Rasa trauma adalah bayang-bayang yang bisa lama menghantui perjalanan hidup seseorang. Proses untuk berdamai dengan jejak-jejak tersebut bukanlah perjalanan yang mudah, tetapi merupakan langkah penting menuju penyembuhan dan kebebasan dari beban masa lalu.
Pada suatu waktu, saya terjebak dalam labirin ingatan yang menyakitkan. Rasa trauma mengkunciku dalam kecemasan dan ketidakamanan. Namun, saya menyadari bahwa saya harus memutuskan untuk berdamai dengan bagian-bagian diri yang terluka ini.
Langkah pertama yang saya lakukan yaitu menerima kenyataan bahwa trauma adalah bagian dari sejarah saya, bukan definisi diri saya. Saya mulai merangkul pengalaman tersebut sebagai guru yang pahit namun berharga. Ini seperti menatap cermin diri dan mengakui ketidaksempurnaan yang membentuk saya.
Dalam perjalanan mendamaikan diri, saya belajar menerima bahwa saya tidak selalu harus menjadi pahlawan yang tidak tergoyahkan. Terkadang, kekuatan sejati datang dari kerentanan, dari keberanian untuk melihat ke dalam diri sendiri dan mengakui ketidaksempurnaan.
Saya memutuskan untuk tidak sendirian dalam proses ini. Berbicara dengan diri sendiri, mencurahkan perasaan dalam kata-kata, adalah bentuk terapi pribadi yang membantu saya merentangkan sayap menuju kemerdekaan emosional.
Mendamaikan diri dengan rasa trauma bukan berarti melupakan, melainkan membebaskan diri dari kendali emosional yang telah lama terjadi. Ini adalah perjalanan panjang, tetapi setiap langkah kecil menuju damai dengan diri sendiri adalah kemenangan. Dan pada akhirnya, saya menemukan kekuatan di balik ketenangan, membangun pondasi yang kokoh untuk masa depan yang lebih sehat dan lebih bahagia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H