Siapa yang suka memuji anak? Atau bingung caranya memuji anak? Eh, malah nggak pernah sama sekali memuji anak? Pujian bagi anak adalah suatu hal yang penting lho! Pujian adalah motivasi dari luar, sedangkan pendisiplinan adalah motivasi dari dalam.
Motivasi dari luar bukan berarti ke depannya anak akan menjadi seorang yang suka mencari perhatian, jika dilakukan dengan cara yang tepat. Pujian dan pendisiplinan berkaitan erat. Jika pendisiplinan adalah makanan pokok, maka pujian berperan sebagai makanan tambahan. Walaupun statusnya hanya tambahan, dia diperlukan oleh kesehatan jiwa anak kita.
Namun, yang sering terjadi banyak orangtua yang memuji dengan cara yang kurang tepat bahkan ada yang dosisnya berlebihan. Lalu, bagaimana caranya memuji yang tepat dan bijaksana?
Pertama, pujian harus diberikan secara tulus, bukan karena modus. Misalnya modus biar anak mau pakai baju warna biru, bilangnya "Kamu pasti cantik kalau pakai baju warna biru." Kalau seperti itu nanti anak akan tumbuh dengan gaya manis di bibir aja, berkata manis kalau ada maunya.
Yang kedua, puji perilakunya, bukan anaknya. Ketika anak mendapat juara kelas, pujilah usahanya dalam belajar demikian pula saat anak gagal yang salah bukan anaknya tapi perilakunya, semisal dia malas belajar. Jadi anak terbiasa berproses secara positif tidak hanya mengejar hasil yang bagus.
Begitupun ketika anak sudah melaksanakan sholat lima waktu. Pujilah perilakunya dengan mengatakan, "Wah hebat, ini sikap yang disukai Allah, Nak."
Yang ketiga, puji perubahan positifnya. Ini bisa kita praktekkan ketika kita menanamkan pendidikan karakter padanya untuk mendorong agar dia semakin sering berperilaku baik. Misalnya, pada saat anak masuk ke kompetensi percaya diri, dia sudah berani menghadapi tantangannya, maju ke depan untuk bernyanyi. Katakan padanya, "Kamu sudah bisa mengendalikan rasa takutmu dan maju ke depan, itu hebat sekali. Bunda bangga sama kamu."
Yang keempat, pujilah sesuai data. Hal ini mengurangi kesalahpahaman pada anak. Pujian yang sebaiknya diberikan misalnya "Wah, kamu terlihat lebih cantik dengan sepatu kuning ini karena baju kamu juga ada bunga kuningnya." Dengan begitu, anak tidak akan salah tangkap bahwa yang membuat dia cantik karena sepatu berwarna kuning yang sesuai dengan baju yang dikenakan.
Yang terakhir, pujilah tanpa menyakiti. Menyakiti diri anak sendiri maupun orang lain. Pujian yang menyakiti orang lain misalnya, "Nilai matematika kamu bagus ya, beda sama si A padahal kalian kan seumuran." Â Ya memang sih si A nggak tau, tapi kita sudah memberi contoh pada anak kita dan kita sudah membandingkan dia dengan anak lain.
Hal ini dapat memicu jiwa kompetitif bagi anak. Bagus memang kompetitif, tapi jangan berkompetisi dengan orang lain, karena setiap orang itu spesial. Lebih baik dipahamkan bahwa saingan kita bukan teman di kelas atau seumuran, tapi diri kita sendiri di masa lalu. Jadi setiap hari harus menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya.