Rasa sepi lambat laun kembali bergelut dalam gelanggang jiwa.
Lagu yang mana lagi yang harus kuputar,
wahai kelana;
lagu mana lagi yang harus kusuka?
Kutelan geloraku merayu dengan sepenuh buku,
sekarang kau adalah bayangan bicara yang meraba bilah tulang.
Kau adalah busung lapar yang melilit periuk garam.
Aku sudah tak kendali.
Aku begitu jenuh dengan bertudung-tudung saji yang manakala dibuka hidangku rindu lagi ...
dan lagi.
Sedemikian rupa.
Menangis dan marah telah kuperah kupecah.
Begitupun ketawa.
Cinta ... dan Cinta.
Kuharap tandangmu di kekatupan mataku saat ku sekelam itu.
Cinta ... Cinta ...
selalu laksana napas dalam khawatir;
berembus kencang dan sedikit sesak berkeliling dada.
Cinta ... kesakit-putauan pujangga.
---tiv firsta, 8:56 PM, Mei 11 2020
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI