Mohon tunggu...
Prinz Tiyo
Prinz Tiyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - I just don't like the odds.

I just don't like the odds.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Hah, Krisis Pangan???!!!

24 Mei 2011   12:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:17 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah media memberitakan tentang ancaman krisis pangan bagi rakyat Indonesia. Wah! Indonesia pernah menjadi negara agraris dengan keberhasilan swasembada pangan. Jika kelak terjadi krisis pangan maka sangat tragis kenyataan yang terjadi. Kok bisa terjadi krisis pangan? Padahal tegalan dan persawahan masih relatif luas meskipun terus dikurangi oleh pembukaan (dan kemudian pengalihfungsian) lahan.

Krisis pangan adalah bahaya! Kita telah menyaksikan betapa sengsaranya rakyat Ethiopia, Somalia, dan sejumlah negara benua Afrika lain akibat kelaparan. Banyak korban jiwa berjatuhan karena tidak makan. Apakah isu ini sebuah propaganda atau memang sebuah kondisi yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang?

Menurut saya krisis pangan memiliki hubungan dengan pembangunan yang tidak merata. Pembangunan dalam bidang apa saja, yang menyangkut harkat hidup orang banyak. Telah tiba saatnya bangsa Indonesia memikirkan tentang penyebaran pembangunan secara merata ke seluruh wilayahnya. Usaha pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya harus dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat. Kinerja satu pihak saja tidak akan mampu mewujudkan pemerataan.

Pada saat pembangunan dan pemajuan difokuskan pada satu tempat, maka tempat tersebut akan menjadi tujuan utama masyarakat. Hal ini masuk akal mengingat orang pasti akan mencari wilayah yang memiliki kelengkapan fasilitas untuk mempermudah mereka mendapatkan apa yang tidak mereka dapatkan di daerah lain. Karena pembangunan dipusatkan pada satu titik, maka titik tersebut ibarat kembang gula yang disukai oleh semut. Semakin banyak semut yang berduyun-duyun untuk mendapatkan jatah kembang gula tersebut. Memang enak rasanya kembang gula, apalagi untuk "pengganjal" mulut di tengah cuaca panas yang luar biasa akhir-akhir ini.

Kelanjutannya ialah bahwa kebutuhan pangan untuk pusat pembangunan tersebut akan bertambah karena semakin banyak orang yang menuju ke daerah tersebut. Jika permintaan tidak seimbang dengan persediaan, maka orang-orang tersebut tidak akan makan. Maka dari itu pasokan pangan terus dialirkan ke pusat pembangunan tersebut. Akibatnya ialah bahwa daerah-daerah lain tidak mendapatkan bagian yang seimbang, atau mendapatkan sisa bagian.

Krisis pangan yang ditengarai mengancam masa depan Indonesia ini tidak boleh kita sepelekan karena pangan sangat signifikan untuk mendukung pembangunan bangsa. Katanya gizi yang baik dapat menghasilkan generasi yang cerdas, generasi yang tangguh untuk melanjutkan cita-cita bangsa? Mengapa pembentukan generasi yang hebat hanya dilakukan pada sebagian wilayah saja? Bagaimana kita akan mengharapkan sebuah persatuan dan kesatuan yang kuat jika saudara-saudara kita yang berada di wilayah lain diabaikan?

Sungguh merupakan bencana jika Indonesia benar-benar mengalami krisis pangan. Bencana kelaparan jelas terjadi, akan tetapi bencana lebih menakutkan lagi ialah ketidakpercayaan sebagian masyarakat akan rancangan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Faktanya, daerah-daerah pelosok sekedar menjadi "kerbau" atau "kuda" yang bertugas membajak sawah dan mengangkut barang kebutuhan. Tidak ada imbalan yang setara bagi kesanggupan dan kemampuan untuk menyediakan sumber daya. Termasuk di dalamnya ialah sumber daya manusia. Apa yang dapat disumbangkan oleh penampung sumber daya manusia tersebut kepada daerah asal sumber daya manusia tersebut? Pada diri masyarakatnya sendiri masih tertanam pola "ikut-ikutan". Jarang kita temukan sebuah inisiatif untuk menjiwai semangat pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Dengan alasan untuk masa depan, dengan alasan kehidupan yang lebih baik, dengan alasan lainnya...macam-macam pokoknya. Singkat kata, alasan individualis.

Krisis pangan dapat dihubungkan dengan pembangunan yang tidak merata. Entah dengan penghitungan apa, dengan kajian statistik yang bagaimana (tentunya telah ada ahli dalam bidang ini; saya bukan ahlinya, hehehe...). Logikanya, jika sebuah daerah memiliki jumlah penduduk yang lebih banyak, maka kebutuhan pangan daerah tersebut akan lebih banyak. Kembali lagi ke fokus itu tadi, bahwa pemenuhan kebutuhan pangan yang "diforsir" ke daerah yang menjadi pusat pembangunan, tempat banyak orang mengandalkan nasibnya, akan mengurangi jatah pangan daerah lain.

Jika kita berada di daerah pusat pembangunan, maka kita mungkin tidak terlalu terpengaruh oleh krisis karena semua telah tersedia. Susahnya, bagi saudara kita yang berada di daerah krisis pangan. Mau makan apa mereka? Ehm, jika kita "tega" menyaksikan berita kelaparan saudara-saudara sebangsa kita kelak di depan layar televisi sambil menyantap hidangan makan malam, saat itu lah kita tidak perlu bicara tentang kemanusiaan, tentang persatuan dan kesatuan, dan tentang Indonesia. Percuma! Tidak perlu nulis-nulis setatus FB yang ke-alim-aliman. Percuma! Yang kita makan itu daging mereka, yang kita minum itu darah mereka. Seperti kanibal, kan? (eh, seperti manusia, kan? :p).

Mari kita membangun di manapun kita berada. Anda yang berada di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, Bali, Papua.... Tetaplah berjuang membangun wilayah masing-masing. Anda tidak memiliki kewajiban untuk berkunjung ke tempat saya jika kunjungan anda tersebut menyebabkan kerabat, sanak saudara, dan sahabat di daerah anda menjadi tidak sanggup tersenyum kembali, sekalipun anda merasa puas dan gembira. Jangan mau dipaksa, diprovokasi, atau diiming-imingi harapan yang begitu menjulang. Anda lebih berjaya di tempat anda sendiri. Jangan pula mau dikuras sumber dayanya untuk kami makan di sini. Karaktermu adalah nyawamu. Okey, bros and sists?

Indonesia Bersatu!!! (bukan "Indonesia Unite", lho!)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun