[caption id="attachment_143608" align="aligncenter" width="335" caption="Ilustrasi Reporter, from google image"][/caption] Sering saya berhayal suatu saat nanti saya akan menjadi seorang jurnalis (baca: wartawati, red.), yang selalu mewartakan semua kejadian yang terjadi di jagad raya ini, pastinya akan menjadi kebanggaanku bila bisa sebagai pembawa pesan yang menyuarakan kebenaran, keadilan, kebahagiaan dan lain sebagainya. Tapi kadang semua itu saya sendiri yang selalu meragukannya atas sebuah keinginan dan harapanku untuk menjadi seorang jurnalis, mungkin Allah sudah mengetahuinya, bahwa memang saya tidak cocok untuk menjadi seorang jurnalis. Mengapa saya merasa begitu?, saat ini saja saya sebagai tenaga kesehatan selalu saja melihat banyak ketidakadilan, ketidak bahagiaan dan lain-lain selama melayani pasien, dan ini sudah membuat hatiku merasa sedih, kecut dan sedikit ingin berontak(marah) dan banyak lagi yang bergumul menjadi satu, padahal yang baru kulihat hanya scope kecil bagaimana bila saya menjadi seorang jurnalis yang melihat semua kejadian di depan matanya, apakah saya kuat?, apakah hati saya bisa menerima?, apakah mental saya tidak akan berontak? dan masih banyak pertanyaan lainnya. Jadi sementara ini saya selalu berpikir dan selalu mengagumi, begitu hebatnya seorang jurnalis yang bisa mengelola gejolak hatinya yang selalu melihat dan berhadapan dengan semua kejadian yang diliputnya di depan mata, dan sepertinya memang saya belum mampu untuk menghadapi semua itu. Salam kekagumanku wahai sahabat jurnalis... Titi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H