Hal lain yang kemudian kurang elaboratif adalah cara penyusun memilih dan memilah bagian yang hendak dijelaskan, bukan yang harus dijelaskan. Misalnya, pada bagian teknik meresensi fiksi, penyusun menjelaskan lima pokok yang harus ada di dalamnya, yaitu tema, sudut pandang, tokoh, alur, dan bahasa.
Kemudian, pada bagian lain, penyusun menjelaskan tema secara spesifik pada bagian tersendiri, namun tidak dengan empat pokok lainnya, yang sebenarnya sama-sama penting untuk dijelaskan. Kembali pada bagian awal, lalu mengurutkannya hingga bagian akhir.
Alangkah lebih baik jika penyusun membuat alur atau storyline yang jelas serta terstruktur ketika menyajikan penjelasannya, sehingga pembaca tidak perlu bersusah payah untuk mengolah data, mengurutkan, serta mengingat lebih keras apa saja yang telah dilaluinya pada halaman-halaman sebelumnya.Â
Kekecewaan lain pula datang ketika tim penyusun tidak menjelaskan teori secara mendalam berdasarkan kajian linguistik; pada bagian kata, tidak ada pengantar teori morfologi yang dijelaskan secara utuh, begitupun pada bagian kalimat yang tidak memuat pengantar teori sintaksis di dalamnya.
Meskipun tergolong kompleks, teori ini perlu disinggung untuk mengantar pembaca pada pemahaman yang utuh dan sesuai. Buku yang penulis gunakan untuk menyusun resensi ini diterbitkan pada tahun 2011. Terdapat beberapa perubahan dari segi kosa kata baku dengan saat ini, misalnya dalam buku disebutkan kata ustad sebagai kata baku, padahal saat ini yang baku adalah ustaz.
Lalu, padanan disinfect saat itu diartikan sebagai awahama, yang saat ini dapat dilafalkan dengan disinfektan. Hal ini adalah wajar mengingat bahasa bersifat dinamis, dan dapat pula menjadi catatan bagi penyusun untuk memperbaharui isi yang sudah tidak relevan jika buku ini diterbitkan kembali. Sekaligus alangkah lebih baik jika sampul terbitan 2011 yang tampak seperti buku panduan sekolah ini dirancang lebih menarik lagi.Â
Buku ini pada akhirnya diklasifikasikan sebagai karya nonfiksi yang dapat dibaca menggunakan berbagai teknik membaca, baik intensif ataupun ekstensif sesuai kebutuhan pembaca.
Di luar segala kritik tersebut, penerbit sekaligus naungan pemerintah yang saat ini bernama Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan perlu mendapatkan apresiasi yang tinggi atas upayanya menerbitkan karya yang berorientasi untuk mencerdaskan masyarakat, khususnya pada ranah bahasa. (@tokads)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H