Siapa sih yang tak bahagia menyambut hadirnya bulan penuh rahmat. Bulan yang menjanjikan pahala yang berlipat-lipat bagi siapa saja yang melakukan ibadah kepada Allah SWT. Tentunya tidak hanya puasa namun juga salat, zakat, tadarus juga amal kebaikan lainnya.
Kebahagiaan dalam menyambut datangnya Ramadan tentunya juga dirasakan oleh masyarakat Yogyakarta. Kehidupannya yang lekat dengan budaya Jawa seakan menyatu dengan tradisi keraton Yogyakarta. Tradisi adat istiadat dan budaya yang telah turun temurun hingga anak, cucu, dan cicit seolah menyatu dengan momen keagamaan. Padahal jika ditelusur lebih dalam, tak ada sedikitpun tradisi jawa yang sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW.
Lalu mengapa tradisi tersebut masih dipertahankan hingga saat ini. Tak lain jawabannya karena sebagian besar masyarakat masih memuja budaya keraton Yogyakarta. Terlepas dari apakah budaya tersebut sesuai dengan ajaran agama Islam atau tidak. Yang diyakini bahwa tradisi itulah yang menjadikan mereka merasakan kedamaian dalam hati padahal yang memberikan kedamaian dan segalanya dalam kehidupan manusia hanyalah Allah Ta'ala.
Berikut empat tradisi unik warga Jogja sebelum datangnya bulan Ramadan:
1. Apeman
Tradisi apeman ini dilakukan usai berziarah dan mendoakan keluarga yang telah meninggal. Dengan memasak kue tradisional "apem" yang berbahan dasar tepung beras, telur, santan, dan ragi. Apem ini kemudian dibagikan kepada keluarga serta tetangga. Kadang penyajiannya disandingkan dengan ketan, dan olahan ketela dan pisang manis. Kue apem ini simbol dari permohonan maaf atas dosa yang pernah dilakukan.
Dulu apem ini hanya boleh dibuat oleh para wanita di sekitar keraton. Dan uniknya apem ini dibuat dalam ukuran yang tak biasa dengan diameter 10 dan 20 cm. Apem ini kemudian dibagikan ke seluruh abdi dalem keraton.
2. Upacara Lelabuhan Kesultanan
Upacara ini hanya boleh digelar di dalam Keraton Yogyakarta, dikerjakan oleh keluarga keraton beserta punggawanya. Uniknya ritual ini hanya bisa dilaksanakan dengan perintah Sultan.
Lalu apa saja yang dilabuhkan? Ada beberapa helai rambut serta kuku Sultan yang dipotong kemudian dihanyutkan di Pantai Parangtritis atau diletakkan di Gunung Merapi. Tradisi ini dipercaya dapat mendatangkan ketentraman dan kesejahteraan bagi rakyat.