Mohon tunggu...
Prinz Tiyo
Prinz Tiyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - I just don't like the odds.

I just don't like the odds.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Inggris, Menghapus Predikat Underachievers Piala Eropa

8 Juni 2011   11:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:44 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

[caption id="attachment_113067" align="aligncenter" width="500" caption="Antusiasme Suporter Inggris"][/caption] Pendahuluan Inggris, sebuah nama besar dalam olahraga sepakbola. Inggris dipercayai sebagai "the home of football" oleh banyak pihak. Kompetisi antarklub liga Inggris merupakan kompetisi yang paling populer dan paling semarak di dunia. Popularitas liga Inggris saya yakin mengungguli liga-liga terkemuka di negara lain seperti Spanyol, Italia, dan Jerman. Meskipun bukan salah satu pendukung, di dalam hati saya muncul simpati yang sangat mendalam. Bagaimana mungkin tim sekaliber Inggris yang dari waktu ke waktu dihuni oleh banyak pemain berbakat dan berkelas dunia, belum sekalipun mencatatkan diri sebagai juara Eropa sejak kejuaraan ini resmi diadakan pada tahun 1960. St. George's Cross, atau The Three Lions, julukan tim nasional Inggris, selalu kandas di tengah jalan. Kejadian yang paling menyesakkan pada millennium kedua ini apa lagi kalau bukan kegagalan mereka menembus putaran final Euro 2008. Kala itu Inggris memang benar-benar "kalah"; misalnya, dua kali dikalahkan oleh Kroasia, baik dalam pertandingan "away" maupun "home". Ironi terjadi mengingat pada tahun itu pula Manchester United berhasil menjadi juara Eropa, merebut trofi Liga Champions. Tim nasional Inggris tidak kurang suatu apa. Banyak opini yang menyatakan bahwa kelemahan mereka terletak pada sektor penjaga gawang. Akan tetapi, saya tidak sependapat! Sepakbola adalah permainan tim sehingga keberhasilan atau kegagalan adalah hasil kerja kelompok. Apologi semacam, misalnya, penjaga gawangnya jelek, tidaklah berguna dan mengesampingkan peran penjaga gawang. Inggris selalu hadir dengan motivasi yang meluap-luap dalam kejuaraan internasional. Sepakbola adalah budaya dan orang Inggris termasuk yang paling pintar di dalam meramu cara agar sepakbola menjadi sebuah "way-of-life" maupun "way-of-thinking". Taruh kata, Inggris adalah sarang perusuh sepakbola dengan "hooliganisme" mereka, akan tetapi mereka tetap saja cerdas di dalam menjaga reputasi sepakbola dalam negeri. Saya menyebutnya "sangar di luar - manis di dalam". Keunggulan lainnya ialah sistem kompetisi yang rapi, kesejahteraan klub yang mantap (jarang ada pemberitaan tentang bangkrutnya klub sepakbola di Inggris), dan program pemain muda. Inggris memiliki semua resep untuk menjagi tim yang terbaik di Eropa, bahkan di dunia. Pembahasan [caption id="attachment_113069" align="alignright" width="350" caption="Lineker, dua kali sukses penalti ke gawang Kamerun (1990)"][/caption] Hampir selalu muncul gangguan yang memaksa Inggris untuk sementara puas dengan predikat "underachievers" dalam sejarah Piala Eropa. Prestasi terbaik mereka adalah mencapai semifinal pada tahun 1980 di Italia dan 1996 di kandang sendiri. Kendala pertama kegagalan Inggris adalah lemahnya mental jika hasil pertandingan harus ditentukan dengan adu tendangan penalti. Dalam dua dekade terakhir ini Inggris sepertinya hanya berhasil satu kali memenangkan "penalty shoot-out" ini, yakni pada perempat final Piala Eropa 1996 melawan Spanyol. Selebihnya, mereka tidak mampu lolos dari "mimpi buruk 12 pas". Dalam lingkup yang lebih luas lagi, Piala Dunia, reputasi penalti Inggris bahkan lebih parah lagi. Nasib "apes" inilah yang perlu disadari oleh setiap pemain yang berseragam putih-biru navy, seragam utama kebanggaan tim nasional Inggris; bahwa adu penalti adalah salah satu bagian dari pertandingan sepakbola. Saya mengamati faktor "hilang mental" setelah "open play" berakhir. Inilah yang mengganggu dan menghantui sebagian besar anggota skuad Inggris; tak peduli sebesar apapun reputasi pemain tersebut. Semenjak saya mengikuti perkembangan sepakbola Eropa dan dunia, saya baru menemukan satu pemain Inggris yang benar-benar siap tanpa beban menjadi algojo penalti, ialah Gary Lineker. Ini pekerjaan rumah yang harus dibereskan oleh The Three Lions. Kendala kedua, masih berhubungan dengan mental, ialah sering munculnya "one stupid boy" (saya mengambil istilah dari berita di media Inggris setelah mereka dikalahkan Argentina pada Piala Dunia 1998). Mereka tidak perlu disebutkan namanya satu per satu karena ini tidak "fair"; pesepakbola juga manusia; hanya saja "kebodohan" tersebut datang pada saat semua orang membutuhkan sesuatu yang "lebih pintar". [caption id="attachment_113068" align="alignleft" width="468" caption="Suasana ini yang diharapkan fans Three Lions"][/caption] Kendala ketiga adalah tidak cairnya kerjasama pemain sebagai sebuah tim. Skuad Piala Dunia 1990 adalah contoh terbaik yang menggambarkan solidnya kerjasama. Dalam generasi saya, sepertinya Skuad asuhan Sir Bobby Robson inilah yang merupakan "the dream team" Inggris. Mereka begitu padu, meskipun tersendat pada awal turnamen, bersih, ngotot, penuh determinasi, dan "berani mati di lapangan". Selepas itu belum ada generasi penerus yang menyamai kekompakan mereka. Contoh kasus: Mengapa banyak orang menilai Gerrard dan Lampard itu bukanlah pasangan yang serasi di lapangan? Ini karena keduanya sering lalai berbagi tugas. Antara mereka berdua sudah barang tentu telah berusaha keras untuk menepis anggapan ini dan semoga menjadi solid jika bermain bersama lagi. "Mismatch" antara Lampard dan Gerrard ini sekedar contoh, meskipun saya, sekali lagi, tidak sependapat bahwa Gerrard dan Lampard harus dipersalahkan. Hanya bobot momentumlah yang membuat mereka menjadi "guilty parties". Maksudnya, kegagalan mereka terjadi pada saat-saat yang menentukan. Kendala keempat adalah tekanan media dan publik. Secara fisik, tidak ada lemparan tissue toilet, benda-benda keras, dan sebagainya yang berbau kekerasan. Akan tetapi pendapat yang dikemukakan oleh orang Inggris itu sangat pedas dan menusuk hingga ke ulu hati. Terkadang sampai menyinggung perasaan yang membuat seorang pemain menangis tersedu-sedu dan patah arang. Semua unsur yang berada di dalam timnas Inggris sangat tertekan oleh karenanya. Berbuat kesalahan adalah fatal akibatnya. Kita menyaksikan sejumlah figur terkenal yang menanggung akibat buruk kecaman media dan/atau publik atas masing-masing kesalahan yang mereka perbuat. Kendala kelima adalah banyaknya pemain asing yang merumput di liga Inggris, khususnya English Premier League. Tempat bagi pemain lokal sangat terbatas. Inggris memang memiliki "youth programmes" yang bagus dan terorganisasi. Kompetisi liganya pun sangat baik. Namun mereka sering "kecolongan" oleh karena selalu "terlalu ramah membesarkan anak orang". Sejumlah pemain asing yang bersinar di Inggris sering kali menjadi "pembunuh" timnas Inggris ketika membela negara mereka. Dominasi pemain asing yang paling berpengaruh terdapat pada posisi penjaga gawang. Inggris bukan tidak memiliki penjaga gawang yang bagus, tetapi minimnya kesempatan berkompetisi membuat para kiper aseli Inggris sering demam panggung jika membela timnas. Kesimpulannya, EPL dalam satu dekade ini lebih dinikmati oleh pemain asing. Simpulan Saat ini The Three Lions di bawah asuhan Fabio Capello memimpin Grup D kualifikasi Piala Eropa 2012. Hasil imbang pada laga terakhir melawan Swiss belum menggoyahkan kedudukan mereka sebagai pemuncak klasemen (syarat lolos langsung ke Polandia/Ukraina). Menyaksikan permainan mereka yang serba salah, terutama pada babak pertama, memang sangat mengkhawatirkan. Alasan kelelahan selepas berkompetisi dalam liga reguler memang dapat kita terima. Akan tetapi bukankah para pemain Swiss juga mengalami hal serupa? Malah, mereka harus datang ke London. Menurut pendapat saya, penyebab yang lebih tepat ialah gabungan dari faktor-faktor penghambat di atas: ketidaksiapan mental, kekurangkompakan bermain, dominasi pemain asing, dan kemungkinan munculnya "one stupid boy". Di antara kendala tersebut, hal yang paling utama ialah keengganan klub memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya kepada pemain lokal untuk memegang peranan penting di dalam klub mereka masing-masing. Terbukti sekali bahwa pemain yang paling bersinar pada pertandingan melawan Swiss tersebut ialah Jack Wilshere. Wilshere saat ini menjadi pilihan utama dalam skuad Arsenal. Seringnya ia bermain membuat mental pemain muda ini menjadi semakin tangguh. Pemain muda yang telah mendapatkan kepercayaan untuk memperkuat tim inti pada tingkat klub akan memiliki motivasi yang lebih tebal dibandingkan pemain senior. Ini akan sangat menguntungkan tim yang dibelanya. Pembinaan "youth sectors" harus ditindaklanjuti dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk berkiprah dalam kompetisi liga. Saya menyaksikan sebagian klub liga Inggris mementingkan gengsi kelompok dibandingkan kepentingan nasional. Jika muara dari kompetisi liga adalah tim nasional, jelas kiranya sikap tidak peduli dengan tim nasional tersebut tidak dapat dibenarkan. [caption id="attachment_113070" align="aligncenter" width="560" caption="Starting Lineups"][/caption] Penutup Inggris sebagai salah satu kekuatan utama sepakbola internasional telah terlalu lama menantikan kejayaan di panggung Piala Eropa. Penampilan baik sering dilupakan dalam jangka waktu tertentu, berbeda dari prestasi yang diraih. Denmark sebagai juara Eropa 1992 tetap dikenang hingga kini, begitu pula Cekoslovakia (1976) dan Uni Soviet (1960), terlepas dari seberapapun kualitas tim yang mereka miliki sekarang (bahkan setelah Ceko dan Slovakia pisah menjadi dua dan Uni Soviet bubar). Inggris harus menghapus mimpi buruk mereka dengan melakukan perbaikan-perbaikan yang selama ini tidak mendukung rencana mereka. Tim nasional Inggris itu salah satu tim yang dinantikan oleh banyak orang. Kegagalannya lolos ke Piala Dunia 1994 dan Piala Eropa 2008 masih sering diperbincangkan. Sebagai pendukung tim Der Panzer, saya menganggap Italia sebagai lawan paling "menyebalkan". Akan tetapi, pertarungan paling bergengsi itu adalah Jerman melawan Inggris. Duel kedua tim ini selalu menggugah emosi dan antusiasme saya. C'mon England! Roar your lions!!! sumber foto: fans: footballtheory.footballunited.com gerrard-lampard: dailymail.co.uk lineker: bleachersport.com england team: fifasportsportal.org

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun