Mohon tunggu...
titik garis
titik garis Mohon Tunggu... -

Bukan Siapa siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

BBM Naik, Kelas Menengah Jadi Miskin, Kelas Bawah Tetap Miskin

1 November 2014   22:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:55 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketika harga BBM naik, Golongan kelas atas dan sebagian golongan kelas menengah bakal mampu beradaptasi karena berasal dari kelompok pengusaha, pekerja dan pns, Kelompok pengusaha akan menyesuaikan harga jual produknya, kelompok pekerja dan pns akan mendapat kenaikan gaji, sesuai dengan jumlah pengurangan subsidi, jadi kenaikan harga BBM tidak berdampak signifikan, Dinaikkan berapapun golongan ini akan tetap menikmati subsidi karena akan menyesuiakan diri dengan kenaikkan, Nah yang naas itu untuk sebagian kelompok menengah dengan pekerjaan serabutan atau bekerja tapi gaji paspasan, mereka tidak masuk dalam golongan miskin, Ketika BBM dinaikkan mereka akan sulit beradaptasi dengan harga barang yang melonjak akhirnya bakal masuk dalam golongan miskin, sedangkan mereka sebelumnya tidak masuk dalam kategori miskin sehingga tidak mendapat bantuan langsung. Jumlah golongan ini cukup besar. Sedangkan untuk golongan miskin yang mendapat bantuan langsung sampai berapa lama mereka survive dengan bantuan itu, Apakah saat menerima bantuan langsung itu mereka bisa otomatis naik status jadi golongan menengah?.

Subsidi itu berasal dari APBN, Kenapa pemerintah mau mengurangi subsidi BBM, karena Anggaran tidak ada untuk membiayainya. Pertanyaannya kenapa APBN kita selalu kecil dan tekor padahal katanya kita adalah negara besar yang kaya raya?...Sudah berusahakah pemerintah mencari sumber sumber pendapatan untuk memperbesar APBN, Sudah berusahakah pemerintah menutup dan mencegah kebocoran sumber pendapatan negara... Selama pemerintah tidak berusaha menggenjot sumber pendapatan negara, maka selama itulah pemerintah akan terseok seok mengelola dana yang seadanya untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyatnya, Biangnya disitu sumber sumber pendapatan negara untuk APBN BOCOR BOCOR.

Besar kecilnya subsidi tidak menjadi masalah jika anggrannya ada, Jika negara kaya wajar kalau rakyatnya di subsidi, Pertanyaannya Indonesia ini kaya tidak, Kalau kaya kok APBN nya krisis terus?????.. Saya coba menganalogikan Pemerintah itu dalam kehidupan keluarga. Orang tua yang kaya memiliki pendapatan yang besar, wajar memberikan fasiltitas yang wah untuk anak anaknya soalnya mereka mampu, dananya ada. Tapi jika orang tuanya pas pasan pasti bakal memangkas dan hitung hitungan anggaran untuk anaknya, karena pendapatannya memang sedikit ketika saat krisis langkah mudahnya potong uang saku anak. Katakan pada anak kondisi keluarga lagi krisis jadi mereka harus berhemat, uang sakunya di potong untuk dialihkan biaya pembangunan rumah. (Istilah kerennya Subsidi dialihkan untuk Infrastruktur karena Salah sasaran :D). Sedangkan bapaknya tidak berusaha keras mencari sumber-sumber rizky yang lain. Gaya hidup tidak bagus merokok dan suka kongkow di kafe, ibunya konsumtif.. Kalau seperti itu wajar tidak anak menjadi korban?...

BBM dinaikkan tidak menyelesaikan masalah hanya akan menunda masalah. Cari, genjot apa saja yang menjadi sumber sumber pendapatan negara, yang bocor bocor di tambal sehingga APBN kita berlimpah dan Indonesia sesuai dengan mitosnya bangsa yang “gemah ripah loh jinawi” bisa jadi kenyataan. Kata orang jika punya banyak uang bisa ngapain ngapain aja, bikin apa saja. begitu juga untuk pemerintah yang punyaAPBN berlimpah mau subsidi sebesar apapun bangun apapun ga ada masalah karena dananya ada.

Mari kita desak pemerintah untuk kerja, kerja, kerja mencari, menggenjot apa saja yang bisa menjadi sumber pendapatan negara sehingga Devisa dan APBN berlimpah. Pan enak kalo punya orang tua kaya raya, Atau punya Pemerintah kaya raya :D

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun