Mohon tunggu...
Titus Angga Restuaji
Titus Angga Restuaji Mohon Tunggu... An Educator

I'm currently working in an educational institution in Jakarta. I'm interested in academic writing, research, and social issues. I've published some writings in some journals and a book chapter.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Deep Learning: sebuah approach?

1 April 2025   08:00 Diperbarui: 31 Maret 2025   22:19 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendahuluan

"Deep Learning" adalah istilah yang akhir-akhir ini sering kita dengar ataupun baca di media-media informasi di Indonesia, terutama terkait kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Seringkali, karena ketidaktahuan, "Deep Learning" dianggap akan menggeser Kurikulum Merdeka yang sudah dijalankan sejak era kepemimpinan Menteri Pendidikan terdahulu, Nadiem Makarim. Namun, dalam sebuah paparan terkait capaian kinerja Kemendikdasmen 2024, Menteri Pendidikan Abdul Mu'ti menegaskan bahwa pola pembelajaran ini tidak akan menggantikan Kurikulum Nasional yang berlaku saat ini, yaitu K13 dan Kurikulum Merdeka (Lavenia, 2024). Tulisan ini dimaksudkan membantu para guru memahami sedikit lebih baik pendekatan "Deep Learning" ini termasuk di dalamnya sejarah guna memberi latar belakang pemahaman terhadap penerapan konsep "Deep Learning" dalam konteks pendidikan di Indonesia. Tulisan ini juga berusaha memberikan gambaran dampak-dampak tak dikehendaki dari penerapan pendekatan "Deep Learning" dalam pendidikan di Indonesia.

Sejarah "Deep Learning"

Istilah "Deep Learning" pertama kali digunakan dalam dunia komputer. "Deep Learning" adalah cabang dari ilmu "Machine Learning" yang menggunakan "artificial neural networks" atau "jaringan saraf tiruan" untuk meriplikasi cara kerja otak manusia dalam belajar dan berpikir. Pada tahun 1965, beberapa ilmuwan komputer, termasuk Alexey Ivankhenko dan Viktor Lapa, berusama mengembangkan algoritma pembelajaran mendalam atau "deep learning". Langkah awal yang mereka lakukan adalah mengembangkan model lapisan yang didasarkan pada "fungsi aktivasi polinomial" dan dianalisis melalui metode statistik untuk mengolah data input (Sari, 2024).

Pada tahun 1979 seorang Jepang bernama Kunihiko Fukushima memperkenalkan jaringan konvolusional. Jaringan konvolusional adalah bagian dari "machine learning" dan merupakan inti dari algoritma "deep learning" atau pembelajaran mendalam (IBM, 2025). Jaringan ini masih menggunakan skema penguatan yang ditentukan secara manual karena pada masa itu teknik melatih model "machine learning" dengan pola "backpropagation" belum berkembang (Spitasari, 2024). "Backpropagation"adalah algoritma yang memungkinkan pelatihan jaringan saraf buatan dalam "machine learning" menjadi lebih mendalam dengan cara yang lebih efisien, sehingga mempermudah proses belajar dan adaptasi model dari data yang ada. Algoritma "backpropagation" diperkenalkan pertama kali oleh Geoffrey Hinton, Yann LeCun, dan Ronald Williams pada tahun 1985 (Sari, 2024).

Penerapan "deep learning" yang lebih praktis beserta inovasi-nya yang lebih nampak baru sungguh muncul pada tahun 1989 ketika Yann LeCun mengembangkan metode "backpropagation" di Bell Labs. Metode "backpropagation" yang ia kembangkan lebih efektif dalam mengklasifikasikan digit tulisan tangan. Hal ini menjadi sebuah lompatan penting karena semakin menunjukkan potensi "deep learning" dalam pengenalan pola dan klasifikasi. Namun demikian, perkembangan "deep learning" bukan tanpa tantangan, terutama bagaimana sinyal data untuk pembelajaran sampai pada lapisan-lapisan yang digunakan untuk memproses data. Maka, diperlukan pra pelatihan lapisan demi lapisan dan pengembangan memori jangka pendek pada tahun 1997 agar data yang sudah direkam di lapisan pertama dapat diteruskan ke lapisan berikut dan memungkinkan pengolahan data yang lebih kompleks.

Puncak inovasi "deep learning" terjadi pada awal tahun 2010-an. Pada 2011 hingga 2012 tim yang terdiri dari Jrgen Ciresen, Alex Krizhevsky, Illya Sutskever, dan Geoffrey Hinton berhasil mengembankan model "deep learning" yang mampu mengenali karakter yang diterapkan pada rambu lalu lintas dan pencitraan medis melalui jaringan konvolusional. pada tahun 2012 hingga 2014 perusahaan-perusahaan besar seperti Google, Facebook, dan Microsoft melakukan akuisisi terhadap start-up dan ilmuwan "deep learning". Investasi besar yang mereka kucurkan membuat perkembangan "deep learning" dan inovasi teknologi "Artificial Intelligent" (AI) semakin cepat.

Aplikasi "Deep Learning"

Dengan melihat potensi "deep learning" dalam mengenal, memahami, dan memproses data yang beraneka ragam, aplikasi "deep learning" menjadi sangat menjanjikan. Kemampuan tersebut akan sangat dibutuhkan dalam bidang-bidang kerja di mana pemrosesan data dibutuhkan untuk mengambil sebuah tindakan yang efisien dan akurat. Sari (2024) dalam artikelnya tentang "deep learning" merangkum beberapa bidang penerapan "deep learning" sebagai berikut:

Bidang kesehatan

"Deep learning" membantu pencatatan riwayat medis dan analisis hasil pemeriksaan medis, seperti radiologi. Melalui pengenalan gambar, "deep learning" akan membantu proeses analisis hasil radiologi dan menilai gambar rekam medis dengan lebih cepat, efisien, dan akurat. Selain itu, "deep learning" dengan kemampuan mendeteksi ribuan gambar dan menemukan pola tertentu akan sangat membantu deteksi dini berbagai penyakit dan gangguan kesehatan, seperti deteksi dini dari hasil MRI atau CT Scan. Dengan keakuratan data, "treatment" pengobatan pasien secara tepat dan akurat lebih dimungkinkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun