Mohon tunggu...
Tiyas Nur Haryani
Tiyas Nur Haryani Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Alumni Administrasi Negara FISIP UNS, peminat studi gender, tinggal di Solo.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ironi Dunia Pasca Literer Era "Aksi Massa" BBM

30 Maret 2012   13:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:15 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1333114985347198330

Judul di atas sengaja saya sebut kata “aksi massa” bukannya memilih kata “demokrasi”. Secara harfiah demokrasi akan berbeda dengan penyebutan aksi massa.  Sejak senin pagi (26/3) acara televisi yang dikonsumsi oleh masyarakat kita adalah aksi massa menolak kenaikan harga Bahan bakar Minyak (BBM). Pemberitaan aksi massa yang dilakukan selama hampir menghabiskan satu minggu ini mampu menyedot perhatian dan opini publik.

Dalam setiap rumah tangga, tak khayal jika televisi sudah menjadi barang primer. Pemberitaan demonstrasi menolak kenaikan BBM dan isu pemerintahan yang oklokrasi di beberapa daerah di Indonesia menjadi kebutuhan update berita bagi keluarga kala mereka memilih chanel televisi berita. Tak bisa dipungkiri pula, bahwa anak-anak juga akan turut menyaksikannya sebagai menu sehari-hari minggu ini.

Budaya pra literer telah berubah dengan cepat menjadi budaya pasca literer dengan hadirnya televisi di tiap rumah tangga. Kehadiran televisi dan audiovisual lainnya begitu cepat dan inovatif, sehingga keadaan ini semakin meminggirkan tradisi baca di kalangan masyarakat.

Tak heran jika pada akhirnya kalangan anak didik bangku Sekolah Dasar (SD) dapat memberikan kesimpulan pada berita aksi massa yang saat ini tengah bergulir di Indonesia. Hilangnya budaya literer dari kehidupan mereka dapat mengakibatkan hilang pula kesempatan untuk mengubah kondisi sosial masyarakat. Dalam buku "Pendidikan Karakter Berbasis Sastra" (2011) dituliskan kutipan wasiat Umar Bin Khattab kepada rakyatnya yaitu, "Ajarilah anak-anakmu sastra, karena sastra membuat anak yang pengecut menjadi jujur dan pemberani." Indonesia sedang terjadi lompatan budaya dari budayapraliterer ke masapascaliterer tanpa melalui masa literer, artinya melompat menjadi masyarakat yang senang menonton televisi tanpa melalui budaya gemar membaca. Lompatan budaya ini berlaku dikalangan anak didik di Indonesia. Gambar di bawah ini menunjukkan dampak negatif dari liputan aksi massa BBM di media televisi.

[caption id="attachment_171830" align="aligncenter" width="477" caption="Karya gambar peserta didik sekolah dasar yang berhasil diabadikan dan diunggah kawan facebookers (30/3)."][/caption]

Hal ini dapat menjadi catatan akan pentingnya pendidikan literer pad anak-anak. Orang tua diharapkan mampu kembali mendekatkan sastra kepada anak-anaknya. Noor Rohinan M. (2011) menyebutkan bahwa sastra mengajarkan kehidupan dari sisi yang berbeda, sastra dapat menjadi solusi untuk tetap menanamkan budi pekerti yang luhur pada generasi bangsa.

Konsumsi kepada media elektronik terutama yang berbau pendidikan karakter yang tidak sehat seperti tindak anarkis, budaya latah dapat diminimalisir dengan menghadirkan kembali dunia literer dalam keluarga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun