Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan virus corona sebagai pandemi atau wabah penyakit global. Penyebaran virus corona yang lebih dikenal dengan  Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dirasakan kian hari kian meresahkan masyarakat dunia tidak terkecuali masyarakat Indonesia.Â
Berbagai imbaun untuk melakukan hidup bersih dengan mencuci tangan, memakai masker, tidak bersentuhan (physical distancing) dan menjaga stamina tubuh selalu digaungkan oleh Pemerintah melalui berbagai media agar masyarakat berperan aktif serta melakukan berbagai upaya pencegahan penyebaran COVID-19.
Dalam hal ini Kementerian Agama sebagai instansi vertikal yang memiliki satuan kerja terbanyak turut mengambil bagian dalam pencegahan penyebaran COVID-19. Dengan mulai menerapkan Study From Home (SFH) pembelajaran online bagi siswa, Work From Home (WFH) bagi Aparatur Sipil Negara, berbagai imbauan untuk melakukan ibadah di rumah masing-masing hingga penundaan berbagai kegiatan keagamaan yang melibatkan masyarakat dalam jumlah besar.
Keputusan tersebut tentunya terkait dengan upaya pemerintah menerapkan social distancing  untuk meminimalisir penyebaran COVID-19. Diharapkan dengan diberlakukannya social distancing, mampu memutus mata rantai penyebaran virus corona yakni dengan menahan diri dengan memaksimalkan beraktivitas di dalam rumah (stay at home) dan jika mengharuskan berada di luar rumah harus berusaha menghindari kerumunan termasuk menjaga jarak minimal 1 meter dengan yang lain saat berada dalam satu lingkungan.
Sosial Distancing versus LockDown
Lalu efektifkah social distancing? Jika masyarakat serempak menerapkan social distancing maka dijamin penyebaran virus ini akan terhenti, namun pada kenyataannya tidak mudah untuk memahamkan masyarakat agar mentaati imbauan tersebut. Terbukti masih dijumpai adanya aktivitas warga mengumpulkan massa dengan mengindahkan berbagai imbauan seperti menjaga jarak.Â
Jika kondisi ini ke depan terus berlanjut maka bisa dipastikan penanganan penyebaran COVID-19 akan melambat karena masyarakat yang terpapar virus corona selalu mengalami peningkatan setiap harinya. Sementara kondisi ini tidak diimbangi dengan ketersediaan tenaga medis dan sarana kesehatan yang memadai.
Dalam perkembangan penyebaran virus corona ini, berbagai pihak menilai Indonesia lamban menanganinya karena enggan menerapkan sistem lockdown seperti yang sudah diberlakukan di Wuhan.Â
Berbagai hal menjadi pertimbangan pemerintah terlebih jika melihat dampak pemberlakukan sistem lockdown terhadap masalah ekonomi, disamping negara merasa belum mampu menjamin kebutuhan warganya selama masa lockdown, sementara mayoritas masyarakat belum mampu mandiri untuk mencukupi kebutuhan sendiri selama masa lockdown berlangsung.
Menghadapi kondisi ini, akhirnya pemerintah secara serempak memberlakukan social distancing. Dimana-mana terus digencarkan imbauan tersebut dengan memaksa warganya untuk tetap tinggal di rumah (stay at home), menghindari kerumunan, dan menjaga jarak dengan yang lain saat berada di satu lingkungan. Hingga akan mengenakan sanksi kepada warganya yang tidak mentaati imbauan tersebut. Namun apakah ada jaminan semua warga akan taat?. Â Mengingat, tidak semua profesi bisa dilakukan di dalam rumah.
Patut juga mempertimbangkan untuk menjamin warga masyarakat yang hidupnya sangat bergantung dari keberadaannya di luar rumah. Seperti pedagang kaki lima, sopir, jasa delivery (gojek, grab) dan sebagainya. Jangan sampai dengan diterapkannya social distancing masyarakat dirugikan dan semakin mengalami tekanan karena tidak mampu lagi mencukupi kebutuhan keluarga.Â