Di sebuah desa, yang bernama Sonaharjo, baru saja dilakukan pemilihan kepala desa. Desa Sonaharjo baru saja mengalami kekacauan terkait tindak aparat, terlebih kepala desanya yang bernama Sumontyo, yang dianggap telah menyalahgunakan jabatan. Bersama sejumlah orang kepercayaannya, Kades Sumontyo sering membuat keputusan yang meresahkan. Jajaran pimpinan Desa Sunoharjo didominasi oleh orang-orang yang berasal dari penguasa desa masa lalu. Seperti yang terjadi di desa-desa lain sekitar Sunoharjo, angin perubahan, entah itu baik atau buruk, memang sedang berhembus kencang. Tanpa mempedulikan dampak dari perubahan tersebut, masyarakat di daerah itu memang paling suka dengan sesuatu hal yang baru. Terang saja Sumontyo dan kawan-kawan terpojok dengan desakan agar mundur dari jabatan. Demo masyarakat datang silih berganti dan mencapai titik kulminasinya dengan pendudukan Balai Desa oleh kelompok yang menamakan diri sebagai Repedes (Regu penyelamat desa).
Repedes yang didukung oleh sejumlah tokoh masyarakat kemudian memutuskan untuk mengadakan pemilihan kepala desa yang baru. Setelah melalui proses yang panjang dan melelahkan, maka terpilihlah Pak Kasto sebagai pimpinan baru desa yang letaknya diapit oleh dua sungai besar itu. Pak Kasto memang seorang aktivis kemasyarakatan yang menurut catatan riwayat hidupnya pernah menjadi pengurus beberapa organisasi kepemudaan. Hanya saja, dalam beberapa tahun terakhir ia memang kurang menonjol dan relatif kurang dikenal masyarakat setempat. Orang di situ lebih sering memperbincangkan Pak Kuli dan Pak Siku, dua tokoh sentral yang mewarnai dinamika desa Sonaharjo. Pak Kuli dan Pak Siku memang orang-orang terpandang yang memiliki popularitas sehingga pada saat kampanye pemilihan kepala desa, dua orang inilah yang sering disebut-sebut sebagai kandidat kuat.
Suatu saat terjadi sebuah masalah, di mana Pak Kuli dan Pak Siku ternyata tidak berhasil lulus seleksi calon kepala desa. Panitia Pilkades memberikan penjelasan di tengah protes dan kemarahan pendukung kedua bakal calon tersebut bahwa Pak Kuli maupun Pak Siku memiliki riwayat masa lalu yang memberatkannya untuk lulus seleksi. Ketika didesak oleh masyarakat agar mau membeberkan penyebab gagalnya pencalonan kedua tokoh tersebut, Panitia Pilkades menyebutkan bahwa pihaknya terpaksa tidak bersedia untuk menjelaskannya karena mereka menganggap masalah tersebut bersifat rahasia. Meskipun para pendukung merasa kecewa berat, akan tetapi Panitia Pilkades tetap bersikukuh untuk tidak menjelaskan alasan pencoretan Pak Kuli dan Pak Siku dengan alasan "menjaga nama baik warga". Gerutu, caci-maki, umpatan, dan sumpah serapah silih berganti namun semua itu tidak membuat Panitia Pilkades gentar. Mereka telah disumpah untuk tidak mengungkapkan segala sesuatu yang sifatnya rahasia. Dalam pada itu, baik Pak Kuli maupun Pak Siku sendiri berjanji kepada pendukung mereka masing-masing bahwa mereka akan menjelaskan duduk perkaranya secara internal. Keduanya sepakat mematuhi peraturan yang berlaku. "Semua demi tegaknya peraturan, hukum, dan keadilan. Kami berdua menyadari adanya sejumlah ketentuan yang membuat kami tidak mampu melanjutkan pencalonan. Kami mohon para pendukung memahaminya dan saya maupun Pak Siku akan menjelaskannya secara internal," demikian jelas Pak Kuli di hadapan sejumlah wartawan yang menyerbu kantor Panitia Pilkades Sonaharjo.
