[caption id="attachment_105412" align="aligncenter" width="508" caption="pesatnews.com"][/caption] Tingkat kepadatan transportasi darat di Pulau Jawa sepertinya telah mencapai tahap yang mengkhawatirkan. Kemacetan lalu-lintas darat telah menjadi sebentuk masalah yang mengganggu kehidupan. Bagaimana tidak demikian jika macetnya lalu-lintas sering membuat aktivitas menjadi terhambat. Pembangunan jalan baru dan perbaikan dan/atau peningkatan kapasitas jalan yang telah ada belum mampu mengimbangi pertumbuhan jumlah media transportasi darat yang beroperasi. Antara kedua pihak -- penyedia sarana jalan dan penyedia alat transportasi -- kelihatannya saling berlomba. Alhasil, lingkunganlah yang menjadi korban. Tidak ada solusi yang tepat untuk membereskan masalah. Dari fakta yang terjadi, nampaknya kita perlu mengoreksi diri, bahwa sikap dan perilaku kita terhadap transportasi darat telah justru merugikan sendiri maupun orang lain. Transportasi darat di Pulau Jawa sebenarnya memiliki aset potensial yang layak untuk diberdayakan (kembali) lebih lanjut, yakni Kereta Api. Alat transportasi ini telah ada di tanah Jawa sejak abad lalu, sebelum mobil dan sepeda motor merajai jalanan Indonesia. Namun amat disayangkan bahwa perhatian kepada kereta api sangat kurang. Bahkan transportasi kereta api sering menjadi bahan pergunjingan akibat seringnya terjadi kecelakaan. Belum lagi masalah kerusakan gerbong dan lokomotif, dan rel. Padahal kereta api memiliki kelebihan tersendiri, antara lain 1) memerlukan ruang yang lebih efisien karena ukuran lebar jalannya lebih kecil dibandingkan jalan aspal; 2) lebih ramah lingkungan; 3) tidak mengenal jalur alternatif/terobosan yang malah sering menambah kemacetan lalu-lintas; dan 4) memiliki kapasitas penumpang yang jauh lebih banyak. Jika pengelola transportasi darat memahami betapa telah ruwetnya keadaan sekrang, pastilah mereka akan mempelajari kembali makna pentingnya kereta api bagi kehidupan transportasi, khususnya di Pulau Jawa, dan umumnya di Indonesia. Akan percuma saja pembangunan jalan terus dilakukan jika volume mobil dan sepeda motor terus ditambah. Kecuali jika ada intensi politis di belakangnya....ya sudahlah, terserah kalian deh... Matur nuwun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H