Halo Lokal - Pilkada 2024 memang menyita perhatian publik, tak hanya karena antusiasme warga yang ingin memilih pemimpinnya, tetapi juga karena berbagai dinamika yang terjadi di balik layar. Salah satunya adalah sengketa hasil Pilkada Kabupaten Nias Selatan yang kini tengah berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam sidang tersebut, pasangan calon bupati dan wakil bupati nomor urut 3, Idealisman Dachi-Foluaha Bidaya (Idefol), menggugat hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Nias Selatan. Apa yang membuat gugatan ini begitu menarik perhatian? Ternyata, salah satu materi gugatan yang diajukan adalah dugaan penggunaan ijazah palsu oleh calon bupati Nias Selatan, Sokhiatulo Laia.
Sengketa Pilkada Nias Selatan terkait dugaan ijazah palsu oleh Sokhiatulo Laia, diajukan Idefol ke MK untuk pembatalan hasil pemilu dan pemilu ulang. - Tiyarman Gulo
Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Bupati Nias Selatan
Sidang sengketa Pilkada ini sudah memasuki tahap yang cukup serius. Idefol, pasangan calon bupati dan wakil bupati yang merasa dirugikan, mengajukan gugatan terkait dugaan penggunaan ijazah palsu oleh calon bupati Sokhiatulo Laia. Dalam pokok permohonannya, mereka menyebutkan bahwa KPU Kabupaten Nias Selatan seharusnya tidak meloloskan pasangan calon nomor urut 1, Sokhiatulo Laia, karena diduga menggunakan ijazah palsu untuk memenuhi persyaratan dalam pencalonan di Pilbup Kabupaten Nias Selatan.
Kuasa hukum pihak Idefol, Foluaha Bidaya, menjelaskan bahwa ijazah yang digunakan oleh Sokhiatulo Laia dalam pencalonannya berstatus meragukan. Menurutnya, ada dua dokumen ijazah yang diduga palsu, yaitu ijazah Paket C yang disetarakan dengan ijazah Sekolah Menengah Umum Pekanbaru dan ijazah Paket C yang diterbitkan oleh PKBM Bina Edukasi. Ijazah-ijazah ini digunakan oleh Sokhiatulo untuk mendaftar sebagai anggota DPRD Kabupaten Pelalawan pada Pemilu 2024 dan kemudian digunakan kembali untuk mencalonkan diri di Pilbup Kabupaten Nias Selatan.
Dugaan Pelanggaran Hukum dalam Pencalonan
Lebih jauh lagi, pihak Idefol menilai bahwa dugaan penggunaan ijazah palsu ini melanggar aturan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pilkada. Pasal 7 poin c dalam undang-undang tersebut mengatur bahwa calon kepala daerah harus memiliki pendidikan paling rendah Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat. Jika terbukti bahwa Sokhiatulo Laia menggunakan ijazah yang tidak sah, maka secara otomatis, ia tidak memenuhi persyaratan untuk maju dalam Pilbup Nias Selatan.
Tidak hanya itu, dalam permohonannya, Idefol meminta agar Mahkamah Konstitusi membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Nias Selatan Nomor 3030 Tahun 2024 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Nias Selatan. Mereka juga meminta agar perolehan suara pasangan nomor urut 1 (Sokhiatulo Laia-Yusuf Nakhe) yang telah ditetapkan KPU menjadi nol, dengan alasan pasangan tersebut didiskualifikasi. Sementara itu, Idefol, yang memperoleh 31.208 suara, meminta agar mereka dianggap sebagai pemenang Pilkada Kabupaten Nias Selatan.
Permohonan Pemilukada Ulang
Tak hanya meminta pembatalan keputusan KPU, pihak Idefol juga meminta agar MK memerintahkan pelaksanaan Pemilu Kepala Daerah ulang di Kabupaten Nias Selatan. Hal ini mereka ajukan dengan harapan agar keadilan dapat ditegakkan dan proses Pilkada dapat berlangsung secara adil, bersih, dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Jika MK mengabulkan permohonan ini, maka Pilkada di Kabupaten Nias Selatan harus dilaksanakan ulang untuk memastikan bahwa yang terpilih adalah calon yang sah secara hukum.
Kontroversi dan Harapan Warga Nias Selatan
Kontroversi mengenai dugaan ijazah palsu ini tidak hanya melibatkan pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa Pilkada, tetapi juga menjadi perhatian publik di Kabupaten Nias Selatan. Masyarakat tentu berharap agar Pilkada dapat berlangsung dengan transparansi yang tinggi, di mana hanya calon-calon yang memenuhi persyaratan yang dapat maju. Jika benar terjadi penggunaan ijazah palsu, tentu saja ini akan merusak kredibilitas proses demokrasi dan kepercayaan publik terhadap hasil Pilkada.
Selain itu, kasus ini juga mencerminkan betapa pentingnya integritas dalam setiap proses pemilu. Persyaratan pendidikan yang diatur dalam undang-undang bukanlah hal sepele, karena hal ini berkaitan dengan kualitas pemimpin yang akan dipilih oleh rakyat. Jika ada pihak yang berusaha menipu atau menggunakan dokumen palsu demi meraih jabatan, maka hal ini jelas merugikan masyarakat dan merusak proses demokrasi itu sendiri.
Bagaimana Lanjutannya?
Sidang sengketa Pilkada Kabupaten Nias Selatan masih terus berlanjut. Semua pihak, termasuk pemohon dan termohon, akan menyampaikan argumen dan bukti-bukti yang mendukung posisi mereka. Mahkamah Konstitusi akan memeriksa dengan cermat seluruh bukti yang diajukan, termasuk dugaan penggunaan ijazah palsu tersebut. Keputusan yang diambil nantinya tentu akan menentukan nasib Pilkada Kabupaten Nias Selatan dan memastikan apakah proses demokrasi di daerah tersebut akan berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Bagi warga Nias Selatan, kasus ini bukan sekadar soal siapa yang menang atau kalah dalam Pilkada, tetapi juga soal keadilan dan integritas dalam pemilihan umum. Masyarakat tentu berharap agar segala dugaan pelanggaran dapat diselesaikan dengan tuntas dan adil, sehingga proses Pilkada selanjutnya dapat berlangsung lebih transparan dan berintegritas.
Pembelajaran Bagi Demokrasi Indonesia
Kasus ini mengingatkan kita bahwa setiap proses pemilihan umum harus dilakukan dengan hati-hati dan mematuhi semua aturan yang berlaku. Masyarakat harus bisa mengawasi jalannya Pilkada dan memastikan bahwa setiap calon memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Hal ini penting agar pemimpin yang terpilih benar-benar memiliki kompetensi dan integritas untuk memimpin daerahnya.