Mohon tunggu...
Titus Permadi
Titus Permadi Mohon Tunggu... lainnya -

Dosen Entrepreneurship di Universitas Ciputra Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Manusiawi Membangun Negeri

2 September 2012   15:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:00 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada seseorang yang mengatakan bahwa ketika menjadi karyawan, ia harus memiliki empat topeng. Pertama adalah topeng untuk berhadapan dengan atasan, kedua adalah topeng untuk berhadapan dengan bawahan, ketiga adalah topeng untuk berhadapan dengan rekan sejawat, keempat adalah topeng untuk berhadapan dengan konsumen.

Dalam keseharian, seseorang mengenakan baju bukan hanya untuk menutupi auratnya saja, tetapi juga untuk sebuah ekspresi dan penghormatan kepada orang lain dalam pergaulannya. Cara berpakaian menjadi sebuah cara untuk tampil sesuai acara dan peran yang disandangnya.

Terampil berganti topeng dan baju sesuai konteksnya merupakan ketrampilan yang penting sejauh seseorang tidak kehilangan jati diri dan kepribadiannya. Topeng dan baju yang dikenakan seseorang akan mempengaruhi persepsi pihak lain dan menghasilkan suatu dampak tertentu. Dampak itu bisa berupa respek dan simpati atau justru cibiran. Ketrampilan ini bisa membawa orang naik ke jenjang sosial dan kekuasaan yang lebih tinggi serta membantu dalam mencapai kepentingan pribadi maupun kepentingan politiknya. Para politikus tentulah orang-orang yang telah terampil menerapkan hal ini. Namun yang penting dicermati adalah motif yang mendasari perilaku politiknya, karena motif ini akan mempengaruhi arah dan manfaat politik bagi masyarakat.

Apa pun motifnya, cukup masuk akal bila para pelaku politik memiliki arah yang sama dengan alasan kemerdekaan suatu bangsa. Sebuah arah politik akan benar dan berguna manakala pelakunya senantiasa mengingat cita-cita mendasar suatu kemerdekaan yang berakar pada kesadaran dan pemahaman bahwa bangsa ini harus dapat menolong dirinya sendiri, bahwa bangsa ini harus bertanggungjawab atas masa depannya sendiri, bahwa bangsa ini harus dapat memperkokoh dirinya sendiri, bahwa semua warga negara di dalamnya diberkahi sebuah kesempatan dan hak untuk mengabdikan diri pada kemajuan bangsanya dalam segala bentuk kontribusi dan peran yang dapat ia lakukan. Inilah seharusnya motif para politikus di negeri ini, yaitu menggugah kesadaran seluruh bangsa untuk bahu membahu berjuan dan memenangkan masa depan di atas kaki sendiri.

Waktu kelak akan membuktikan apakah negeri ini terus jaya atau terjungkal. Waktu jugalah yang kelak akan bertutur jujur apakah bangsa ini mampu meraih apa yang ingin diraih dan mampu mentransformasi kepribadian bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat. Bermartabat karena negerinya kuat, bermartabat karena sistem ekonominya bersih dan efisien, bermartabat karena penduduknya berlaku terhormat, bermartabat karena mendasari hukum dengan cinta kepada rakyat, bermartabat karena menghargai rakyat dengan tidak merampas hak-haknya, bermartabat karena menempatkan semua komponen bangsa sebagai sebuah keluarga. Memperlakukan seluruh komponen bangsa sebagai satu tubuh yang ditopang oleh banyak organ, seperti seorang CEO mengelola “resources 6M” organisasinya (market, management, material, machine, money, method).

Martabat bangsa akan tercipta manakala perjuangan politik dipandang sebagai ungkapan cinta seorang ibu yang mengayomi anak-anaknya dan mempersatukan keluarganya, bukannya sebagai perang antar politikus yang gemar bertarung seperti hewan beradu ganas dan bercatur tipu muslihat.

Konsep perjuangan politik yang harus dikembangkan adalah berlandaskan pada kebersamaan dalam sebuah keluarga dan negeri yang berbhineka tunggal ika, diayomi oleh rasa cinta, saling percaya, saling menguatkan dan saling menjaga, serta berpijak pada kebenaran, keadilan dan kejujuran. Kemajuan yang satu ditopang oleh anggota keluarga lainnya, kemerosotan yang satu diangkat bersama oleh seluruh keluarga.

Maka negara harus dikelola sebagai kombinasi optimal dari tiga modal bangsa, yaitu modal ekonomi, modal manusia dan modal sosial. Modal sosial diarahkan sedemikian rupa agar kapasitas nasional dari low trust society (modal sosial lemah) bertumbuh menuju high trus society (modal sosial kuat) dalam bingkai partisipasi bersama (togetherness) dan saling percaya (trust) sebagai disarankan oleh Robby Johan dalam Lead to togethernes (Johan, 2008).

Akhirnya bilamana politik yang mengadopsi sifat-sifat hewani belum mampu membangun negeri, maka tibalah saatnya bagi politik manusiawi untuk memimpin bangsa ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun