Pilihan saya pada Pancasila sebagai yang “Paling Indonesia” diwarnai dengan proses berpikir yang melelahkan (halah, lebay! haha!).Terus terang saya bingung pada saat menentukan apa, siapa, atau mana yang saya anggap “paling Indonesia”.Pancasila memang bukan benda yang dapat kita sentuh. Ia bukan pula figur bernyawa dengan segudang prestasi yang “Indonesia sekali”. Maka dari itu saya merasa ragu apakah Pancasila dapat saya usulkan sebagai hal yang “Paling Indonesia”. Lepas dari itu, biarkanlah saya tetap memilihnya, entah diakui atau pun tidak diakui.
Terinspirasi oleh diskusi warung “kucingan” pinggir jalan Pleburan, Semarang Selatan, tempat saya bermukim di Semarang, ungkapan “kita kembalikan ke Pancasila saja, deh” meluncur ketika kami membicarakan tentang isu konflik antarumat beragama. Oh, iya ya? Mengapa saya bingung memilih yang “Paling Indonesia”? Dari sini saya tetapkan hati pada Pancasila.
Sejauh pengetahuan saya Pancasila adalah produk aseli Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ia menjadi dasar negara dan pedoman hidup masyarakat Indonesia dalam berbangsa dan bernegara. Pancasila mengandung lima prinsip pegangan yang selayaknya dipatuhi oleh setiap warga negara Indonesia. Pancasila adalah sebuah “masterpiece” para pendiri bangsa Indonesia yang saya yakin tidak ada duanya di dunia. Kepadatan nilai di dalamnya mencerminkan ciri khas bangsa Indonesia. Terdapat lima nilai yang menjadi tiang pancang bangunan negara dan bangsa kita yakni nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
Jika Bhinneka Tunggal Ika (Tan Hana Dharma Mangrwa) telah ada semenjak zaman Majapahit dan semangatnya diabadikan pada lambang negara hingga kini, maka Pancasila lebih khusus lagi, yaitu lahir bersama dengan lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Nilai ketuhanan menjamin semua penganut kepercayaan kepada Tuhan (Yang Maha Esa) untuk tumbuh dan berkembang secara merdeka. Pada intinya adalah percaya kepada Tuhan. Maka dari itu apapun bentuk gangguan yang memuat isu kepercayaan dengan sentimen berlebihan akan cepat atau lambat dapat ditanggulangi. Ini adalah janjidan pengakuan sebagai bangsa yang ber-bhinneka.
Nilai kemanusiaan mengatur hubungan antarmanusia warga negara Indonesia. Segala bentuk kebiadaban dan ketidakadilan boleh saja muncul silih-berganti. Namun Pancasila tetap kokoh berdiri. Bukan salah Pancasila, melainkan manusia-manusianya yang telah melanggar nilai kemanusiaan, keadilan dan keberadaban.
Nilai persatuan merupakan konsekuensi dari bentuk negara. Mengapa para pendiri bangsa memilih nama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)? Karena kita terbagi-bagi ke dalam banyak sekali kelompok dengan latar belakang yang berbeda. Pancasila dengan ke-Indonesia-annya menjadi media penghubung. Ini dengan syaraat kita masih mengakuinya sebagai dasar negara.
Nilai kerakyatan menunjukkan penyelenggaraan negara dari, oleh dan untuk rakyat. Tidak mengherankan bila konflik terus terjadi karena banyak pihak yang telah menghianati prinsip kerakyatan ini. Mereka itu tidak lagi pantas disebut sebagai Warga Negara Indonesia. Jika mereka mengakui sebagai orang Indonesia, kembalilah kepada Pancasila.
Nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung maksud kesetaraan dalam berbagai hal. Manakala ketidakadilan terjadi, maka kerawanan dalam berbagai aspek kehidupan akan semakin nyata. Sekali lagi, Pancasila telah memaparkannya secara ideal dan tepat karena ialah yang “Paling Indonesia”.
Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H