Dampak pandemi Covid-19 memang sangat luar biasa pada semua sektor kehidupan berbangsa dan bernegara. Dampak secara langsung sangat terasa pada sektor pendidikan terutam jenjang perguruan tinggi (PT) Hal ini dikarenakan karena ketika seseorang mengenyam perguruan tinggi dianggap sebagai kebutuhan sekunder, maka negara tidak begitu membantu atau memberikan subsidi. Dalih yang dipakai ketika seseorang kuliah di perguruan tinggi merupakan kebutuhan sekunder maka permerolehannya dianggap sebagai private goods bukan public goods. Dampaknya PT bisa berubah menjadi PTN BLU bahkan kalau perlu berubah menjadi PTN BH. Saat ini sangat didorong oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Pemeintahan Jokowi Jilid II dengan menerbitkan Permendikbud No. 4 Tahun 2o2o tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 88 Tahun 2014 tentang Perubahan Perguruan Tinggi Negeri Menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum. Semua PTN dibawah kendali Kemendikbud didorong menjadi PTN Badan Hukum. Bentuk ini mengarah pada swastanisasi  yang memperkenankan PT berbisnis di dalam maupun diluar core business-nya serta hanya  berpihak kepada orang-orang yang mampu membayar kuliah yang sangat tinggi.Â
Setelah Penetapan kebijakan ini, Allah Tuhan Yang Maha Kuasa memberi peringatan kepada Pemerintah dengan munculnya wabah covid-19. Semua dirontokkan -pemerintah dan pimpinan PT disadarkan atas musibah ini bahwa pendidikan tinggi tidak boleh hanya dinikmati orang-orang kaya saja. Sepertinya ini tidak mempan, hal ini terbukti bahwa dengan adanya Covid tidak menyegerakan pemerintah dan pengelola PT tidak segera mengurangi beban masyarakat untuk mendapatkan pendidikan di jenjang perguruan tinggi. Buktinya mahasiswa harus berdemo untuk "memaksa" adanya penurunan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Dua Kementerian yang memiliki PT dengan jumlah yang banyak, yaitu Kementerian  Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag) berbeda respon.Â
Perbedaan Respon Penurunan UKT : Â Kemendikbud dan Kemenag
Kemendikbud ternyata tidak secara terang-terangan menetapkan penurunan UKT dalam Permendikbud 25 Tahun 2020. Peraturan ini hanya merevisi sediki tentang Peraturan Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Pada Perguruan Tinggi Negeri Di Lingkungan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan. Peraturan ini tidak secara spesifik ada pengaturan pengurangan/pemotongan UKT atau dengan nama lain. Berbeda dengan Kemenag walaupun menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Â No. 515 Tahun 2020 tentang Keringanan Uang Kuliah Tunggal Pada Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri Atas Dampak Bencanan Covid 19 yang berisi pengurangan UKT berupa perpanjangan waktu pembayaran UKT, atau angsuran UKT bagi mahasiswa pada PTKN.
Pertanyaannya krusial dan mendasarnya: Mengapa dan Ada Apa Kemendikbud  samar-samar bahkan bisa dianggap tidak membuat kebijakan pengurangan UKT? Mengapa tidak meniru Kemenag dalam kepeduliannya terhadap mahasiswa dan orang tuanya??? Mendikbud dan Allah-lah yang lebih tahu...Â
 Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H