[caption id="attachment_133265" align="aligncenter" width="425" caption="Dilema dan Status Gantung bagi Norman Kamaru, from google image"][/caption] Tulisanku ini merupakan kelanjutan dari tulisanku sebelumnya, mengenai nasib Briptu Norman Kamaru yang pernah aku tulis sebelumnya (lihat disini). Berita terakhir yang dilansir oleh media televisi dan media cetak memberitakan bahwa pengajuan pengunduran diri Briptu Norman Kamaru kepada Mabes Polri ditolak oleh Kapolri. Adapun alasan penolakan itu adalah: Mabes Polri hanya menerima pengajuan pengunduran diri dari dinas Polri untuk kalangan Perwira Polisi saja dan bagi anggota yang pangkatnya dibawah perwira cukup diajukan di masing-masing Polda. Padahal sebelumnya Briptu Norman pernah mengajukan permohonan pengunduran dirinya kepada Polda Gorontalo, yang juga mengalami penolakan karena dianggap menyalahi prosedur yang ada. (alasan Polda Gorontalo atas penolakan itu bisa dilihat disini) Karena mengalami penolakan di tingkat Polda, makanya keluarga Norman dalam hal ini diwakili oleh orang tuanya, melakukan 'naik banding' dengan langsung datang ke Jakarta untuk mengajukan permohonan pengunduran diri atas nama anaknya dari kedinasan Polri, yang akhirnya ditolak juga oleh pihak Mabes Polri karena alasan diatas. Mengapa penulis menulis dengan judul "Ketenaran yang Mendatangkan Musibah Bagi Briptu Norman Kamaru", analisanya adalah: Pada saat video gaya Chaiya-Chayai ala India itu di up-load melalui youtube.com, sebagian orang mengira seorang Norman mendapat 'durian runtuh', karena secara mendadak menjadi 'tenar' dan akan mendapat banyak tawaran untuk tampil dalam acara-acara show di televisi swasta yang jelas akan memberikan pemasukan secara finansial yang lumayan jumlahnya, bahkan bisa dikatakan melebihi gaji seorang bintara polisi seperti Briptu yang disandangnya. Namun apakah penilaian tentang ketenaran secara instant ini benar-benar memberikan keuntungan berupa 'berkah' atau sebaliknya akan menjadi 'musibah' bagi seorang Norman Kamaru? Kejadian sesungguhnya yang dialami oleh Norman adalah: Begitu media mem-blow-up Norman sebagai artis dadakan, pastilah membuat Norman kebanjiran tawaran untuk show dalam acara-acara musik atau talk show diberbagai media televisi dan berbagai show dalam tour keliling di seluruh tanah air, belum lagi tawaran rekaman oleh salah satu perusahaan label musik yang konon telah mengontraknya dengan nominal lebih dari satu milyar rupiah (sungguh angka yang menggiurkan) dan berbagai tawaran lainnya termasuk shooting video klip dan shooting Sinetron/film FTV. Dengan sekian banyaknya tawaran tersebut pastilah sangat menyita waktu, sehingga untuk tidak menggangu kedinasan di kesatuannya Brimob Gorontalo, Norman-pun mengajukan cuti dari kedinasan, guna memenuhi berbagai tawaran tersebut. Namun karena padatnya jadwal yang begitu banyak, masa cuti-pun habis, sehingga seharusnya seorang Norman yang masih tercatat sebagai Bintara Polri yang masih aktif, harus segera kembali ke kesatuannya untuk kembali berdinas, tapi karena tuntutan dari sekian banyak tawaran itu, maka memaksa Norman untuk 'mangkir' dari kedinasan yang harusnya dia jalani karena masa cutinya telah habis, namun kesatuannya-pun masih memberikan dispensasi berupa 'pemakluman' atas sebuah tenggang waktu yang diberikan diluar jatah cutinya yang telah habis itu. Namun sekali lagi karena tuntutan dan jadwal tawaran show yang begitu padat, masih dirasa kurang, sehingga membuat Norman makin terpojok dan harus 'mangkir' lagi dari kedinasannya, konon hingga lebih dari 30 hari kerja dan ini sudah melampaui batas yang sudah ditetapkan, dan bisa dimasukkan dalam katagori 'disersi' dari tanggung jawab dinas sebagai Anggota Polri. Entah karena asyiknya dan menikmati jadwal padatnya itu, seorang Norman-pun telah larut hingga melupakan tanggung-jawabnya sebagai anggota polri yang masih diikat disiplin kedinasan, dan konon dikabarkan juga seorang Norman saking padatnya jadwal yang harus dipenuhinya, juga telah membuatnya jatuh sakit hingga perlu perawatan di rumah sakit. Karena semua itu harus dilaluinya dengan 'sadar' atau 'tidak sadar' akibat hanyutnya Norman dalam sebuah 'ketenaran', tanpa ia sadari akhirnya dinas memutuskan untuk menjemputnya secara 'paksa' dengan mengirimkan provoost (polisi kesatuan) untuk menariknya pulang dan harus melalui proses pendisiplinan kedinasan karena sudah banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran dinas, jelas seperti yang dikeluhkannya pada media, saat penjemputan paksa itu Norman merasa diperlakukan secara tidak manusiawi alias mengalami tindak kekerasan/kasar dari oknum petugas penjemputan (ini sudah hal biasa dikalangan dinas militer dan polri bila ada pelanggaran yang dilakukan oleh seorang anggota). Oleh sebab perlakuan yang tidak meng-enakkan itu. seorang Norman merasa sangat dirugikan dan sangat tertekan dan hanya bisa curhat kepada orang tua dan keluarganya. Sebagai orang tua yang pastinya sangat peduli pada anaknya, dari pada anaknya harus menderita secara fisik dan bathin