Setelah mengalami masa vakum beberapa pekan, dalam suasana pemilihan yang agak lesu dan kurang bergairah, terpilihlah Pak Kasto. Seperti penjelasan di atas, Pak Kasto ini sebenarnya bukan orang yang asing bagi Desa Sonaharjo berikut kegiatan-kegiatan kemasyarakatan desa tersebut. Pak Kasto dianggap sebagai orang yang mampu menengahi dan menenangkan dua kubu yang bersaing. Beberapa tokoh masyarakat yang dianggap sebagai sesepuh desa juga menyatakan bahwa Pak Kasto akan membawa Desa Sonaharjo tenang kembali setelah sempat bergolak. "Pak Kasto adalah orang yang tepat untuk mengatasi keadaan yang berlangsung saat ini di desa kita," kata Pak Simun, salah seorang pemuka masyarakat yang didapuk menjadi juru bicara paguyuban tokoh masyarakat kepada wartawan.
Beberapa saat setelah terpilih, Pak Kasto mulai menyusun program. Ia mengadakan rapat koordinasi sekaligus perkenalan kepada perangkat Desa Sonaharjo. Dalam rapat tersebut, Pak Kasto menyatakan bahwa ia akan melakukan sejumlah perubahan. "Bapak-bapak dan Ibu-ibu perangkat Desa Sonaharjo yang saya hormati, dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih atas kesediaan saudara-saudari mengikuti undangan rapat. Di tengah kesibukan kita ini, perkenankanlah saya memperkenalkan diri. MEskipun kita telah kenal satu sama lain pada kesempatan lain, namun saya perlu memperkenalkan diri kembali sebagai Kepala Desa. Secara jabatan saya memang berada di atas bapak dan ibu, tetapi secara perseorangan saya masih perlu bimbingan dan masukan karena bapak dan ibu lah yang lebih berpengalaman. Ehm, saya hendak memberikan usulan perubahan program, termasuk diantaranya penggeseran jabatan perangkat. Akan tetapi, keputusan saya kelak bukan sebuah keputusan mutlak. Saya memerlukan masukan," jelas Pak Kasto dalam salam pembuka rapat.
Setelah sesi pidato perkenalan berakhir, Pak Kasto memberikan kesempatan tanya jawab. Sebelum sesi tanya jawab dibuka, ia menyatakan bahwa semua jenis pertanyaan bebas diajukan dan ia akan menjawab semampunya. Ketika ditanya tentang sikapnya kepada rezim Sumontyo, Pak Kasto dengan tegas menyatakan bahwa ia bersama segenap aparat merasa tidak ada sangkut pautnya dengan Repedes.
Bu Minul: "Pak Kades, apa tindakan yang akan Bapak terhadap 'dosa-dosa' rezim Sumontyo?"
Pak Kasto: "Masalah Pak Sumontyo dan kawan-kawan itu ada yang mengurusi. Tindakan-tindakan yang terkait dengan pelanggaran wewenang yang mereka lakukan selama menjadi aparat desa akan ditindaklanjuti secara hukum. Saya hanya seorang kepala desa dan yang saya pikirkan ialah masa depan desa ini."
Pak Kisut: "Kemudian bagaimana dengan sejumlah aparat yang telah menjabat semasa kepemimpinan Pak Sumontyo? Apakah akan Bapak ganti?"
Pak Kasto: "Ehm, perkara diganti atau dipertahankan, menurut saya perlu dipertimbangkan. Dalam sebuah organisasi, sebuah keputusan itu saling terkait. Saya merasa tidak berhak untuk memutuskan bahwa si A itu salah hanya karena ia adalah bagian dari rezim Pak Sumontyo."
Pak Ginung: "Bagaimana dengan Repedes, Pak?"