[caption id="attachment_117289" align="aligncenter" width="300" caption="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/f/fd/Seagf.png"][/caption] Banyaknya perolehan medali, khususnya medali emas, memang menentukan peringkat kontingen dalam sebuah perlombaan olahraga. Sebagai tuan rumah, wajarlah jika kontingen Indonesia ingin meraih medali yang sebanyak-banyaknya agar menjadi juara umum. Kiranya telah lama kita menunggu prestasi tersebut. Selepas menjadi juara umum SEA Games XIX Jakarta 1997, Republik Indonesia belum lagi berhasil tampil sebagai nomor satu di Asia Tenggara dalam urusan olahraga multievent. Sebagai salah satu kontingen dengan jumlah atlet terbanyak tentunya ada sedikit rasa malu jika reputasi kita dilangkahi oleh negara lain. Terlepas dari ambisi yang menggelora tersebut, alangkah baiknya jika Indonesia lebih memikirkan kualitas dibandingkan jumlah medali. Perbaikan rekor pada cabang-cabang olahraga tertentu, seperti renang dan atletik, harus diutamakan. Menjadi juara adalah impian setiap atlet yang bertanding di dalam SEA Games. Para medalis menjadi legenda dan idola hingga sekarang, seperti Ang Pek Siong, Lidya De Vega, Nurul Huda Abdullah, Julius Uwe, Susi Susanti, dan Joscelyn Yeo. Akan tetapi, olahraga adalah suatu kegiatan yang menyenangkan. Kita akan menikmati setiap tetes keringat jika tidak terlalu memikirkan hasil akhir. Kemenangan dan kekalahan adalah bagian dari suatu perlombaan. Maka dari itu, atlet jangan terlalu terbebani oleh target juara. Biarkanlah atlet itu sendiri yang memasang target dan tidak perlu diutarakan secara bombastis, terutama di hadapan media massa, karena hal tersebut akan membebani mereka. Pasalnya akan timbul komentar negatif jika pada akhirnya sang atlet gagal memenuhi targetnya, padahal ia telah berusaha sekuat tenaga. Target juara SEA Games harus disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di Asia Tenggara. Kekuatan antarnegara telah semakin merata. Tuan rumah tidak terjamin posisinya sebagai juara umum. Hendaknya kita membuang jauh-jauh prinsip "menjadi tuan rumah harus menjadi juara umum" karena prinsip ini dapat memicu timbulnya tindakan-tindakan di luar sportivitas demi sebuah medali kejuaraan. Resiko kecurangan akan terjadi pada cabang olahraga yang sifatnya penilaian juri, seperti beladiri, tinju, senam, dan loncat indah. Kita tetap harus ingat bahwa SEA Games adalah pekan atau pesta olahraga. Semua kontingan datang untuk "berpesta". Sedangkan "game" sendiri berarti "permainan". Dalam bermain kita mencari kesenangan, bukan semata kemenangan. Sehingga, SEA Games adalah sebuah wahana untuk bersenang-senang. Lebih lanjut, setiap event olahraga hampir pasti membawa misi moral persaudaraan dan perdamaian. Prioritaskan semangat ini agar kita menganggap para atlet dari kontingen negara lain bukan sebagai pesaing atau musuh yang harus diperangi, melainkan sebagai kawan bermain untuk meraih prestasi terbaik. Teman bermain itu sebenarnyalah yang paling mengetahui sejauh mana kualitas yang kita miliki. Tanpa kehadiran mereka, kita tidak akan mengetahui kualitas tersebut. Menjadi tuan rumah SEA Games tidak boleh dijadikan sebagai kesempatan untuk membalas dendam akibat kekalahan, terlebih kekalahan yang kontroversial, pada masa lalu. Sikap ini sama sekali tidak bermutu dan tidak berguna, malah justru membuat hati "kemrungsung", panas, dan diliputi rasa benci. Jika pada masa lalu kontingen kita merasa dirugikan oleh tindakan-tindakan di luar sportivitas dari tuan rumah waktu itu, kita tidak perlu membalasnya dengan perlakuan yang sama karena jika demikian maka kita akan tidak ada bedanya. Tunjukkanlah sikap yang kesatria di lapangan, terimalah apapun hasil dengan sportif dan yakinlah bahwa itulah hasil yang terbaik. Hasil tersebut sebagian adalah cermin dari pembinaan dan persiapan kontingen ikta, dan sebagian lainnya adalah kualitas yang dimiliki oleh kontingen lain. Menjadi juara SEA Games adalah sebuah kehormatan bangsa, namun bukanlah satu-satunya cara untuk meraih kehormatan. Hal yang lebih terhormat ialah jika kita bertanding 100% demi negara. Segenap ofisial, terutama pelatih, harus memahami hal ini. Hasil yang dicapai oleh para atlet kelak adalah semestinya hasil dari jerih payah para ofisial. Kekompakan sikap ini harus dijaga agar kualitas dapat meningkat pada masa yang akan datang. Jadikanlah kualitas sebagai unsur utama perlombaan. Kualitas atlet jelas itu pasti. Kualitas lain yang tidak kalah pentingnya ialah seberapa baiknya Indonesia menjadi tuan rumah. Jika kita tetap ingat bahwa SEA Games adalah arena permainan, maka Indonesia sebagai tuan rumah tentunya perlu menyediakan fasilitas permainan yang memuaskan, entah itu dalam bentuk fisik maupun sumber daya manusianya. Perlakuan terhadap atlet-atlet dari kontingen tamu harus disamakan dengan perlakuan terhadap atlet-atlet sendiri. Merupakan sebuah tindakan yang memalukan jika, hanya demi memenuhi ambisi juara umum, penyelenggara setempat memperlakukan atlet lain secara berbeda, di bawah kualitas perlakuan kepada atlet sendiri. Terakhir, kepada para atlet yang akan turun bertanding dalam SEA Games nanti, tetap ingatlah bahwa apapun hasil yang kalian peroleh adalah UNTUK DIRI KALIAN SENDIRI BUKAN UNTUK DIRI ORANG LAIN. Janganlah merasa terikat pada siapapun selain pada hati sendiri sebagai seorang atlet, seorang pelaku olahraga, bukan seorang pembawa pesan atau kurir yang TIDAK SEMESTINYA terlibat di dalam olahraga. Cantumkanlah di dalam hati dan pikiran kalian bahwa tim yang kalian bela adalah INDONESIA, dan BENDERA kalian adalah MERAH-PUTIH (bukan warna yang lain!). Selamat berlatih, selamat bertanding! Salam olahraga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H