Pinangan itu datang juga. Tiga tahun sudah Sunar cemas menunggu saat itu tiba. Sunar pengin protes dan mbalela pada Gustinya, mengapa  dilahirkan sebagai seorang bocah yang tampan. Sunar merasa dikutuk oleh ketampanannya. Sejak dalam perut biyungnya, Sunar digadang-gadang menjadi anak lelaki karena kedua saudaranya perempuan semua. Konon bapaknya, Brojo, yang bekerja sebagai tukang slompret atau tukang meniup suling khas seni reog Ponoragan, bahkan melakukan laku tirakat tertentu untuk mewujudkan keinginannya mempunyai anak lanang. Bapaknya puasa mutih selama Sunar dikandung biyungnya.Betapa gembiranya bapaknya, saat bayi yang digadang-gadangnya itu benar-benar dilahirkan sebagai laki-laki. Diberinya anak lanangnya itu nama, Sunar Wibawa, yang bermakna cahaya kewibawaan. Nama itu merupakan harapan agar kelak menjadi anak yang cermerlang dan berkharisma.
Sejak balita Sunar tumbuh menjadi bocah yang lucu menggempaskan dan sudah menampakkan ketampanannya yang mempesona siapa saja yang ada disekelilingnya. Keluarga Brojo yang sangat sederhana bahkan cenderung miskin, tidak menghalangi pertumbuhan tubuh Sunar. Â Sunar tumbuh menjadi anak laki-laki yang sehat, periang, bandel dan prigel
Datanglah awal petaka itu. Sunar masih ingat betul saat itu, ia naik kelas lima sekolah dasar, bapaknya mengusap-usap rambutnya dan berkata, "Thole, jika saat waktunya tiba kowe harus jadi gemblak! Rupamu bagus dan badanmu perkasa. Akan banyak warok kasmaran dan kedanan padamu!"
Sunar tak paham benar apa maksudnya perkataan bapaknya. Yang Sunar tahu, ia kemudian dikenalkan pada berbagai macam tarian utamanya yang berkaitan dengan reog. Juga dikenalkan cara nabuh gamelan pelog slendro. Bahkan sering diajak tanggapan reog oleh bapaknya yang tukang slompret di grup reog Sardula Budaya.
Semakin besar dan dewasa, maka Sunar mulai ngerti apa maksud bapaknya. Sunar tak kuasa menolak. Walau hatinya cemas bahkan takut setelah serba sedikit paham apa itu  menjadi gemblak setelah mendengar kasak-kusuk dan rasan-rasan orang-orang di sekelilingnya.
Dalam kecemasan dan ketakutannya maka Sunar kecil mengadu pada biyungnya. Sunar berharap biyungnya bisa menolongnya dari ketakutan itu. Namun harapannya sia-sia bahkan biyungnya berkata," Jadi gemblak itu kanugrahan, Le. Terhormat. Tiap bocah laki-laki akan merasa beruntung menjadi gemblak. Uripmu akan mulyo, Le. Pakmu dan biyungmu tidak lagi kesrakat. Kowe dan adik-adikmu bisa terus sekolah, sokur-sokur sampai IKIP dan jadi guru".
Sunar tak sanggup menolak. Sunar tak berdaya melawan adat. Sunar tak bisa berontak.  Sunar tak sanggup minggat. Sunar tak punya keberanian  mengecewakan dan menyakiti hati bapak dan utamanya, biyungnya.Â
Sunar tumbuh sebagai bocah lelaki yang tampan dengan tubuh  gagah dan kokoh. Setiap perempuan akan tertarik dengan ketampanan dan kekokohannya.
Sejak itu Sunar disiapkan jadi gemblak. Diajari njoget jathil, tarian yang hanya ditarikan oleh para gemblak. Sunar diajari gerakan edrek, gerakan khas jathil yaitu menyundul-sundulkankan bokong sambil mendekati pembarong yang diperankan oleh warok.
Sunar tak hanya mampu menguasai gerakan edrek namun juga bisa menarikannya dengan penuh pesona, seksi dan magis. Banyak warok ngiler terpesona ketampanan, keperkasaan dan keluwesan Sunar dalam njathil. Sunar segera jadi rebutan para warok untuk dijadikan gemblak.
Setelah melalui perebutan sengit, melalui jor-joran peningset bahkan konon juga adu kasekten, warok Joyo Brewoklah pemenangnya. Warok Jaya Brewok adalah warok yang disegani dan memiliki grup reog besar bernama Sardula Ngigel. Badan warok Jaya Brewok tinggi besar, kumisnya melintang dengan brewok lebat. Dadanya berbulu simbar, juga lengan, tangan dan kakinya. Kalau berbicara suaranya mengguntur dan selalu diselengi tawa ngakak.