akibat adanya 'dua pilihan' yang harus dipilih, yaitu kedinasan polri atau ketenaran yang baru saja diraih, akhirnya selaku orang tua ikut campur tangan juga dalam penyelesaian masalah yang cukup pelik ini. Sehingga akhirnya beberapa minggu terakhir ini diputuskan oleh Norman dan didukung oleh ayahnya selaku orang tua, juga didukung oleh keluarganya, maka seorang Norman memutuskan untuk mengundurkan diri dari Kedinasan Polri dan mengabil kesempatan utuk menjadi artis dadakan (apapun alasan Norman, karena merasa tertekan atau karena karier artis lebih menjanjikan buatnya). Sehingga keputusan telah diambilnya dan segera mengajukan permohonan mundur kepada Kapolda Gorontalo dan mendapat penolakan tegas karena dianggap menyalahi prosedur yang ada, dan akhirnya dengan turut campur tangan orang tuanya, maka pengajuan ke Mabes Polri-pun diajukan langsung dilakukan oleh ayahnya dan saudara/keluarga yang mendapingi kepergian orang tuanya ke Jakarta langsung ke Mabes Polri, namun cara ini-pun mengalami penolakan secara tegas oleh pihak Mabes Polri karena Mabes Polri hanya menerima pengunduran diri dari kedinasan untuk kalangan Perwira Polisi saja. Dan Norman-pun sempat memberikan alasan seputar rencana pengunduran dirinya itu kepada publik melalui beberapa media (walaupun penulis menilai ada kebohongan publik yang ia lakukan) dalam pernyataannya, Norman sempat mengatakan bahwa pengunduran dirinya dari Polri tidak ada kaitannya dengan karier barunya sebagai entertainer, sementara masyarakat luas mengetahui alasan Norman mundur karena mau beralih profesi, disini terlihat memberikan kesan kepada masyarakat, seolah-olah Norman melakukan sebuah 'kemunafikan'. Disisi lain Norman-pun pernah menyatakan kepada publik melalui media pula, bahwa dia dan keluarganya sanggup mengganti semua biaya pendidikan yang sudah dikeluarkan pihak Polri selama dia menjalani pendidikannya di Sekolah Polisi Negara (SPN). Apakah dua alasan tersebut yang disampaikan seorang Norman benar-benar menjadikannya semakin bulat untuk mundur dari kedinasan polri atau ada sebab lain??? (sebab lain itu seperti, adanya tekanan secara psikologis dan fisik selama menjalani tindak disiplin saat penjemputan paksa oleh petugas provoost yang tidak berani ia ungkapkan ke publik atau adanya tekanan lain berupa perjanjian atau kontrak kerja yang sudah dia tanda-tangani/setujui dengan pihak-pihak tertentu yang menuntut agar adanya pemenuhan jadwal show/rekaman/shooting sinetron/FTV dan lain-lain, yang bila dilanggar perjanjiannya, maka dia akan terkena sanksi berupa penuntutan secara hukum sesuai kesepakatan yang telah dilakukan dalam kontrak kerja tersebut, namun Norman tidak bisa berbuat banyak karena dia masih terikat dalam kedinasan polri) Maka analisa penulis, semakin mendekati kenyataan, bahwa seorang Norman mengalami 'dilema' yang semakin membuatnya 'serba salah', maju ke dalam dunia ke-artis-an akan tercekal karena penolakan terhadap pengajuan pengunduran dirinya itu. Dan hal ini bisa berakibat fatal yang akan mempengaruhi banyak hal, baik secara pribadi berupa tekanan fisik dan psikis (depresi) atau berupa tekanan dinas yang sudah mendapatkan 'kondite buruk' dari kesatuannya akibat banyak melakukan pelanggaran-pelanggaran kedinasan di kesatuan Brimob itu. (memiliki catatan raport merah yang berpengaruh pada perjalanan karier) Inilah analisa penulis yang dituliskan, bahwa dari semua 'prosesi' yang dialami seorang Norman Kamaru yang mendadak mendapat ketenaran secara instant dan juga seorang Anggota Polri yang masih terikat disiplin kedinasan di kesatuannya itu. Jadi apakah ketenaran bagi seorang Norman Kamaru, merupakan berkah atau sebaliknya menjadi sebuah musibah??? Bagaimana bila kejadiannya video ala India Chaiya-Chaiya itu tidak di up-load oleh temannya itu?, mungkin seorang Briptu Norman Kamaru masih berdinas dengan tenang dan masih memiliki kondite yang baik, pastinya akan menjamin karier dan pengabdiannya secara baik pula sesuai tujuan awalnya memilih sebagai Anggota Polri yang mengemban tugas sebagai abdi negara dan pengayom masyarakat itu. Inilah kejadian yang sesungguhnya terjadi, yang saat ini seolah-olah telah melilit leher Norman yang luput dari pengamatan publik, karena alasan-alasan tertentu tidak berani Norman ungkapkan ke media publik secara jujur. Jadi bila di-ilustrasikan, seorang Norman Kamaru bagaikan seorang wanita yang mengalami 'status gantung', yang menuntut cerai dari suaminya, namun sang suami menolak tegas perceraian itu, sehingga nasib wanita ini digantung dan niat untuk menikah lagi dengan pria lain akan mengalami kesulitan karena belum ada surat keputusan (SK) Pengadilan Agama yang menjadi syarat mutlak untuk menikah lagi. (ini saya tampilkan video-klip dari Melly Goeslow, sebagai pelengkap atas tulisan dilema dan status gantung seorang Norman Kamaru).
Dan akhirnya pepatah, "Berharap Burung Elang di Langit, Burung Merpati di Tangan dilepaskan", berlaku bagi seorang Norman... Salam Dilema dan Salam Gantung, Titi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H