Kesibukan melayani permintaan negara-negara lain membuat Piala Sudirman belum bersedia untuk pulang ke kampung halamannya. Ia menganggap bahwa eksistensinya lebih tertampung dan terakomodasi jika berada di luar negeri. Hal ini menjadi masukan penting bagi tempat asal Piala Sudirman untuk dapat menarik minatnya kembali, menengok, atau bahkan menetap dalam jangka waktu yang lama.
Kualitas ternyata menjadi alasan bagi Piala Sudirman. Ia merasa lebih nyaman jika beraa di tempat yang memiliki kualitas baik sehingga dapat menjamin kelangsungan hidupnya. Inilah wujud komitmen gaya Piala Sudirman. Ia tak segan-segan berkata "loyal" jika organisasi tempat ia bernaung memiliki kemampuan untuk menjaga dan mempertahankannya.
Sekarang tinggal bergantung pada tempat asal Piala Sudirman tersebut. Apakah ia sanggup menciptakan "value added" dan memiliki "leverage" sehingga menarik kembali minat Piala Sudirman. Sasaran jangka panjang perlu diarahkan pada penciptaan situasi yang kondusif, bermutu, dan penuh integritas, serta menjaga kualitas yang berkesinambungan sehingga, target maksimalnya, membuat Piala Sudirman merasa betah untuk menetap. Syukur-syukur jika mencapai masa pensiunnya.
(Nulis opo to yo, yo? haha!)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H