Mohon tunggu...
titis agunging tyas
titis agunging tyas Mohon Tunggu... -

silent may be our voices within our hearts..

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mencintai tanpa memiliki

15 Januari 2011   23:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:32 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Melelahkan bukan mencintai tanpa memiliki? Bagai punguk merindukan bulan. Tapi memang bisa jadi hanya ingin mencintai saja tanpa memiliki. Em, egois! Itu menurut saya. Mencintai tanpa memiliki bagi saya sama saja dengan mencnitai apa yang tidak menjadi milik kita atau dengan kata mencintai apa yang dimiliki orang lain. Dalam konteks ini saya berbicara tentang cinta antara pria dan wanita.

Ada banyak cinta tak sampai di dunia ini. Anda bahkan tidak bisa menghitungnya dengan garis-garis di sidik jari atau bahkan dengan pori-pori anda. Ada yang melupakannya begitu saja, melupakan dengan susah, melupakan dengan susah setengah mati, namun ada yang menjaganya dalam hati sampai sekarang bahkan sampai nanti yang mungkin sampai mati juga. Cinta memang tak kenal batas. Batas apapun. Batas pernikahan juga.

Well, pernikahan itu sesuatu yang sakral. Sesuatu yang haram bisa menjadi halal karena menikah. Bila sudah menetapkan hati untuk menikahi seseorang, seharusnya orang tersebut bisa melupakan bahkan menghilangkan cinta-cinta tak sampainya. Sama juga dengan seseorang yang ditinggal menikah orang yang dicintainya, tak seharusnya dia mencintai orang itu lagi. Karena apa? Dia bukan milik kita. Mencintai yang bukan milik kita dalam konteks ini, tidakkah kita akan merasa kita itu begitu rakus? Mungkin suatu saat kita memiliki seseorang, tapi dalam hati kita, kita masih menyimpan rasa cinta untuk orang lain. Sangat rakus menurut saya. Bukankah seharusnya kita mencintai apa yang menjadi milik kita bukan apa yang menjadi milik orang lain? Pernah tidak kita berpikir seperti itu? Betapa rakusnya kita, betapa egoisnya kita dan betapa tidak adilnya ini bagi orang-orang atau apa-apa yang menjadi milik kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun