karena dari awal Pak Gagat ga pernah menyinggung istilah SA. Ini istilah umum di IT,tapi bagi orang yang menggunakan istilah SA,dan melihat kualitas pertanyaannya, maka hampir dipastikan itu adalah pertanyaan titipan.

4. Disinggung bahwa kontrak 2013 dan IRGUB diterbitkan di Desember 2014 mengenai penggunaan e-budgeting. Di sini, semua orang yang bisa berpikir, pasti bingung, di mana letak masalahnya sampai harus menjadi catatan rapat. Contoh kasus nyata, perusahaan tempat saya bekerja, saat ini sedang implementasi sistem baru, sejak 1 bulan yang lalu, dan diperkirakan membutuhkan waktu 9 bulan untuk menyelesaikannya. Kontrak dengan konsultan sudah ditandatangani, tapi belum ada instruksi dari pimpinan untuk menggunakan sistem baru tersebut. Hal ini tidak salah, justru sangat benar, karena dalam kontrak dicantumkan hak dan kewajiban masing-masing pihak, sedangkan eksekusi tentu setelah proses implementasi selesai.

Baik DPRD maupun Pak Ahok, keduanya selalu mengatakan berlandaskan hukum dan kewenangan dalam mencapai tujuannya, bahkan mungkin hukum yang sama untuk bersih-bersih. Perbedaannya Pak Ahok dengan akal dan niatnya menggunakan hukum dan kewenangan untuk membersihkan hal kotor, sedang oknum dewan menggunakan hukum dan kewenangan untuk "membersihkan" yang bersih.

Jika memang dewan berniat seperti itu, hampir pasti akan berujung dengan pemakzulan, tapi sekalipun itu terjadi, Pak Ahok boleh keluar dari Balaikota dengan kepala tegak karena bapak telah berusaha mencegah terjadinya pemborosan, setidaknya dalam masa pemerintahannya, dan bapak akan dikenang sebagai sosok pendobrak yang telah mengajarkan dasar-dasar pemerintahan yang kredibel. Saya rasa, siapa pun gubernur selanjutnya, kecuali orang nekad, tidak akan berani melenceng jauh dari apa yang Anda tunjukkan saat ini, karena selama generasi hari ini masih ada tindakan anda menjadi acuan kami menilai transparansi, amanah, kejujuran dan antikorupsi bagi gubernur selanjutnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun