Mohon tunggu...
Titin Hatma
Titin Hatma Mohon Tunggu... -

Membaca. Menalar. Menikmati.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Itu, Komitmen

30 September 2014   22:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:53 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Jam 12 malam, dua wanita itu rebahan di atas kursi plastik tua, di atas rooftop yang sepi, diam menikmati deru pesawat terbang yang melintas. Kemudian wanita bermata sipit menoleh, "Kenapa orang yang sedang menjalin hubungan bisa merasa jenuh? Kok bisa? Bagaimana dengan yang menikah bertahun-tahun?" Diam sejenak. "Aduh, saya tidak habis pikir, bagaimana mungkin mereka bisa menyerah dengan urusan jenuh-jenuhan ini? Bagaimana jika orang yang sudah menikah dan tiba-tiba merasa jenuh dengan pernikahannya? Demi Tuhan! Apakah mereka akan mengakhirinya?" kali ini kalimatnya sedikit ditekan.

Wanita satunya, hanya berdeham. Lama dia terdiam, sebelum akhirnya tertawa getir. "Saya tidak tahu. Bagaimana rasanya jenuh ketika menjalin hubungan. Bosan yaa? Merasakan stagnansi dalam hubungan, begitukah? Bingung juga deh." Dia diam lagi, sembari mengusir nyamuk yang menggerogoti betisnya. "Kalau merasakan hubungan yang hambar, mungkin saya pernah. Tiba-tiba... kok rasanya datar banget yaa. Tapi dalam situasi seperti itu, saya hanya berusaha menghidupkan, menyemarakkan, semacam itu barangkali, hehehe."

Wanita bermata sipit menoleh, menatap lebih dalam. "Hmmm... Mungkin juga jenuh yang seperti itu. Atau... jenuh jenis berikutnya: jenuh disakiti, hahaha!"

Wanita yang satunya tersenyum, memperlihatkan lesung pipi. "Entahlah. Jenuh itu saya rasa manusiawi. Tetapi semestinya dalam suatu hubungan, bagaimana pun kondisinya, jenuh kah, bosan kah, saya pikir kita hanya perlu kembali ke satu titik di mana kita memulainya: komitmen."

"Oiii, manis sekali. Hemmm... Uh, lalu apa komitmenmu?" si sipit mendelik, menggoda.

"Komitmenku?" Wanita berlesung pipi berpikir sejenak. "Komitmenku... Begini: kita bersama untuk saling melengkapi dan membahagiakan. Dan saya akan pegang itu, sekuat saya bisa. Meskipun harus berdarah-darah."
"Berdarah-darah? Hahaha... Omong kosong! Kalian bersama untuk saling membahagiakan, harusnya tidak perlu ada pertumpahan darah dong, gimana sih? Kenapa tidak pergi saja cari pasangan lain. Bahagia. Beres."

"Nah, itulah komitmen. Janji. Janji untuk saling membahagiakan, saling melengkapi. Dan tentu itu bukan perkara mudah, karena kita adalah dua pribadi yang berbeda. Kita manusia yang bisa berubah, kita memiliki emosi yang naik turun. Sekali waktu kita memiliki pandangan dan keinginan yang bertentangan. Dan ke mana pun kamu pergi, menemui orang Eskimo di Kutub Utara sana, siklus interaksinya akan seperti itu. Akan ada masa-masa sulit dalam suatu hubungan, bahkan dengan orang tua sekali pun. Lalu apakah kita akhirnya menyerah? Pergi mencari pasangan baru dan mengatakan 'persetan dengan komitmen'? Atau yang paling ekstrim, memilih hidup seorang diri, begitu?"

Si Sipit menatap lurus ke angkasa yang hitam."Huh. Rumit sekali. Aku mau tidur saja!"
Wanita berlesung pipi tersenyum ringan, "Sudah. Tidurlah... Jenuh itu akan berakhir. Tetapi komitmen itu tidak, selama kamu teguh memegang."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun