Mohon tunggu...
Titus Zarek Sriyanto
Titus Zarek Sriyanto Mohon Tunggu... Programmer - System Engineer

Mahasiswa S2 Ilmu Komputer Budiluhur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Krisis Etika dalam Penggunaan AI Pada Karya Grafis Digital: Metode Penegakan Hak Cipta dan Pengakuan

5 September 2024   11:45 Diperbarui: 5 September 2024   11:46 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Artificial Intelligence (AI) merupakan suatu kecerdasan buatan yang dapat melakukan suatu pembelajaran secara ilmiah. Dalama praktiknya, AI dinilai bisa membantu manusia dalam melakukan pekerjaannya, disisi lain juga memunculkan keresahan dimana AI dapat menggantikan secara penuh fungsi manusia dalam suatu pekerjaan. Tak hanya disitu, terdapat sebuah kontradiksi dimana materi yang digunakan AI sebagai model pembelajarannya tidak diambil secara etis.

Agar AI dapat melakukan hal yang dikehendaki pengembangnya, AI membutuhkan suatu model dimana nantinya model ini yang mempengaruhi bagaimana AI menganalisa dan kemudian memberikan keluaran sesuai dengan masukan dan model yang dipelajari. Sebagai contoh, agar sebuah AI bisa mentranslansi suatu bahasa ke bahasa lainnya, maka sebuah AI perlu memiliki model bahasa asal dan model bahasa tujuan. Dalam konteks grafis digital, AI memanfaatkan model yang telah dilatih dengan berbagai karya seni yang telah ada. Hal ini memungkinkan AI untuk menghasilkan karya baru yang meniru atau bahkan menggabungkan berbagai gaya seni. Namun, masalah etis muncul ketika AI dilatih menggunakan karya-karya yang dilindungi hak cipta tanpa izin secara langsung dari pencipta aslinya. Sebagai contoh, beberapa AI yang mampu menghasilkan gambar realistis menggunakan model pembelajaran yang mengakses ribuan karya seni dari internet tanpa persetujuan pemiliknya. Ini memunculkan perdebatan mengenai hak cipta dan kepemilikan intelektual. Oleh karena itu, penggunaan AI dalam menciptakan grafis digital perlu dipertimbangkan secara hati-hati dari sisi etika agar tidak melanggar hak pencipta karya.

Kekhawatiran utama tentang penggunaan AI dalam karya grafis digital berkaitan dengan pelanggaran hak cipta. AI sering kali dilatih menggunakan dataset besar yang diambil dari internet tanpa memperhatikan apakah karya-karya tersebut dilindungi oleh hak cipta. Beberapa alat AI, seperti generator gambar berbasis AI, menggunakan ratusan ribu gambar karya seni tanpa memberi kredit kepada pembuatnya. Hal ini menimbulkan masalah hukum, di mana pencipta asli merasa hak mereka dilanggar, meskipun AI tidak secara langsung meniru karya mereka tetapi menggunakannya sebagai dasar pelatihan.

Ketidakadilan dalam pengakuan penciptaan juga menjadi isu sentral dalam penggunaan AI untuk seni. Ketika sebuah karya grafis digital dihasilkan oleh AI, pencipta karya tersebut sulit diidentifikasi, karena AI hanya merupakan alat yang berfungsi berdasarkan data yang telah dimasukkan. Seorang desainer mungkin menggunakan AI untuk menghasilkan bagian dari karyanya, namun siapa yang harus diberi penghargaan—AI atau manusia yang memanfaatkannya? Etika dalam atribusi karya sangat penting untuk mencegah kebingungan tentang siapa pencipta yang sebenarnya dan memastikan para seniman mendapat penghargaan yang pantas.

Selain hak cipta, ada juga perdebatan mengenai kualitas dan orisinalitas karya yang dihasilkan oleh AI. Karya yang dihasilkan oleh AI sering kali dianggap tidak memiliki jiwa atau visi artistik seperti karya yang diciptakan oleh manusia. Sebuah karya seni yang dibuat oleh seniman manusia dapat mengandung makna mendalam atau simbolisme, sementara karya yang dibuat AI hanya merupakan hasil penggabungan pola data. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah karya yang dibuat oleh AI dapat dianggap sebagai seni sejati, atau hanya sebagai alat penghasil grafis tanpa nilai estetika atau filosofis.

Di sisi lain, ada pendukung AI yang berpendapat bahwa teknologi ini dapat mempercepat dan mempermudah proses kreatif. AI dapat membantu seniman dalam merancang konsep awal atau mengotomatisasi tugas-tugas teknis yang membosankan, sehingga mereka bisa fokus pada aspek kreatif. Beberapa seniman telah menggunakan AI untuk mengolah gambar dasar, lalu menambahkan sentuhan pribadi mereka untuk menciptakan karya akhir yang unik. Dalam konteks ini, AI berfungsi sebagai alat yang mendukung kreativitas, bukan sebagai ancaman bagi seniman.

Namun, penting juga untuk mempertimbangkan dampak sosial dari peningkatan penggunaan AI dalam dunia seni grafis. Jika AI terus berkembang dan menjadi lebih canggih, mungkin ada pengurangan permintaan untuk seniman manusia, yang pada akhirnya memengaruhi mata pencaharian mereka. Platform yang menggunakan AI untuk menghasilkan karya seni mungkin memilih untuk menggunakan AI daripada mempekerjakan seniman profesional karena lebih murah dan efisien. Ini menimbulkan tantangan etis terkait dengan keberlanjutan profesi seniman di masa depan.

Ada juga pertimbangan mengenai transparansi dalam penggunaan AI dalam seni grafis. Ketika sebuah karya dihasilkan oleh AI, penting bagi masyarakat untuk mengetahui bahwa karya tersebut dibuat oleh mesin, bukan manusia. Di beberapa kasus, seniman atau perusahaan tidak mengungkapkan penggunaan AI dalam penciptaan karya seni, yang dapat menipu konsumen atau audiens. Transparansi ini penting untuk menjaga kepercayaan publik dan memastikan bahwa orang dapat membuat keputusan yang sadar mengenai karya yang mereka konsumsi.

Regulasi terkait penggunaan AI dalam seni juga menjadi topik yang harus dibahas. Menurut Andres Guadamuz, seorang ahli hukum teknologi dari University of Sussex, pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh AI merupakan isu yang kompleks. Guadamuz menyatakan bahwa meskipun karya-karya yang digunakan oleh AI untuk pembelajaran mungkin dilindungi hak cipta, namun saat ini belum ada hukum internasional yang secara khusus melarang penggunaan data semacam itu untuk melatih model AI. Guadamuz menegaskan bahwa "kreativitas manusia tetap tak tergantikan, namun perlu ada kerangka hukum yang jelas untuk melindungi karya seniman dalam era AI". Regulasi yang tepat dapat membantu mencegah pelanggaran hak cipta dan menjaga keseimbangan antara inovasi teknologi dan perlindungan hak seniman.

Penggunaan AI dalam penciptaan grafis digital membawa manfaat dan tantangan etis. AI dapat mempercepat proses kreatif dan menghasilkan karya yang mengesankan, namun juga dapat menimbulkan masalah terkait hak cipta, orisinalitas, dan pengakuan pencipta. Pelanggaran hak cipta dan ketidakjelasan atribusi dalam karya AI adalah masalah nyata yang membutuhkan perhatian. Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang jelas dan pedoman etis yang kuat untuk memastikan penggunaan AI dalam seni tidak melanggar hak-hak seniman dan tetap menghargai kreativitas manusia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun