“Rupiah” adalah sebuah kata yang selalu kita dambakan. Siapa yang tidak menginginkan Rupiah?. Setiap orang yang berakal pasti menginginkan hal itu. Bagaimana jika kita sudah memiliki Rupiah? Tentu saja kita harus menyikapinya dengan bijak dalam penggunaannya. Tidak serta merta menghabiskan dalam sekejab.
Rupiah selain menjadi alat pembayaran yang sah juga memiliki nilai-nilai historis perjalanan bangsa Indonesia. Rupiah memiliki desain yang melambangkan persatuan Indonesia sebagai simbol kedaulatan negara.
Ada tampilan gambar Pahlawan Nasional dan lambang negara “Burung Garuda”. Rupiah terlihat tambah menarik dengan adanya ornamen khas nusantara yang menunjukkan keberagaman tradisi, warisan, dan budaya di seluruh Indonesia. Sehingga masyarakat mudah mengenali Rupiah.
Kita dapat melihat, memegang, dan memiliki Rupiah dalam kehidupan sehari-hari. Namun, uang yang beredar di masyarakat Indonesia sebagian besar dalam keadaan sudah sobek, lusuh, dicoret, disteples, ataupun dilipat. Ya, sangat disayangkan sekali hal seperti ini bisa terjadi. Rupiah merupakan salah satu simbol negara dan harus kita jaga dan rawat dengan baik. Oleh karena itu, perlu diajarkan “5 J”, yaitu Jangan dilipat, Jangan dicoret, Jangan disteples, Jangan diremas, dan Jangan Dibasahi.
Sejarah Oeang Republik Indonesia (ORI)
Pada tanggal 1 Oktober 1945, pemerintah Indonesia menetapkan berlakunya mata uang bersama untuk Indonesia yaitu De Javasche Bank, yang merupakan uang Hindia Belanda dan uang Jepang.
Pada tanggal 2 Oktober 1945, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Pemerintah Republik Indonesia yang menetapkan uang NICA tidak berlaku lagi di wilayah Republik Indonesia. Sedangkan pada tanggal 3 November 1945, Surat Keputusan Pemerintah Republik Indonesia memilki empat mata uang sah, yaitu:
1. De Javasche Bank
2. De Japansche Regeering
3. Dai Nippon emisi