Mohon tunggu...
Tivana Fachrian
Tivana Fachrian Mohon Tunggu... Seniman - Coupleblogger

We wilt have poetry in our life. And adventure. And love. Love above all!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Manusia Modern dan Good Samaritan Syndrome: Jangan-Jangan Kita Salah Satunya?

7 Agustus 2022   05:56 Diperbarui: 7 Agustus 2022   06:36 1219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sedangkan seseorang dengan Good Samaritan Syndrome mengabaikan tiga landasan, dia akan memilih do anything atau melakukan segala hal untuk menolong orang lain. Misalnya saja, berkelahi dengan tangan kosong.

Merujur Max Weber, Good Samaritan merupakan suatu tipe ideal dan pada kenyataannya tidak ada manusia yang benar-benar seperti itu. Setiap manusia pasti mengharap sesuatu, bahkan bagi seseorang yang tak meminta imbalan pada yang ditolongnya sekali pun misalnya saja mengharapkan pahala dari Tuhan.

Dalam dunia modern ini, Good Samaritan Syndrome kerap menjadi fenomena yang dapat ditemui di media sosial. Fenomena paling mudah disebutkan adalah konten kreator yang kerap membagikan unggahan bermaterikan menolong orang tidak mampu atau orang yang mengalami nasib buruk dengan memberikan sejumlah uang atau bantuan. Sering melihat, bukan?

Kita tidak sedang menyalahkan perbuatan orang lain, atau menilai kebenaran dan kesalahan. Saat ini, kita tengah membincangkan fenomena ini dari kacamata Sosiologi.

Buat contoh yang lebih spesifik. Sebut saja seseorang bernama Bejo. Suatu ketika, si Bejo berkeliling dengan mobil dan melintasi suatu taman. Di taman tersebut, dia melihat seorang pria lanjut usia duduk termenung dengan dagangan permen yang masih utuh sedari pagi. Bejo turun dari mobil menghampiri pria tersebut dengan kamera tersembunyi, memborong permen-permen dan memberikan beliau jutaan rupiah uang untuk membayarnya (tak sesuai dengan harga sebenarnya). Setelah menyelesaikan misi tersebut Bejo mengunggah hasil berbuat baik yang direkamnya tadi, ditambah dengan narasi memilukan, dan musik latar yang menyayat hati.

Pada fenomena ini, Bejo diposisikan sebagai seorang Good Samaritan. Bejo mengorbankan sejumlah uang yang diberikan kepada sang penjual permen tanpa memikirkan ketiga landasan; mengabaikan hukum berupa privasi dari bapak tua yang diambil gambarnya secara diam-diam; azas manfaat misalnya permen-permen yang dibelinya tadi belum tentu dia butuhkan dan belum tentu dia akan makan semuanya; dan situasi misal saja jika ada orang jahat yang mengena bapak tua melihat unggahannya lalu berniat merampok.

Dalam kasus ini, Bejo berperan ikhlas memberi bantuan kepada bapak tua dengan memberikan uang yang sangat banyak tanpa meminta lebih banyak permen dari yang saat itu bapak tua miliki di tasnya. Namun, jika kita tahu apa yang sebenarnya terjadi, saat itu Bejo memang tidak mengharapkan permen akan tetapi dia berharap hal lain; barangkali jumlah pengikut di media sosial meningkat signifikan atau komentar pujian.

Bedakan dengan fenomena lain. Sebutlah namanya kali ini si Untung. Hampir sama dengan Bejo, si Untung melihat seorang bapak tua penjual permen yang dagangannya belum laku. Muncullah dalam hati Untung perasaan iba sehingga dia menghampiri bapak tua tersebut (kali ini tanpa kamera), membeli dua butir permen untuk dia nikmati, kemudian pergi, dan melupakan kebaikan yang dilakukan.

Dalam fenomena ini, kebaikan berdasarkan Romasety tidak mengalami degradasi atau lebih minim degradasinya dibandingkan dengan si Bejo---tidak ada pelanggaran privasi, tidak ada permen yang tidak dimanfaatkan, dan tidak membiarkan si bapak tua maupun dirinya dalam situasi yang berbahaya.

Mungkin saja, dalam hati Untung masih ada harapan berupa pahala dari kebaikan yang dilakukannya, atau malah sebenarnya dia punya perasaan ingin terlihat pahlawan di mata si bapak tua akan tetapi tentu kadar risiko yang dia timbulkan jauh lebih sedikit dari yang dilakukan oleh Bejo sehingga masih dalam batas kewajaran.

Bukan hanya dari dua fenomena tersebut. Good Samaritan Syndrome juga ditemukan dalam perilaku bermedia sosial lain. Misalnya, seseorang yang berusaha menampakkan diri sebagai sosok orang baik dengan kehidupan yang sempurna di Instagram hingga memalsukan banyak hal demi citra yang tanpa cela.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun