Mohon tunggu...
Sofah D. Aristiawan
Sofah D. Aristiawan Mohon Tunggu... Penulis - Sofah D. Aristiawan

Pengagum Demokrasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Manfaat Pajak untuk Pendidikan: Menghidupkan Harapan Melalui Beasiswa Bidikmisi-KIP Kuliah

29 Juni 2024   11:13 Diperbarui: 29 Juni 2024   11:18 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Sof, urang lulus, urang wisuda, urang sarjana ayeuna." (Sof, saya lulus, saya di wisuda, saya seorang sarjana sekarang).


Kalimat itu terucap dari mulut seorang karib yang baru saja di wisuda. Kira-kira delapan tahun lalu di Graha Sanusi Hardjadinata Kampus Dipati Ukur Universitas Padjadjaran. Adalah Muhammad Nur Alamsyah (bukan nama sebenarnya), pemuda kelahiran Desa Genteng, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, yang berbicara pelan tepat di dekat daun telinga saya. Matanya basah seperti beri penegasan akan sebuah pesan, bahwa selama ini harapan adalah energi satu-satunya yang buat kuda-kuda kakinya jadi tangguh, yang bermula dari keharusan sikap yang tak melulu mengeluh pada batas.


Batas, bagi Alam, adalah tembok batu besar yang mengelilingi sekaligus menutupi pandangan banyak orang di desanya. Batas itu bernama lingkaran kemiskinan, sedang pendidikan adalah social elevator yang paling netral untuk digunakan sebagai saluran keluar dari belenggu kemiskinan. Melampaui batas, bagi Alam, artinya merobohkan tembok kokoh itu dengan palu godam pendidikan guna meluaskan pandangan. Persoalannya kemudian: uang dari mana untuk membiayai pendidikan lanjutan bagi seorang yang berasal dari keluarga petani bawang merah seperti Alam?


Temuan BPS dalam Survei Ekonomi Nasional pada 2021 mengatakan: 76 persen anak putus sekolah dikarenakan ketiadaan biaya dan 8,7 persen anak mesti mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Tak ayal, saat itu selepas lulus sekolah, kedua orang tua Alam memang lebih menginginkannya pergi membantu bapaknya menggarap ladang. Namun, sepanjang ingatan saya tentang kisahnya, Alam bukanlah prototipe orang yang gampang cepat mengemasi semangat. Berbekal informasi dari kakak tingkatnya di sekolah, Alam bertemu dengan salah satu program pemerintah yang menunjukkan keberpihakannya pada anak keluarga tidak mampu seperti Alam: Program Bantuan Biaya Pendidikan Bidikmisi.


Beasiswa Bidikmisi, sederhananya, adalah bantuan biaya pendidikan bagi calon mahasiswa tidak mampu secara ekonomi untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi sampai lulus tepat waktu. Kini, program Bidikmisi bertransformasi menjadi Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah Merdeka yang merupakan salah satu Program Prioritas Nasional 2019-2024. Program tersebut bertujuan meningkatkan perluasan akses dan kesempatan belajar di perguruan tinggi secara lebih merata dan berkualitas bagi masyarakat terkategorikan miskin. Artinya, Bidikmisi atau KIP Kuliah merupakan upaya negara menunaikan amanat konstitusi bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan (Pasal 31 UUD 1945).



Bahkan pada 2024 ini, menurut Puslapdik Kemendikbudristek, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp13,9 triliun untuk 985.577 mahasiswa penerima program KIP Kuliah. Anggaran sebesar itu, di antaranya, untuk melanjutkan pembiayaan bagi mahasiswa penerima KIP Kuliah serta mahasiswa baru penerima KIP Kuliah. Sampai tahun 2023, Kemendikbudristek telah membiayai lebih dari 700.000 mahasiswa penerima KIP Kuliah. Singkatnya, ada 700.000 lebih anak muda seperti Alam yang terbantukan mimpinya untuk bisa mengeyam bangku kuliah, yang pada gilirannya mampu memotong mata rantai kemiskinan keluarga dengan memperoleh pekerjaan yang mapan dengan besaran gaji yang layak.


Hasil tracer study dengan data sekitar 128.000 orang alumni Bidikmisi-KIP Kuliah yang dilakukan Puslapdik Kemendikbudristek pada 2023 lalu setidaknya mengamini itu: sebanyak 46 persen alumni bekerja di perusahaan swasta dan 15 persen bekerja sebagai ASN, TNI, dan kepolisian, juga sebagian lainnya tersebar di BUMN, BUMD, LSM, dan berwiraswasta, serta 5 persen lainnya melanjutkan studi S2 atau profesi, dengan rentang gaji yang diperoleh dari 3 juta rupiah, bahkan menariknya, sampai di atas 10 juta rupiah untuk gaji pertama. Pendek kata, progam Bidikmisi-KIP Kuliah pada akhirnya memang menjadi akselerator perbaikan kualitas ekonomi bagi banyak keluarga miskin.


Komitmen negara untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan tidak bisa terwujud tanpa dukungan pendanaan yang memadai. Di sini, pajak sebagai salah satu sumber penerimaan negara menjadi teramat penting. Pajak memainkan peran utama dalam penyusunan APBN setiap tahunnya yang akan menentukan, antara lain, besaran alokasi bantuan biaya pendidikan. Sederhananya, semakin besar penerimaan pajak, semakin banyak pula anak keluarga tidak mampu yang akan menerima manfaat dari pajak dalam bentuk beasiswa pendidikan Bidikmisi-KIP Kuliah. Kendati tidak berhubungan langsung, tetapi trennya mengatakan demikian: lihat Tabel 1.

Gambar: diolah penulis
Gambar: diolah penulis

Oleh karena itu, banyak anak muda dari keluarga miskin, Alam salah satunya, menaruh harapan di pundak mereka yang memenuhi syarat subjektif dan objektif mempunyai kewajiban membayar pajak. Termasuk para alumni Bidikmisi-KIP Kuliah yang telah bekerja dan tercatat sebagai wajib pajak. Artinya, fungsi pajak sebagai alat redistribusi pendapatan bekerja. Tujuannya satu: memastikan bahwa kemakmuran mesti dirasakan secara menyeluruh masyarakat Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun