Pagi ini ketika membaca sebuah koran lokal daerah Jawa Pos dan Rakyat Bengkulu, saya melihat ada suatu cerita pengalaman panggilan hidup pasangan suami istri untuk membantu anak-anak miskin dan terlantar bisa hidup layak dan baik...
HENNY Kristianus terkesima ketika mobil yang dikendarainya berhenti di persimpangan Jalan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Dia melihat begitu banyak anak yang berkeliaran di keramaian lalu lintas. Ada yang mengamen dan mengemis.
Henny bingung bercampur sedih. Sebab, dia tidak mengira jumlah anak yang dieksploitasi di jalanan semakin banyak jika dibandingkan sebelum dirinya meninggalkan Indonesia untuk tinggal di Australia selama 10 tahun. Ya, saat itu, tahun 2006, Henny baru melahirkan anak kembar dan pulang ke tanah air.
’’Saya pulang untuk menunjukkan anak pertama saya yang baru lahir dan kebetulan kembar kepada orang tua. Tapi, saya sedih begitu melihat banyak anak kecil yang dibawa ibunya untuk mencari simpati pengguna jalan,’’ ujar Henny mengenang titik balik kehidupan sosialnya kepada Jawa Pos yang menemuinya Selasa malam (10/12).
Henny bersama sang suami, Yoanes, sempat bimbang melihat kenyataan yang kontras. Di satu sisi, saat itu dirinya sudah mempunyai kehidupan sosial yang mapan di Sydney, Australia. Di sisi lain, masih banyak warga di tanah air yang perlu uluran tangan. Namun, setelah berdiskusi panjang, pasutri itu akhirnya memutuskan untuk kembali ke Indonesia.
’’Kami merasa terpanggil untuk membantu mereka yang kurang beruntung itu. Bagaimanapun, mereka berada di sekitar tempat kami tumbuh,’’ timpal Yoanes.
Tidak lama kemudian, pria 37 tahun tersebut memboyong keluarga kecilnya untuk pulang ke tanah air. Mereka meninggalkan kehidupan yang mapan di Australia. Termasuk, bisnis pengiriman dan coffee shop yang mereka rintis di Negeri Kanguru itu. Padahal, dari dua bisnis tersebut, pasutri tersebut tiap bulan mendapat penghasilan sekitar Rp 80 juta.
(kutipan dari jawa pos )
Henny Kristianus dan Yoanes  meninggalkan kehidupan mapan di Australia sebagai permanen resident yang sangat di dambakan oleh banyak pendatang di Australia dan kembali ke Indonesia untuk mengabdikan dirinya membantu anak-anak terlantar yang dalam pasal 34 UUD 1945 anak-anak terlantar dan fakir miskin dipelihara oleh negara tetapi mereka terpanggil untuk membantu anak-anak terlantar, mereka memulainya dari nol dengan menjadi pengajar bahasa inggris dan pekerja sosial di daerah kumuh di Bandung selama setahun dan kembali ke Jakarta menjadi pekerja sosial untuk anak-anak terlantar dan mengembangkan kegiatan membantu anak-anak terlantar sampai ke pelosok-pelosok daerah....
Jika dilihat dari cerita ini, saya melihat pasangan suami istri tersebut menemukan alasan dan motivasi serta impian dengan komitmen untuk menyejahterakan anak-anak terlantar, memang banyak rintangan namun mereka percaya semuanya pasti ada jalannya...